TRIBUNJATIM.COM - Kuasai sebanyak tiga lahan warga, anggota organisasi masyarakat (ormas) diduga mengantongi sampai Rp90 juta per bulan dari hasil menyewakannya.
Anggota ormas Forum Pemuda Madura Indonesia (FPMI) tersebut menyewakan bangunan di sekitar Pasar Keputran, Surabaya.
Tepatnya bangunan di Jalan Keputran, nomor 23, 34 dan 42, dan disewakan ke pedagang sayur.
Praktik ini diungkap Kapolsek Tegalsari, Kompol Rizki Santoso.
"3 bangunan yang dikuasai, disewakan oleh kelompok tersebut ke penjual sayur mayur," kata Rizki, saat dikonfirmasi, Rabu (18/6/2025).
"Sudah berjalan kurang lebih 6 bulan, dari Januari 2025," imbuhnya.
Selain itu, para pelaku juga membagi setiap bangunan yang dikuasainya tersebut menjadi beberapa bagian.
Dengan demikian, mereka bisa mendapatkan setoran sewa dari puluhan pedagang.
"Taksiran (keuntungan pelaku), kalau kita melihat dari TKP (tempat kejadian perkara) pertama, kedua, dan ketiga, paling kecil dijadikan enam kios kecil dan paling banyak 15," jelas dia.
"Kalau kita mengambil rata-ratanya, itu (harga sewa per kios) Rp3 jutaan, kurang lebih ada 30 kios," imbuhnya.
"Jadinya 30 dikali Rp3 juta, jadi ya sekitar 90 juta per bulan (pedapatanya)," rinci Rizki, melansir Kompas.com.
Lebih lanjut, kata Rizki, pemilik bangunan mengaku mendapatkan intimidasi dari para pelaku penguasaan lahan.
Oleh karena itu, korban meminta bantuan untuk mendapatkan lagi asetnya.
"Yang kami dengar dari masyarakat, pebuatan mereka (pelaku) bukan hanya mencuri, namun menguasai lahan. Dari penyampaiannya, semua resah terkait keberadaan dan perbuatan ini," ujarnya.
Rizki menyebut, total ada lima pelaku yang ditangkap dalam perkara dugaan penguasaan lahan dan pencurian tersebut.
Pihaknya pun menyegel bangunan korban agar tidak ditempati lagi.
Diberitakan sebelumnya, sebanyak lima orang preman yang mengaku anggota ormas ditangkap oleh aparat kepolisan.
Mereka diamankan setelah meduduki lahan orang lain di Surabaya dan menyewakannya.
Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Aris Purwanto mengatakan, kelima tersangka yang mengaku anggota FPMI dan sudah ditangkap adalah MS (45), M (41), B (25), AA (23), dan IZ (42),
"Karena pemiliknya (lahan) tidak ada di tempat, kemudian mereka memasang bendera FPMI itu kemudian disewakan ke orang lain," kata Aris, di Mapolrestabes Surabaya, Selasa (3/6/2025).
Aris mengungkapkan, kelima pelaku tersebut memiliki perannya masing-masing dalam kejahatan tersebut.
Salah satu tersangka, MS, memiliki ide dan bertugas mencari atau bangunan kosong.
"M yang melakukan pengambilan barang (di rumah korban). Dia juga melakukan pembongkaran dan menarik sewa dari lahan yang dikuasi tadi, uang hasil sewa diserahkan ke MS," ujarnya.
Kemudian, tersangka B, AA serta IZ, berperan untuk membantu M mengambil perabotan di dalam rumah korban.
Selain itu, ketiganya juga bertindak sebagai penjual sejumlah barang tersebut.
Para tersangka menerima uang sejumlah Rp1.250.000 dari hasil menjual perabotan rumah korbannya.
Di sisi lain, polisi masih belum mengetahui hasil yang diperoleh usai menyewakan.
"Pelaku menguasai bangunan dan mendirikan kios untuk disewakan kepada orang lain. Hasil sewa cukup lama ditarik beberapa juta, masih kita kembangkan (untuk total nominalnya)," jelasnya.
Akibat perbuatannya, kelima pelaku dijerat menggunakan beberapa pasal, yakni Pasal 363 KUHP, Pasal 170 KUHP, Pasal 385 KUHP, dan Pasal 167 KUHP.
Mereka terancam hukuman tujuh tahun penjara.
Aksi serupa juga dilakukan sekelompok preman berkedok ormas yang memungut pungutan liar (pungli) ke pedagang di Pasar Sentra Grosir Cikarang (SGC).
Diketahui, para preman berinisial J, CR, MRAM, RG, dan AR tersebut telah diamankan Polda Metro Jaya di Bekasi.
Mereka ditangkap atas dugaan pemerasan terhadap para pedagang disertai intimidasi bahkan kekerasan.
Sekelompok lima orang ini diketahui mengaku berasal dari ormas yang bernama Trinusa.
Penangkapan ini dibeberkan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra, dalam jumpa pers, Senin (26/5/2025).
"Melakukan penangkapan terhadap lima orang dari anggota ormas tersebut," kata Wira, dikutip dari Tribunnews.com.
Pasar SGC sendiri dikenal sebagai pasar malam yang aktif beroperasi mulai pukul 23.00 WIB hingga 05.00 WIB.
Berdasarkan temuan, polisi mengatakan, praktik pemerasan tersebut telah terjadi sejak tahun 2020 hingga 2025.
"Sekitar 150 pedagang berjualan setiap malam. Para pedagang mengaku merasa tertekan dan takut dengan keberadaan ormas tersebut," ungkap Wira.
Dari hasil pungli yang dilakukan selama lima tahun, ormas Trinusa disebut telah mengantongi uang mencapai Rp5,8 miliar dari para pedagang SGC.
Jumlah tersebut pun dibagi-bagi dengan porsi berbeda, sesuai dengan jabatan di organisasi.
Untuk Ketua Ormas bisa meraup Rp36-48 juta per bulan atau Rp2,1-2,8 miliar dalam lima tahun.
Sedangkan anak buahnya masing-masing bisa meraup Rp1,5-6 juta per bulan.
"Dalam pembagiannya, untuk ketua umum mendapatkan pembagian antara Rp1,2 juta sampai dengan Rp1,6 juta. Kemudian untuk pengurus dan anggota mendapatkan Rp50 ribu sampai dengan Rp200 ribu per hari," jelas Wira.
Masih menurut Wira, para pelaku bisa meraup jutaan rupiah hanya dalam waktu satu hari setiap kali melakukan pemerasan.
"Setiap kali melakukan kutipan dalam satu hari, rata-rata para pelaku mendapatkan uang antara Rp4 juta sampai Rp4,2 juta dalam satu hari," katanya.
Dalam pengungkapan kasus ini, polisi menyita sejumlah barang bukti.
Seperti enam seragam ormas, satu kaus, enam celana, satu buku catatan pembagian uang kutipan, serta bukti transfer kepada Ketua Umum dan anggota lainnya.
Polda Metro Jaya masih mendalami kasus ini.
Pihaknya tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka tambahan dalam kasus dugaan pemerasan berjemaah ini.