TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Dugaan korupsi terkait kuota ibadah haji 2024 di era Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mulai diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Seperti diketahui, masalah kuota haji ini sebelumnya juga sempat dipersoalkan DPR.
Lembaga legislatif itu bahkan sampai membentuk Panitia Khusus (Pansus) Haji.
Saat ini, pengusutan kasus yang dilaporkan, salah satunya oleh Front Pemuda Anti Korupsi (FPAK) itu, masih masuk tahap penyelidikan.
"Ya benar (penyelidikan dugaan korupsi penentuan kuota haji di Kemenag)," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat dikonfirmasi, Kamis (19/6/2025).
Asep tak menjelaskan lebih lanjut soal penyelidikan yang memang dilaksanakan secara tertutup.
Namun, sejumlah pihak disebut telah dimintai keterangan dalam mendalami dugaan korupsi tersebut.
Mereka menilai terdapat kejanggalan dalam pembagian kuota haji tambahan.
“Hari ini saya bersama teman-teman mendatangi KPK untuk melaporkan Gus Yaqut,” kata Koordinator FPAK Rahman Hakim saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta pada 1 Agustus 2024 lalu.
Rahman mengaku menyebutkan sejumlah nama yang diduga terlibat dalam pengalihan kuota haji 2024.
Namun, ia tak bisa mengungkap nama-nama itu kepada wartawan.
Dia juga mengakui, pihak Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK menilai barang bukti dalam laporan yang disampaikan masih kurang.
“Kita masih kurang data, dari pihak KPK meminta agar dilengkapi lagi berkas-berkasnya agar mempermudah KPK untuk ke penyidikan selanjutnya,” kata Rahman.
Secara terpisah, Kompas.com sudah berupaya menghubungi Yaqut Cholil Qoumas terkait dugaan kasus korupsi kuota haji tersebut.
Namun, dia belum memberikan respons.
DPR bentuk pansus, tapi Yaqut mangkir
Masalah kuota haji sempat dipersoalkan oleh DPR periode sebelumnya.
Saat itu, DPR bahkan sempat membentuk Pansus Haji untuk mengusut masalah ini, termasuk beberapa masalah lain di dalam penyelenggaraan Haji 2024.
Hal ini bermula ketika Arab Saudi memberikan tambahan 20.000 kuota haji kepada Indonesia.
Saat itu, Kemenag mengklaim bahwa kuota dibagi 50:50 antara haji reguler dan haji khusus, atas perintah Arab Saudi.
Namun, anggota Pansus Haji Marwan Jafar mengaku mendapat informasi bahwa pemerintah Saudi tidak pernah mengatur soal pembagian kuota tersebut.
Marwan juga menilai dapur katering tidak sesuai standar dan menduga adanya praktik patgulipat antara pihak katering dan Kemenag yang merugikan jemaah.
Selain itu, persoalan lain yang muncul adalah dugaan adanya 3.503 jemaah haji khusus yang berangkat tanpa antre pada tahun lalu.
Padahal, mestinya mereka baru berangkat tahun 2031.
DPR pun menduga bahwa Kemenag lebih fokus pada keuntungan finansial, alih-alih penguatan pelayanan kepada jemaah.
Mendapati persoalan itu, DPR akhirnya membentuk Pansus Haji.
Namun, hingga beberapa kali pansus menggelar rapat untuk mendapatkan keterangan dari Gus Yaqut, ia selalu mangkir dari panggilan dengan berbagai alasan.
Pansus akhirnya membuat rekomendasi terkait evaluasi penyelenggaraan haji 2024.
Marwan mengklaim, ada banyak intervensi yang diterima Pansus pada saat menyusun laporan dan rekomendasi.
Intervensi itu disebut membuat laporan Pansus Haji tidak menuangkan secara lengkap dugaan-dugaan pelanggaran yang selama ini ditemukan dan ditelusuri dalam setiap rapat.
“Jadi, semalam sudah agak bagus, tiba-tiba tadi pagi berubah semua ternyata.
Setelah saya masuk itu kalimatnya banyak berubah dan poin-poin penting yang menjadi concern Pansus selama ini itu kehilangan substansi,” kata Marwan di Gedung DPR RI, pada 24 September 2024.
“Jadi, sangat dibuat sehalus mungkin.
Meskipun masih menyebut (perlu pelibatan) APH, tapi dibuat sehalus mungkin.
Sehingga, katakanlah tidak bisa ditangkap secara terang benderang oleh aparat penegak hukum,” ujarnya lagi. (*)