Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Perubahan iklim makin nyata dirasakan anak muda.
Hutan yang gundul, pola cuaca yang kian ekstrem, polusi udara, kenaikan permukaan air hingga sampah yang menggunung menjadi ancaman bagi kesejahteraan anak dan pemuda di masa depan.
Fikri (20) pemuda asal Semarang mengungkapkan, sejak pandemi covid-19 lalu, jumlah sampah rumah tangga terus meningkat.
Sampah seperti minyak jelantah yang tidak diolah dengan baik, bisa berdampak pada lingkungan serta kesehatan.
“Krisis di lingkungan ini benar-benar nyata. Bukan saat ini dirasakan tapi nanti setelah dewasa dampaknya,” tutur dia dalam kegiatan National Youth Capacity Enhancement (NYCE) di Bekasi, Selasa (17/6/2025).
Karena tertarik mengolah sampah rumah tangga, ia lalu bergabung dengan komunitas eco enzim.
Fikri bersama komunitas Ekoenzim Nusantara ini memanfaatkan sampah minyak jelantah untuk diolah dan dimanfaatkan menjadi lilin dan sabun.
“Saya ingin lebih banyak lagi anak muda yang bergerak bersama, memahami dan bergerak bahwa bumi kita sedang tidak baik,” kata Fikri.
Kepedulian terkait alam juga diungkapkan oleh Siti (22) anak muda asal Bogor.
Ia yang memiliki latar belakang sebagai mahasiswa teknologi informasi ini membuat sebuah website bank digital.
Sebuah sistem yang menghubungkan penghasil limbah dengan pengolah limbah
“Warga datang menyetor sampah nanti diberi uang. Di website itu ada jadwal penjemputan sampah berupa botol, kertas atau besi. Kalau sudah capai poin nanti bisa ditukar dengan reward,” ucap Siti.
Siti berharap upaya kecilnya ini menjadi inspirasi bagi anak muda lain untuk menjaga alam dari kerusakan.
Saat ini website yang dikembangkan ini sudah bisa diakses di lingkungan rumah dan kampusnya.
“Ayo bersama-sama, karena anak muda adalah agen perubahan,” ujar Siti.
Melihat potensi dari anak muda ini Senior Program Specialists ChildFund International di Indonesia Meinrad Indra Cahya mengatakan, Green Leaders for Our Well Being (GLOW) Ambassadors menjadi wadah anak muda menyuarakan keprihatinan dan solusi mereka terhadap kondisi lingkungan.
“Antusiasme orang muda di Indonesia terhadap aksi iklim sangat tinggi, terutama soal sampah,” tutur Meinrad.
Program tersebut melibatkan 107 remaja dan dewasa muda dari berbagai komunitas dari seluruh Indonesia.
Kegiatan berlangsung dari Februari – Juni 2025 dan ditutup dengan NYCE pada 16 – 18 Juni 2025.
Ditambahkan tim ChildFund lain Ivan Tagor Manik, dengan memanfaatkan bonus demografi yang ada, pihaknya bersama pemuda bisa membangun ketahanan dan keberlangsungan lingkungan lewat aksi nyata yang berbasis pengalaman lokal mereka.
“Kami bersama pemuda telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam aksi iklim. Ini menjadi bukti bahwa anak muda ketika diberi ruang dan kepercayaan mereka mampu mendorong perubahan yang berdampak luas,” ungkap dia.