TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita disebut izinkan impor gula kristal mentah kepada swasta tanpa didasarkan rapat koordinasi antara kementerian.
Adapun hal itu terungkap saat Jaksa Penuntut Umum membacakan surat dakwaan untuk terdakwa Toni Wijaya dalam perkara dugaan korupsi impor gula melibatkan Kementerian Perdagangan periode 2015-2016, PN Tipikor Jakarta, Kamis (19/6/2025).
"Terdakwa Tony Wijaya Ng selaku Direktur Utama PT Angels Products, bersama-sama dengan Eka Sapanca, Surianto, Indra Suryaningrat, Hansen Setiawan, Wisnu Hendraningrat, Hendrogiarto, Hans Falita Hutama," kata jaksa di persidangan.
Lanjut jaksa dalam rangka penugasan pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia atau PPI, Induk Koperasi Kartika atau Inkopkar, Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Inkopol.
"Mengajukan persetujuan impor Gula Kristal Mentah (GKM) kepada Thomas Trikasih Lembong dan Enggartiasto Lukita selaku Menteri Perdagangan Republik Indonesia yang diketahui persetujuan impor tersebut tanpa didasarkan rapat koordinasi antara kementerian," jelas penuntut umum.
Jaksa melanjutkan para terdakwa mengajukan persetujuan impor GKM kepada kepada Thomas Trikasih Lembong dan Enggartiasto Lukita selaku Menteri Perdagangan Republik Indonesia.
"Untuk diolah menjadi Gula Kristal Putih atau GKP padahal mengetahui perusahaan tersebut tidak berhak mengelola GKM menjadi GKP karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan gula rafinasi," imbuh jaksa.
Jaksa menilai perbuatan Tony Wijaya bersama Thomas Trikasih Lembong, Enggartiasto Lukita, Charles Sitorus, Then Surianto Eka Prasetyo, Hansen Setiawan, Indra Suryaningrat, Eka Sapanca, Wisnu Hendraningrat, Hendrogiarto A. Tiwow, Hans Falita Hutama memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
Disebutkan dalam perkara tersebut, para terdakwa melalui perusahaannya masing-masing memperkaya terdakwa Tony Wijaya Rp 150,8 miliar, Then Surianto Eka Prasetyo Rp 39,2 miliar, Hansen Setiawan Rp 41,3 miliar, Indra Suryaningrat Rp 77,2 miliar, Eka Sapanca Rp 32 miliar, Wisnu Hendraningrat Rp 60,9 miliar, Hendrogiarto Rp41,2 miliar, Hans Falita Rp 74,5 miliar dan Ali Sandjaja Rp47,8 miliar.
Atas perbuatannya, para terdakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.