TRIBUNSUMSEL.COM- Pasangan suami istri asal Kayu Agung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) bersama putranya mendatangi Rumah Dinas Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di Gedung Pakuan.
Maksud kedatangannya jauh-jauh dari Kayu Agung, ternyata meminta tolong Dedi Mulyadi untuk memasukan putranya ke Barak Militer.
Bukan tanpa alasan, putranya yang masih duduk di bangku kelas 10 SMK jurusan teknik perbengkelan itu disebut memiliki kebiasaan menggunakan barang terlarang.
Hal itu diakuinya karena terpengaruh dari pergaulannya bersama teman-temannya.
Pria berinisial BH tersebut mengaku, bersama istri dan anaknya dari perjalanan Palembang ke Bandung memakan waktu sekitar 15 jam, hanya berhenti sesekali untuk mengisi bahan bakar kendaraan.
Dengan suara lirih, BH meminta perhatian kepada KDM agar sang anak mendapat pelatihan khusus.
Dedi Mulyadi kemudian langsung bertanya kepada anak bapak tersebut.
"Kenapa kamu ini," tanya Dedi Mulyadi, dilansir dari kanal Youtubenya Kang Dedi Mulyadi Channel, Kamis, (29/5/2025).
Saat ditanya lebih lanjut oleh Dedi Mulyadi, pelajar tersebut mengakui bahwa ia sempat mengonsumsi zat adiktif jenis sabu bersama teman-temannya.
"Udah sering (pakai)?," tanya Dedi.
"Udah pak dari kelas satu (SMK)," kata anak tersebut.
Uang untuk membeli barang terlarang itu ia dapatkan dari uang saku Rp25 ribu dari kedua orang tuanya.
"Dikasih 25 ribu, tapi bohongin orang tua," kata sang anak.
"Bohongnya gimana," tanya Dedi Mulyadi.
"Untuk tugas sekolah, dapat tambahan duit 50 ribu," ujar sang anak.
Dalam sekali penggunaan, ia bisa menghabiskan dana hingga Rp100 ribu untuk 1,5 gram sabu.
Kepada Dedi Mulyadi, ia mengaku sudah satu minggu tidak mengonsumsi barang terlarang tersebut.
"Perasaannya seminggu gak pakai gimana?" Ujar Dedi.
"Lebih tenang," ucap singkat sang anak.
Meski sudah satu minggu berhenti, sang anak mengaku masih tergantungan dengan lingkungannya.
"Gak mau balik, mau tinggal di sini aja tak masukkan ke barak, setuju?” tanya Dedi.
“Setuju, saya ingin sembuh,” jawab sang anak.
Dedi Mulyadi, sempat bertanya kepada kedua orang tuanya apakah diizinkan, mengingat kebijakannya belakangan dinilai melanggar HAM.
Namun, kedua orang tuanya ingin agar anaknya masuk barak sehingga bisa hidup normal kembali.
"Karena lingkungan saya ini kurang sehat pak, maaf ya pak insyaallah bisa sembuh," ujar ayahnya.
"Nanti kabur dari barak nanti hilang, nanti buat surat pernyataan kalau kamu kabur dari sana menjadi tanggung jawab kamu sendiri sama orang tuamu, jangan salahin saya," kata Dedi Mulyadi.
BH sang ayah, bahkan menyatakan siap menandatangani surat pernyataan resmi dan bertanggung jawab penuh jika anaknya kabur atau melakukan pelanggaran selama proses pelatihan.
“Kami datang ke sini dengan penuh kesadaran. Kami titipkan anak kami secara sukarela,” tegas BH.
Diketahui, pelajar tersebut merupakan anak dari ibu seorang guru SD di Kayu Agung dan ayahnya pengantar emas dari toko ke toko.
Sebagai seorang ibu sekaligus guru, ibu mengaku sedih memihat kondisi putranya terlibat barang terlarang.
Kang Dedi Mulyadi juga sempat heran, karena ibu dari si anak ini adalah seorang guru sekolah dasar dan memiliki anak seorang tentara.
"Kakak kamu malah tentara dan ASN, kamu kok malah Narkoba gimana ini?,” tegas KDM kepada sang anak.
Dedi Mulyadi mengungkapkan bahwa apa yang dilakukannya adalah bagian dari tanggung jawab moral dan tugas negara.
"Saya menjalankan tugas juga dari presiden untuk menjaga anak-anak Indonesia dari korban narkoba," pungkas Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Hingga berita ini terbit, Tribun Sumsel berupaya untuk mengkonfirmasi ke pihak terkait.
Sebelumnya,
Sebanyak 273 pelajar dipulangkan setelah menjalani pelatihan karakter selama dua pekan di Dodik Bela Negara, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jabar.
Program ini merupakan bagian dari pendidikan berkarakter yang digagas Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk membina remaja dengan perilaku bermasalah.
Banyak publik yang mendukung kebijakan yang dilakukan oleh Dedi Mulyadi itu.
Meski kebijakan ini menuai reaksi positif di masyarakat, beberapa daerah enggan ingin meniru kebijakan tersebut.
Bagi siswa yang terlibat berbagai pelanggaran, mulai dari tawuran, tidak disiplin, hingga tindakan yang dianggap tidak pantas oleh orangtua mereka, program ini diperuntukkan.
Dedi Mulyadi menyebut bahwa program ini tidak ada unsur paksaan dalam pelaksanaannya.
Menurutnya, para orang tua secara sukarela menyerahkan anaknya kepada Dinas Pendidikan untuk kemudian dikirim ke barak militer.