TIMESINDONESIA, JAKARTA – Indonesia merupakan salah satu produsen rumput laut terbesar di dunia. Pada tahun 2022, Indonesia menempati posisi kedua di dunia dalam produksi rumput laut, dengan total produksi sekitar 11,3 juta ton basah (KKP, 2022). Rumput laut mempunyai potensi besar untuk memperkuat ekonomi biru yang berkelanjutan.
Keberhasilan budi daya rumput laut di Indonesia didukung oleh beberapa faktor, di antaranya adalah kondisi iklim tropis yang cocok dan luasnya kawasan pesisir yang mampu mendukung kegiatan budi daya rumput laut dalam skala besar dan kecil.
Namun, pengembangan sektor rumput laut di Indonesia juga masih menghadapi sejumlah tantangan yang menghambat optimalisasi potensi tersebut. Forum untuk berbagi pembelajaran dan sinergi antar pemangku kepentingan menjadi hal yang penting untuk mencari solusi bersama.
Mendukung hal tersebut, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) bersama Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Nusa Tenggara Timur melalui Program Koralestari menggagas diskusi dan seminar dengan tema ‘Sinergi Budi Daya Rumput Laut Berkelanjutan dan Pelestarian Terumbu Karang” yang digelar di Bali, pada tanggal 11-12 Juni 2025. Forum ini mempertemukan perwakilan pemerintah, peneliti, akademisi, LSM, dan praktisi di bidang rumput laut.
Budi daya rumput laut, terumbu karang, padang lamun, mangrove, dan aktivitas wisata laut berada dalam satu ekosistem yang saling terhubung. Tekanan dari aktivitas manusia sejak lama, seperti pembangunan pesisir, penangkapan ikan yang merusak, dan aktivitas pariwisata yang tidak berkelanjutan, berdampak pada pertumbuhan rumput laut dan kesehatan terumbu karang. Sangat penting untuk mengembangkan rumput laut secara berkelanjutan. Dengan kata lain, proses produksi atau budi daya rumput laut harus memperhatikan aspek ekologi untuk menjamin keberlanjutan produksi.
“Padang lamun, mangrove, terumbu karang adalah satu habitat vital di pesisir. Keberadaannya penting demi kelangsungan hidup rumput laut. Pada praktiknya masih banyak pembudidaya rumput laut yang belum tahu akan hal ini, dan cenderung menghilangkannya. Penting untuk terus mengedukasi kepada para pembudidaya rumput laut untuk melestarikan tiga ekosistem ini,” terang Kepala BKKPN Kupang Imam Fauzi.
Imam menambahkan bahwa ada pembelajaran baik yang dilakukan oleh YKAN bersama mitra di Desa Oelolot dan Desa Mbueain di Kabupaten Rote Ndao. “Di sana pembudidaya rumput laut didampingi dan diberikan pemahaman untuk tetap menjaga padang lamun, mangrove, dan terumbu karang. Ternyata dengan mempertahankan keberadaan tiga ekosistem ini, menjadikan proses berkembang biak rumput laut bisa lebih cepat dan hasil yang didapat menjadi maksimal,” imbuh Imam.
Ketersediaan bibit dengan kualitas baik, juga akan mendukung keberlanjutan budi daya rumput laut. “Bibit rumput laut perlu disediakan dengan mempertimbangkan aspek geografis dan potensi wilayah setempat.
Seminar ‘Sinergi Budi Daya Rumput Laut Berkelanjutan dan Pelestarian Terumbu Karang” yang digelar di Bali, pada tanggal 12 Juni 2025. Forum ini mempertemukan perwakilan pemerintah, peneliti, akademisi, LSM, dan praktisi di bidang rumput laut. (Foto: Nugroho Arif Prabowo/YKAN)
Untuk menjamin ketersediaan bibit rumput laut, perlu dibuat kebun bibit. Metodenya bisa dilakukan dengan pemilihan bibit dari hasil panen sebanyak maksimal 20% untuk dijadikan sumber bibit. Pemanfaatan kultur jaringan juga bisa dilakukan sebagai salah satu metode pembibitan, serta penggunaan spora untuk pengembangan bibit generatif,” terang Petrus Rani Pong Masak, peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Dengan adanya kebun bibit juga akan membantu ketersediaan bibit rumput laut, tidak hanya saat kondisi normal, namun juga saat kondisi darurat, seperti bencana alam. “Setelah Badai Seroja di tahun 2021, terjadi kelangkaan bibit rumput laut. Namun kami bersyukur, kebun bibit yang kami kembangkan bersama YKAN dapat membantu mengatasi kelangkaan bibit rumput laut di desa-desa sekitar kami,” kata Albert Dethan dari Yayasan Pelita Kasih, Desa Oelolot, Kabupaten Rote Ndao.
Pada kesempatan tersebut juga mengemuka masalah pada budi daya rumput laut, yaitu penyakit. Contohnya adalah penyakit ice-ice. “Penyebab primer penyakit rumput laut adalah lingkungan yang tidak mendukung. Biasanya ini terkait pencahayaan berlebih, suhu, salinitas, dan arus. Untuk penyebab sekundernya, bisa dari infeksi mikroorganisme atau pencemaran lainnya yang menyebabkan rumput laut stres,” jelas Wilson Lodewyk Tisera, akademisi dari Universitas Kristen Artha Wacana Kupang.
Wilson menambahkan bahwa upaya untuk mengatasinya bisa lewat bermacam cara, seperti rotasi lokasi budi daya untuk memutus siklus penyakit, uji coba varietas rumput laut baru yang lebih tahan terhadap penyakit, serta pencatatan dan evaluasi kalender musim secara berkala untuk memahami pola dan waktu terbaik dalam budi daya serta pencegahan penyakit.
Aspek sains yang dikolaborasikan dengan pengalaman empiris di lapangan juga berkontribusi pada keberlanjutan budi daya rumput laut. Terkait hal ini, YKAN telah mengembangkan Best Management Practices (BMP), sebuah metode budi daya rumput laut yang mengintegrasikan bermacam cabang sains. Konsep ini dikembangkan bersama para pembudidaya, peneliti, serta mitra terkait lainnya, dengan demplot di Desa Oelolot dan Desa Mbueain di Kabupaten Rote Ndao.
“BMP ini merupakan konsep menyeluruh budi daya rumput laut berkelanjutan melalui pemodelan kebun bibit, pemilihan bibit unggul, pemilihan lokasi budi daya ramah lingkungan, pembuatan penjemuran pasca panen sesuai Standar Nasional Indonesia juga membantu menghubungkan produk rumput laut dengan pasar yang peduli dengan lingkungan. Model ini juga telah direplikasi di desa-desa dampingan kami di Kabupaten Rote Ndao dan Kabupaten Sabu Raijua,” terang Manajer Program Laut Sawu YKAN Muhammad Zia Ul Haq.
Kelompok perempuan pembudidaya rumput laut di Desa Oelolot, Kabupaten Rote Ndao. (Foto: Nugroho Arif Prabowo/YKAN)
Pada pelaksanaannya, YKAN juga melakukan peningkatan kapasitas kepada lembaga ekonomi masyarakat serta kelompok perempuan. Peningkatan kapasitas pada pembudidaya perempuan menjadi hal penting dikarenakan pada praktik budi daya rumput laut perempuan terlibat dari hulu ke hilir. Dari mulai proses pembibitan, budi daya, pengolahan, distribusi, hingga pemasaran. Mereka tidak hanya berkontribusi secara teknis tetapi juga dari sisi kreativitas dan kelembagaan.
”Di banyak desa di Provinsi Nusa Tenggara Timur, para pembudidaya rumput laut mayoritas adalah perempuan. Keberlanjutan budi daya rumput laut banyak bergantung pada para perempuan. Untuk itu kami menjalin kolaborasi dengan lembaga-lembaga seperti YKAN untuk mendukung peningkatan kapasitas para perempuan, misalnya dengan mengolah rumput laut menjadi produk makanan dan minuman seperti kue kering atau sirup. Tak kalah penting adalah menambah muatan konservasi di dalamnya,” terang Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur Sulastri Rasyid.
Ini juga dikuatkan oleh Maria Gigih Setiarti, dari Sambung Asa yang juga banyak mendampingi pembudidaya rumput laut di Indonesia. “Kontribusi perempuan sering tidak tercatat dan kurang publikasi. Padahal peran perempuan pada budi daya rumput laut sangat penting. Untuk itu penyebarluasan informasi kisah-kisah inspiratif para perempuan yang berkecimpung di bidang rumput laut harus diperbanyak. Hal ini bisa menjadi inspirasi dan tambahan semangat bagi para perempuan lain,” kata Maria.
Pengembangan budi daya rumput laut tak bisa dipisahkan dari inovasi teknologi, untuk memberikan nilai tambah. Inovasi pengolahan rumput laut menjadi berbagai produk bernilai tinggi dari pangan, obat-obatan, pertanian, hingga kerajinan perlu terus ditingkatkan. Untuk itu peran swasta juga amat diperlukan.
“Diversifikasi produk berbasis rumput laut lokal penting untuk memperkuat kemandirian ekonomi daerah. Produk-produk olahan tersebut berpotensi dikembangkan sesuai kebutuhan pasar dan daya dukung lingkungan. Kolaborasi dengan sektor swasta sangat dimungkinkan. Di sini perlunya dukungan kebijakan dan regulasi sehingga rumput laut dapat berkembang menjadi industri yang strategis,” kata Boedi Sardjana Julianto, Direktur PT Jaringan Sumber Daya yang mewakili sektor swasta pada pertemuan tersebut.
Keberlanjutan sektor rumput laut di Indonesia akan terwujud bila didukung oleh hulu yang kuat, ekosistem yang solid, serta kolaborasi multipihak yang baik antara pemerintah, swasta, akademisi, LSM, dan masyarakat. “YKAN mendukung kolaborasi antar pemangku kepentingan pada sektor rumput laut di Indonesia. Dengan sinergi yang lebih baik, diharapkan pengembangan industri rumput laut dapat berjalan secara berkelanjutan, untuk mendukung kesejahteraan masyarakat, dan menjaga keberlanjutan ekosistem laut secara bersamaan,” pungkas Manajer Senior Ekonomi Biru YKAN Kiki Anggraini.