IHSG Anjlok, Rencana Iran Tutup Selat Hormuz Jadi Penyebabnya
kumparanBISNIS June 23, 2025 11:20 AM
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terjun ke zona merah pada awal perdagangan Senin (23/6). IHSG tercatat dibuka melemah 90,572 poin atau 1,31 persen ke level 6.816,566.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual, menyebut ketegangan di kawasan Timur Tengah khususnya Iran-Israel telah memicu kekhawatiran pasar terhadap kelangsungan suplai energi global.
“Masih terkait konflik Timur Tengah. Ada ancaman Iran untuk memblokade Selat Hormuz. Jika terjadi ada kemungkinan harga minyak bisa melonjak di atas USD 100 per barel,” ujar David kepada kumparan, Senin (23/6).
Sementara dari sisi domestik, menurut David, tidak ada banyak sentimen yang mampu menopang pasar. “Domestik masih minim sentimen,” ujarnya singkat.
David memperkirakan IHSG masih akan berada dalam tekanan selama sepekan ke depan. “Masih cenderung tertekan karena sentimen eksternal, sementara risk off dulu,” tambahnya.
Dalam kondisi pasar yang tertekan akibat gejolak eksternal, David menyarankan investor untuk mengalihkan perhatian ke saham-saham dengan karakteristik defensif.
Dia menilai sektor-sektor seperti saham pertumbuhan (growth stock), emiten yang rutin membagikan dividen (dividen play), serta sektor konsumsi dan infrastruktur yang sudah memiliki valuasi menarik, dapat menjadi pilihan yang lebih stabil di tengah ketidakpastian pasar.
Senada, Ekonom dan Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menilai pelemahan IHSG tidak lepas dari efek domino ketegangan Israel-Iran yang memicu lonjakan harga minyak dunia.
“Konflik di kawasan Timur Tengah yang semakin intensi ini kan mempengaruhi kenaikan harga minyak dunia dan harga minyak dunia ini kan merupakan energi utama, kebutuhan pokok yang menjadi kebutuhan pokok bagi negara-negara advance ekonomi, khususnya Amerika Serikat (AS),” jelas Nafan kepada kumparan, Senin (23/6).
Layar digital menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (8/4/2025).  Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Layar digital menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (8/4/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Menurutnya, kenaikan harga minyak akibat konflik dapat berdampak pada inflasi di negara-negara besar dan mempersulit langkah Bank Sentral AS, The Fed dalam pengendalian suku bunga. Selain itu, Nafan juga menggarisbawahi pentingnya posisi Selat Hormuz sebagai jalur vital pengiriman minyak dunia.
“Israel kesulitan membobardir fasilitas nuklir strategis punya Iran tentunya kan Iran juga membalas melalui penutupan Selat Hormuz. Ini merupakan choke point terdekat Iran secara geografis,” katanya.
Jika ketegangan terus meningkat, harga minyak dunia akan berpotensi kembali melonjak tajam. Nafan juga menyoroti bahwa risiko geopolitik ini akan menjadi perhatian serius bagi otoritas moneter global.
Di dalam negeri, menurut Nafan, Bank Indonesia (BI) juga cenderung akan lebih berhati-hati dalam menerapkan kebijakan makroprudensial untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Dari sisi teknikal, Nafan menjelaskan IHSG saat ini sedang berada dalam fase konsolidasi bearish.
“Secara teknikal, IHSG terus berada dalam fase bearish consolidation didukung Stochastics K_D dan RSI yang masih negative, sehingga pola double top semakin terlihat dengan jelas,” jelas dia.
Nafan memprediksi dinamika konflik antara Iran dan Israel, termasuk keterlibatan AS, bakal menjadi pemicu utama volatilitas di pasar saham Indonesia sepanjang perdagangan 23-26 Juni 2025.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.