Pieter C Zulkifli: Pendidikan dan Kesehatan Bukan Persoalan Teknis Belaka, Penentu Arah Masa Depan Bangsa
Chaerul Umam/Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat hukum dan politik, Pieter C Zulkifli menilai, Indonesia melupakan dua fondasi utama peradaban, yakni pendidikan dan kesehatan di tengah gemuruh politik yang tak kunjung reda.
Menurut dia, alih-alih memperkuat sistem yang mencerdaskan dan menyehatkan rakyat, negara justru sibuk mempertontonkan retorika tanpa arah.
Menurut Pieter, bangsa yang abai pada kecerdasan dan kesehatan rakyatnya akan terus menjadi penonton dalam panggung global.
Ironisnya, kata dia, saat negara lain berlomba mencetak ilmuwan dan memperluas akses layanan kesehatan, Indonesia malah sibuk berdebat soal subsidi UKT dan pemotongan beasiswa.
Menurut Pieter, ini bukan sekadar krisis anggaran, tapi krisis visi berbangsa.
"Tiga puluh lima tahun lalu, dunia nyaris tak melirik Tiongkok. Negara ini dianggap tertinggal, miskin, dan terlalu sibuk dengan urusan dalam negerinya. Namun hari ini, Tiongkok berdiri sebagai kekuatan ekonomi dan politik dunia," kata Pieter Zulkifli dalam keterangannya, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
Mantan Ketua Komisi III DPR ini menyatakan ketergantungan global terhadap manufaktur, teknologi, hingga lembaga pendidikan dan kesehatannya menjadi bukti bahwa kebangkitan peradaban bukan mitos jika dibangun dengan visi jangka panjang dan kebijakan yang konsisten.
"Bagaimana dengan Indonesia? Kita memiliki sumber daya alam melimpah, bonus demografi, dan letak geografis strategis. Namun kita belum beranjak jauh," ujarnya.
Menurutnya, sering kali terjebak dalam euforia pertumbuhan tanpa menata fondasi negara yang kokoh.
Dia mengatakan sejarah negara-negara maju selalu dimulai dari dua pilar utama, yaitu pendidikan yang mencerdaskan dan sistem kesehatan yang merata. Tanpa keduanya, pembangunan hanya akan menghasilkan ilusi kemajuan.
Pieter Zulkifli menyatakan Indonesia tidak kekurangan teknologi.
Jaringan 5G telah menjangkau berbagai wilayah, dan masyarakat di pelosok pun kini akrab dengan gawai dan media sosial.
Namun, kemajuan digital ini tidak serta-merta berbanding lurus dengan peningkatan kualitas pendidikan.
Dia menyebut anak-anak lebih fasih bermain TikTok daripada membaca buku.
"Ruang kelas yang seharusnya menjadi arena diskusi kini digantikan oleh perdebatan kosong di kolom komentar media sosial," ujarnya.
Pieter Zulkifli mengungkapkan yang lebih mengkhawatirkan, pendidikan tinggi kian menjauh dari rakyat.
Uang Kuliah Tunggal (UKT) di berbagai perguruan tinggi negeri melonjak tanpa kendali.
Pieter Zulkifli menegaskan kondisi di sektor kesehatan pun tak jauh berbeda.
Pelayanan medis yang layak hanya dapat diakses oleh mereka yang tinggal di kota-kota besar.
Di banyak wilayah, kata dia, puskesmas kekurangan tenaga, rumah sakit minim fasilitas, dan masyarakat hidup dalam ketidakpastian. Budaya perundungan dalam pendidikan kedokteran turut memperparah krisis ini.
"Dampak dari bully terhadap profesi dokter sangat berpengaruh pada kualitas pelayanan kesehatan, baik dari sisi etika, empati, maupun profesionalisme tenaga medis itu sendiri," ucapnya.
Pieter Zulkifli menekankan laporan berbagai lembaga internasional menunjukkan bahwa Indonesia masih tertinggal dalam indikator pendidikan dan kesehatan, bahkan dibandingkan dengan sejumlah negara tetangga di Asia Tenggara.
Dia mengatakan, hal ini bukan sekadar data statistik, tetapi peringatan serius bagi para pemegang kekuasaan.
"Pendidikan dan kesehatan bukan persoalan teknis belaka, melainkan penentu arah masa depan bangsa," katanya.
Pieter Zulkifli mengungkapkan Tiongkok tidak hanya menaklukkan dunia lewat produk murah dan infrastruktur megah. Mereka membangun pengaruh melalui sektor pendidikan.
Setiap tahun, ratusan ribu mahasiswa asing belajar di universitas-universitas Tiongkok. Beasiswa ditawarkan, fasilitas ditingkatkan, dan kurikulum disesuaikan dengan standar global.
Pieter menegaskan bila sekarang sudah saatnya Indonesia belajar dari Tiongkok, bukan untuk meniru bentuknya, tapi mengambil semangatnya.
"Bahwa negara yang besar, adalah negara yang mencerdaskan dan menyehatkan rakyatnya lebih dulu. Sebab dari sanalah, kekuatan sejati sebuah bangsa dimulai," katanya.