Pendonor Sperma Tak Sengaja Wariskan Gen Kanker ke 23 Anak
M Syofri Kurniawan May 29, 2025 10:32 AM

TRIBUNJATENG.COM, MILAN - Sperma seorang pria pembawa mutasi gen langka, yang berpotensi memicu kanker, telah digunakan dalam proses reproduksi 67 anak di delapan negara Eropa.

Ahli biologi dari Prancis mengungkapkan fakta tersebut dalam konferensi tahunan European Society of Human Genetics di Milan, Sabtu (24/5/2025).

Dari puluhan anak, 10 di antaranya sudah terdiagnosis kanker dan 13 lainnya berisiko tinggi mengidap penyakit serupa di masa depan. 

Mutasi gen pemicu kanker tak terdeteksi

Menurut Edwige Kasper, ahli biologi dari Rumah Sakit Universitas Rouen, donor sperma tersebut membawa mutasi pada gen TP53.

Gen ini diketahui berkaitan dengan sindrom Li-Fraumeni, kelainan langka yang secara drastis meningkatkan risiko kanker.

Meskipun pendonor sendiri dalam kondisi sehat dan tidak menunjukkan gejala penyakit, mutasi genetik ini berpotensi diturunkan kepada keturunannya.

Kondisi ini dapat menyebabkan berbagai jenis kanker, termasuk tumor otak dan limfoma Hodgkin.

Donasi sperma dilakukan pada 46 keluarga antara tahun 2008 hingga 2015 melalui satu bank sperma swasta di Denmark, European Sperm Bank.

Saat itu, mutasi genetik yang dibawa sang pendonor belum terdeteksi.

Anak-anak dari donor tersebut kini tersebar di Belgia, Denmark, Perancis, Jerman, Yunani, Spanyol, Swedia, dan Inggris.

Dari 67 anak yang lahir, sepuluh di antaranya telah terdiagnosis kanker.

Sementara itu, 13 anak lainnya diketahui juga membawa mutasi gen TP53.

Mereka berisiko tinggi terkena kanker di masa depan.

Oleh karena itu, anak-anak ini akan menjalani pemeriksaan medis rutin seumur hidup, termasuk pemindaian MRI seluruh tubuh, pemeriksaan otak, perut, hingga payudara (untuk dewasa) sebagai upaya deteksi dini.

“Ini memang berat dan menimbulkan stres bagi para pembawa gen, tetapi telah terbukti efektif mendeteksi kanker sejak dini dan meningkatkan peluang sembuh,” ujar Kasper dalam siaran pers, dikutip dari CNN.

Seruan regulasi yang lebih ketat Kasus ini menjadi sorotan serius, terutama karena tidak adanya batasan jumlah kelahiran yang seragam dari satu pendonor di berbagai negara.

Meskipun pendonor dalam kasus ini hanya menyumbangkan spermanya pada satu bank sperma, berbeda dengan kasus pria Belanda yang memiliki lebih dari 500 anak dari berbagai negara, ketidakterbatasan jumlah kelahiran tetap menjadi perhatian.

European Sperm Bank menyatakan sangat terpukul atas insiden ini.

Wakil Presiden Komunikasi Korporat, Julie Paulli Budtz, menjelaskan bahwa donor telah melewati berbagai tes, bahkan melampaui standar yang diwajibkan.

“Masalahnya, tidak mungkin secara ilmiah mendeteksi semua mutasi penyakit dalam 20.000 gen seseorang jika kita tidak tahu apa yang harus dicari,” jelasnya kepada CNN.

Menyikapi insiden ini, European Sperm Bank telah menetapkan batas internal maksimal 75 keluarga per donor, meskipun belum ada batas yang seragam secara internasional.

Budtz menekankan bahwa saat ini regulasi donor sperma sangat bervariasi di tiap negara.

Prancis, misalnya, membatasi hingga sepuluh kelahiran per donor, Denmark 12, dan Jerman hingga 15.

“Ada masalah serius terkait kurangnya regulasi yang seragam di seluruh Eropa,” kata Kasper.

“Kita perlu aturan bersama di tingkat Eropa, bahkan global, untuk mencegah kasus serupa terjadi lagi dan menetapkan batas maksimal anak yang boleh dilahirkan dari satu donor,” imbuhnya. (*)

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.