Periksa Eks Staf Ahli Menaker, KPK Dalami Aliran Uang dalam Pemerasan TKA
kumparanNEWS June 16, 2025 04:40 PM
KPK memeriksa Staf Ahli Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Tahun 2008-2010, Muller Silalahi, dalam kasus dugaan korupsi penerbitan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kemnaker. Pemeriksaan dilakukan pada Senin (16/6).
“Didalami pengetahuannya terkait pemberian uang kepada tersangka,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo saat dihubungi, Senin (16/6).
Budi menjelaskan, Muller setelah pensiun dari Kemnaker bergabung dengan agen swasta.
“Pasca pensiun, yang bersangkutan gabung ke PT TM sebagai agen jasa pengurusan RPTKA,” ucap dia.
Diketahui, Muller datang memenuhi panggilan KPK pada pukul 08.56 WIB. Ia belum tampak keluar dari gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Belum ada keterangan yang disampaikan oleh Muller kepada wartawan.
Perbesar
Jubir KPK Budi Prasetyo di Kantor KPK, Jakarta, Senin (26/5). Foto: Thomas Bosco Foto: Thomas Bosco/kumparan
Adapun dalam kasus dugaan pemerasan ini, KPK telah menjerat sebanyak delapan orang sebagai tersangka. Mereka yakni:
Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker tahun 2020–2023, Suhartono.
Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2019–2024 dan Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker 2024–2025, Haryanto.
Direktur PPTKA tahun 2017–2019, Wisnu Pramono.
Direktur PPTKA tahun 2024–2025, Devi Angraeni.
Koordinator Analisis dan PPTKA tahun 2021–2025, Gatot Widiartono.
Petugas Hotline RPTKA 2019–2024 dan Verifikator Pengesahan RPTKA pada Direktorat PPTKA 2024–2025, Putri Citra Wahyoe.
Analis TU Direktorat PPTKA tahun 2019–2024 yang juga Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA tahun 2024–2025, Jamal Shodiqin.
Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker tahun 2018–2025, Alfa Eshad.
Dalam penyidikan kasus ini, KPK juga telah melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap delapan orang tersangka itu. Pencegahan tersebut mulai dilakukan sejak Rabu (4/6) lalu dan berlaku selama enam bulan ke depan.
Para tersangka itu diduga meminta sejumlah uang kepada para agen penyalur calon TKA. Permintaan uang itu agar izin kerja calon TKA bisa diterbitkan.
Total, dari 2019, para tersangka telah meraup uang hingga Rp 53,7 miliar. Uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka dan juga dibagi-bagikan kepada sejumlah pegawai di Kemnaker.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 e atau Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor.