TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polda Metro Jaya menyebut Ormas GRIB Jaya melakukan pungutan senilai jutaan rupiah dari pedagang di lahan milik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Tangerang Selatan, Banten.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan saat ini pihaknya sudah 17 orang terkait pendudukan lahan milik BMKG secara ilegal tersebut.
Dari jumlah tersebut, 11 orang di antaranya merupakan anggota dari Organisasi Masyarakat (Ormas) GRIB Jaya.
Sementara enam orang lainnya mengaku sebagai ahli waris pemilik lahan.
Satu orang yang diamankan di antaranya pria berinisial Y, Ketua DPC Ormas Grib Jaya.
Oknum tersebut diduga menguasai lahan milik BMKG secara ilegal dan kemudian memungut uang kepada pelaku usaha yang menyewa tempat, seolah-olah legal.
"Mereka melakukan penguasaan lahan tanpa hak milik BMKG. Kemudian memberikan izin kepada beberapa pihak, beberapa pengusaha lokal," ujar Ade Ary, Sabtu (24/5/2025).
"Ya tadi ada pengusaha pecel lele, kemudian pengusaha pedagang hewan kurban, itu dipungut secara liar, pengusaha pecel lele dipungut Rp 3,5 juta per bulan. Kemudian dari pengusaha pedagang hewan kurban, itu telah dipungut Rp 22 juta," jelasnya.
Selain uang pungutan, polisi juga mengamankan barang bukti berupa atribut Ormas, karcis parkir, rekapan pungutan, hingga senjata tajam berupa bambu panjang dengan ujung dipaku.
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya juga telah menerima laporan resmi dari pihak BMKG atas dugaan tindak pidana penguasaan lahan tanpa hak, penggelapan hak atas barang tidak bergerak, dan kekerasan secara bersama-sama terhadap orang maupun barang.
Ade Ary menegaskan, masyarakat tidak perlu takut melapor jika mengalami pemalakan atau bentuk premanisme lainnya.
“Negara tidak boleh kalah. Negara harus hadir. Kami minta masyarakat jangan ragu, jangan segan untuk melapor. Bisa ke Polsek, Polres, atau langsung ke Polda melalui 110, itu gratis dan 24 jam,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Polda Metro Jaya mengungkapkan duduk perkara dugaan pendudukan lahan milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) oleh organisasi masyarakat (ormas) GRIB Jaya.
Lahan seluas 12 hektar lebih yang menjadi konflik tersebut berada daerah Pondok Betung, Tangerang Selatan.
"Pelapor selaku kuasa dari korban, korbannya adalah BMKG, menerangkan bahwa korban adalah pemilik tanah dan bangunan seluas 127.780 meter persegi yang berada di daerah Pondok Betung, Tangerang Selatan dengan atas hak yang dimiliki," kata Ade Ary.
Ade Ary mengatakan pada Januari 2024, pihak BMKG mendapat laporan dari penjaga jika ada pemasangan plang di lahan tersebut.
Adapun yang memasang plang tersebut adalah para terlapor berinisial J, H, AV, K, B, dan MY. Dalam hal ini AV, K, dan MY disebut merupakan anggota dari Grib Jaya.
"Bahwa terlapor telah memasang plang yang bertuliskan, "Tanah Ini Adalah Ahli Waris dari R bin S". Dan di lokasi yang tidak jauh dari lokasi sebelumnya, terlapor merusak pagar secara bersama-sama dan menguasai TKP, menguasai tanah, hingga saat ini melakukan pemasangan plang bahwa tanah itu milik ahli waris," tuturnya.
Lalu dalam perjalanannya, pihak BMKG sudah melayangkan somasi sebanyak dua kali kepada terlapor.
Namun, hal tersebut tak digubris.
Belakangan, terpasang pula plang bertuliskan "Tanah ini dalam pengawasan Tim Advokasi Muda dari Tim Advokasi DPP Ormas GJ (GRIB Jaya)".
"Kemudian akhirnya, karena dalam proses pendalaman di tahap penyelidikan, maka penyelidik mengambil langkah-langkah kepolisian agar TKP status quo, karena masih dalam proses penyelidikan dan telah dipasang plang oleh tim penyelidik dari Subdit Harda Ditreskrimum Polda Metro yang bertuliskan bahwa, 'sedang dalam proses penyelidikan'," ungkap Ade Ary.
Saat ini, pihak kepolisian masih melakukan pendalaman dengan mendatangi lokasi hingga melakukan pemeriksaan kepada sejumlah saksi.
"Sejauh ini sudah ada beberapa saksi yang diambil keterangan dalam tahap klarifikasi di tahap penyelidikan. Antara lain adalah Pelapor, kemudian ada 3 saksi, kemudian dari instansi terkait hingga pak lurah di lokasi," jelasnya.
BMKG telah melaporkan ke Polda Metro Jaya terkait pendudukan lahan negara oleh sekelompok ormas di Pondok Betung.
Dalam laporan itu, BMKG menyebut kelompok tersebut bahkan meminta uang ganti rugi sebesar Rp 5 miliar agar mau meninggalkan lokasi.
Tanah yang disengketakan seluas 127.780 meter persegi atau sekitar 12 hektar tercatat sebagai milik negara berdasarkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 1/Pondok Betung Tahun 2003.
Kepemilikan BMKG atas lahan tersebut juga telah dikuatkan oleh putusan Mahkamah Agung Nomor 396 PK/Pdt/2000 serta sejumlah putusan lain yang berkekuatan hukum tetap.
Namun, sejak pembangunan Gedung Arsip BMKG dimulai pada November 2023, proyek itu terganggu oleh kelompok yang mengaku sebagai ahli waris dan didukung massa ormas.