Bulan Muharram dalam Perspektif Hukum, Sosial dan Budaya
Gading Vansa Roidhatul June 19, 2025 05:20 PM
Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam kalender Hijriah dan memiliki banyak keutamaan serta amalan yang dianjurkan dalam Islam. Menyambut Muharram, umat Islam disunnahkan untuk memperbanyak ibadah, seperti puasa, dzikir, sedekah, dan amalan baik lainnya, serta merenungkan peristiwa penting dalam sejarah Islam, seperti hijrahnya Nabi Muhammad SAW. 
Mengutip dari laman baznas.go.id, Dalam agama Islam, Bulan Muharram menjadi salah satu bulan yang istimewa karena terdapat makna dan sejarah di dalamnya. Salah satu bukti bahwa Muharram merupakan bulan istimewa karena merupakan awal tahun baru hijriah dan 1 Muharram Adalah Hari Penting
Dalam sejarahnya, bulan Muharram merupakan salah satu diantara bulan-bulan yang mulia yang termasuk al-asyhur al-hurum atau bulan yang diharamkan untuk berperang.
Bahkan Rasulullah SAW memandang bulan Muharram sebagai bulan yang utama setelah bulan Ramadhan. Karena kemulian tersebut, maka umat Islam disunnahkan untuk berpuasa pada hari Asyura, atau menurut pendapat para ulama pada tanggal 10 Muharram. Selain itu, bulan Muharram memiliki keutamaan karena dipilih oleh Allah SWT sebagai momen pengampunan umat Islam dari dosa dan kesalahan yang pernah diperbuat.    
Terlebih lagi pada bulan Muharram memiliki keistimewaan karena menjadi awal tahun dalam kalender hijriah. Maka dari itu, umat Islam hendaknya mengetahui sejarah tahun baru Hijriah, yakni sejarah penanggalan atau penetapan kalender Islam yang diawali dengan 1 Muharram.
Perspektif Hukum Islam: Bulan Haram dan Amal Shalih
Dalam hukum Islam, Muharram termasuk dalam al-asyhur al-hurum sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram…” (QS. At-Taubah: 36)
Empat bulan haram itu adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Imam al-Syafi’i menjelaskan bahwa larangan berperang dalam bulan-bulan ini bersifat ta'zhim (pengagungan syariat Allah) dan menekankan pentingnya menjaga perdamaian serta memperbanyak ibadah seperti puasa dan sedekah (al-Umm, Jilid 1).
Secara khusus, Rasulullah ﷺ menganjurkan puasa pada tanggal 10 Muharram, dikenal sebagai Hari Asyura. Dalam sebuah hadits:
“Puasa pada hari Asyura, saya berharap kepada Allah agar menghapuskan dosa setahun sebelumnya.” (HR. Muslim, no. 1162)
Perspektif Sosial: Muharram sebagai Momentum Refleksi dan Kepedulian
Dalam masyarakat Muslim, bulan Muharram tidak hanya dimaknai secara ritual, tapi juga sosial. Banyak kegiatan sosial seperti santunan anak yatim, pengajian umum, dan kegiatan berbagi makanan diadakan untuk menumbuhkan nilai kepedulian sosial.
Lembaga-lembaga zakat dan masjid kerap menjadikan bulan ini sebagai momentum menggalang dana bantuan dan kegiatan sosial, mengingat semangat taubat, pengampunan, dan empati sangat ditekankan dalam bulan ini.
Selain itu, beberapa tradisi sosial juga muncul, seperti Majelis Asyura yang diadakan di berbagai pesantren, sebagai sarana menyampaikan nilai-nilai perjuangan, kesabaran, dan keteladanan dari para tokoh Islam di masa lampau.
Perspektif Budaya: Muharram dalam Tradisi Masyarakat Muslim
Secara budaya, Muharram memiliki kekayaan yang beragam di setiap daerah. Di Indonesia, terutama di daerah seperti Sumatera Barat, Yogyakarta, dan Banten, bulan ini sering diisi dengan tradisi Muharraman seperti:
Tabuik (Sumatera Barat): Tradisi memperingati wafatnya cucu Nabi, Husain bin Ali, dalam peristiwa Karbala. Meski berasal dari budaya Syiah, perayaan ini diadopsi dalam bentuk budaya lokal.
Grebeg Suro (Yogyakarta & Solo): Kegiatan budaya Jawa yang bersamaan dengan masuknya bulan Muharram (Suro dalam penanggalan Jawa), berupa kirab, doa bersama, dan tirakat.
Sedekah Muharram atau Menyantuni Anak Yatim: Berdasarkan sabda Rasulullah SAW, "Barangsiapa mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura, Allah akan mengangkat derajatnya" (HR. Abu Ya'la) walau sanadnya lemah, namun nilai sosialnya sangat dijunjung tinggi.
Budaya-budaya ini menjadi simbol sinkretisme antara nilai keislaman dan tradisi lokal yang mampu memperkuat identitas keagamaan sekaligus kebangsaan.
Muharram sebagai Jembatan Spiritualitas dan Sosial-Budaya
Bulan Muharram bukan sekadar peristiwa kalender, tetapi momentum spiritual dan sosial yang sangat penting bagi umat Islam. Ia merupakan bulan pengingat atas nilai-nilai syariat, penguatan ukhuwah sosial, serta pelestarian kearifan lokal yang berakar dari semangat keislaman. Memaknai Muharram secara holistik akan memperkuat jati diri umat sebagai pribadi yang taat, peduli, dan menjunjung nilai-nilai budaya luhur.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.