TRIBUNNEWS.COM - Keluarga Septia Adinda alias Dinda, salah satu dari tiga korban pembunuhan berantai Satria Juanda alias SJ (25), menyampaikan kecurigaannya tentang misteri pembunuhan berantai di Batang Anai, Padang Pariaman, Sumatera Barat.
Sang Paman, Donal, menilai jasad keponakannya ini tidak dimutilasi dengan parang, sesuai pengakuan pelaku.
Keluarga meyakini, jasad Dinda dimutilasi dengan menggunakan mesin pemotong khusus.
Kecurigaan keluarga ini muncul setelah melihat hasil identifikasi RS Bhayangkara tentang potongan jasad Dinda yang sangat rapi.
Bahkan, tidak terlihat ada kerusakan pada tulang korban.
“Melihat potongan tubuh yang sudah ditemukan itu, tidak mungkin pelaku memotongnya dengan parang,” kata Donal saat membantah kesaksian sementara pelaku, Jumat (20/6/2025) dilansir TribunPadang.
Menurutnya, parang tidak mungkin bisa memutus tulang serapi dan sebaik itu.
“Melihat latar belakang pelaku ini, saya curiga pemotongan dilakukan di pabrik tempanya bekerja,” ujar Donal.
Sebab, Donal meyakini pabrik tempat pelaku bekerja memiliki alat pemotong bata yang kuat dan bisa digunakan dengan mudah dan cepat.
Terlebih pelaku merupakan satpam dari pabrik tersebut, sehingga memiliki akses keluar masuk.
Sampai saat ini, polisi berhasil menemukan potongan tubuh milik Dinda sebanyak 6 dari 10 bagian.
Enam bagian yang sudah ditemukan itu diantaranya, kepala, tangan kiri, kaki kanan, badan dan sepasang paha, sejak hari Selasa (17/6/2025).
Pada Minggu (15/6/2025) pagi, Dinda seharusnya pergi bersama sang ibu ke Pariaman.
Dinda sudah sepakat untuk pergi bersama, namun sebuah panggilan telepon mengubah segalanya.
Ia tiba-tiba meminta izin untuk bertemu dengan seorang teman yang mengajaknya bertemu tak jauh dari rumah.
"Pakai lah baju ama lu, awak sabantanyo (Pakai saja pakaian mama dulu, saya pergi sebentar)," ucap Dinda, atau kepada ibunya, Wenni.
Dinda pun bergegas pergi dengan sepeda motornya, seperti biasa.
Sampai larut malam, Dinda tak balik ke rumah.
Ia bahkan mengingkari janjinya untuk pergi bersama sang ibunda.
Ayah Dinda, Dasrizal, merasa panik sebab Dinda adalah putrinya.
Berulang kali keluarga mencoba menghubungi Dinda, namun sejak pukul 22.00 WIB, telepon Dinda tak lagi berdering, sinyalnya mati.
"Sejak mengetahui itu, saya langsung mendatangi sejumlah rumah teman Dinda, namun tidak mendapat jawaban yang memuaskan," ujar Dasrizal.
Dua hari berlalu, Dinda belum juga kembali ke rumah.
Keluarga pun berusaha menenangkan diri dan terus mencarinya.
Namun, tiba-tiba sebuah kabar penemuan potongan tubuh manusia mulai viral di media massa pada Selasa (17/6/2025).
Sebuah firasat buruk pun menghantui keluarga Dinda.
Pada keesokan harinya, Rabu, pihak kepolisian menjemput keluarga Dinda ke rumah dan membawa mereka langsung ke RS Bhayangkara.
Polisi mengidentifikasi potongan tubuh itu mengerucut pada satu nama, Dinda.
"Di sana saya langsung yakin itu adalah anak saya. Melihat kumpulan potongan anggota tubuh tersebut," ujar Dasrizal.
Lalu Jumat (20/6/2025), keluarga menyiapkan tenda biru di halaman rumahnya.
Tangis Wenni dan keluarga pun pecah.
Sejak pagi, tim pendampingan psikologis dari Polda Sumbar telah hadir, berusaha menguatkan hatinya yang hancur.
Bagaimana tidak, putri semata wayangnya, kini kembali dalam kondisi yang tak terbayangkan.
Akhir pekan itu saat hendak ke Pariaman, adalah hari yang terkahir menyaksikan senyum anaknya.
"Dinda itu anak yang baik, periang, dan mandiri. Belum bisa rasanya saya melihat kepergian anak saya seperti pemberitaan di TV selama ini," ujar Wenni, suaranya bergetar di sela isak tangis.
Kisah Dinda adalah pukulan telak bagi keluarga dan masyarakat Lakuak.
(Galuh widya Wardani)(TribunPadang.com/Panji Rahmat)