TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) pekan depan akan memanggil lagi tiga mantan staf khusus Nadiem Makarim saat menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi di pemerintahan Joko Widodo.
Kejagung memanggil mereka untuk dilakukan diperiksa sebagai saksi saksi dalam pengusutan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook untuk siswa sekolah.
Pemeriksaan itu kembali dijadwalkan setelah sebelumnya penyidik menerbitkan pencekalan terhadap tiga mantan stafsus Nadiem tersebut.
Ketiga stafsus yang akan diperiksa itu yakni Fiona Handayani (FH), Jurist Tan (JT) dan Ibrahim Arief (IA) stafsus sekaligus tenaga teknis di Kemendikbud era Nadiem.
"Kami mendengar akan dilakukan pemanggilan mungkin di minggu depan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar saat dikonfirmasi, Jum'at (6/5/2025).
Terkait rencana pemeriksaan ini, Harli pun menerangkan, bahwa penyidik nantinya akan mendalami peran apa saja yang dilakukan oleh ketiga orang itu dalam dugaan korupsi pengadaan laptop di Kemendikbud.
Selain itu pemanggilan ini merupakan kedua kalinya setelah sebelumnya mereka sempat mangkir.
Alhasil pada saat itu penyidik pun mempertimbangkan untuk menerbitkan pencekalan terhadap yang bersangkutan.
"(Mangkir) baru sekali, sekali. Tapi tentu penyelidik melakukan antisipasi sehingga terhadap tiga orang tersebut sudah dilakukan pencegahan," kata dia.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menerbitkan pencekalan terhadap tiga mantan staf khusus (stafsus) eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar menerangkan ketiga mantan stafsus Nadiem itu yakni Fiona Handayani (FH), Jurist Tan (JT) dan Ibrahim Arief (IA).
Harli menuturkan, pencekalan terhadap ketiga eks stafsus itu dilakukan lantaran mereka tidak hadir dalam panggilan pemeriksaan pertama yang telah dijadwalkan penyidik.
Mereka sejatinya akan diperiksa dalam dugaan korupsi pengadaan laptop chromebook.
"Sudah dijadwalkan bahwa tiga orang ini tidak hadir dalam pemeriksaan yang sudah dijadwalkan kemarin dan dua hari lalu," kata Harli saat dikonfirmasi, Jum'at (6/5/2025).
Oleh sebabnya, untuk mengantisipasi para stafsus itu tidak bersikap kooperatif saat dipanggil penyidik, maka pihaknya pun telah menerbitkan pencekalan terhadap ketiga orang tersebut.
Harli menjelaskan, bahwa penyidik telah menerbitkan pencekalan terhadap tiga orang itu sejak 4 Juni 2025 lalu.
"Oleh karenanya seperti yang sudah kami sampaikan penyidik mempertimbangkan untuk melakukan upaya cegah tangkal (cekal) terhadap yang bersangkutan itu sudah dilakukan per tanggal 4 Juni 2025," ucap Harli.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan tengah mengusut perkara dugaan korupsi pengadaan chromebook atau laptop dalam program digitalisasi di Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2019-2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan, bahwa penyidik telah meningkatkan status perkara tersebut dari penyelidikan ke penyidikan.
"Penyidik pada Jampidsus telah menaikkan status ke tahap penyidikan terkait penanganan perkara dugaan korupsi pada Kemendikbudristek dalam program digitalisasi pendidikan tahun 2019-2022," kata Harli dalam keteranganya, Senin (26/5/2025).
Hari menjelaskan, pengusutan kasus itu bermula pada tahun 2020 ketika Kemendikbudristek menyusun rencana pengadaan bantuan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) bagi satuan pendidikan mulai dari dasar hingga atas.
Hal itu bertujuan untuk pelaksanaan asesmen Kompetensi Minimal (AKM).
Padahal saat pengalaman uji coba pengadaan peralatan TIK berupa chromebook 2018-2019 hal itu tidak berjalan efektif karena kendala jaringan internet.
"Bahwa kondisi jaringan internet di Indonesia sampai saat ini diketahui belum merata, akibatnya penggunaan Chromebook sebagai sarana untuk melaksanakan kegiatan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) pada satuan pendidikan berjalan tidak efektif," katanya.
Berdasarkan pengalaman uji coba tersebut dan perbandingan beberapa operating system (OS), tim teknis yang mengurus pengadaan itu pun membuat kajian pertama dengan merekomendasikan penggunaan spesifikasi OS Windows.
Akan tetapi saat itu Kemendikbudristek justru malah mengganti spesifikasi pada kajian pertama itu dengan kajian baru dengan spesifikasi OS berbasis Chromebook.
"Diduga penggantian spesifikasi tersebut bukan berdasarkan atas kebutuhan yang sebenarnya," katanya.
Lebih jauh Harli menuturkan, bahwa diketahui Kemendikbudristek mendapat anggaran pendidikan total sebesar Rp Rp9.982.485.541.000 atau Rp 9,9 triliun 2019-2022.
Yang dimana jumlah tersebut diantaranya dialokasikan sebesar Rp3.582.607.852.000 atau Rp 3,5 triliun untuk pengadaan peralatan TIK atau chromebook tersebut dan untuk dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp6.399.877.689.000 atau Rp 6,3 triliun.
Atas dasar uraian peristiwa yang diperoleh dari keterangan saksi-saksi dan alat bukti lainnya, ditemukan adanya tindakan persekongkolan atau permufakatan jahat.
Yang dimana kata Harli hal itu dilakukan dengan cara mengarahkan kepada tim teknis yang baru agar dalam pengadaan TIK untuk menggunakan laptop dengan Operating System Chromebook dalam proses pengadaan barang dan jasa.
"Dan bukan atas dasar kebutuhan ketersediaan peralatan TIK yang akan digunakan dalam rangka pelaksanaan Asesment Kompetensi Minimal (AKM) serta kegiatan belajar mengajar," jelasnya.