TIMESINDONESIA, JAKARTA – Di tengah pesatnya arus informasi dan digitalisasi, kesadaran hukum di kalangan anak muda menjadi isu penting yang sering kali terabaikan. Padahal, pemahaman dasar tentang hukum bukan hanya milik mahasiswa hukum atau profesional saja, melainkan hak dan kebutuhan seluruh warga negara termasuk generasi muda.
“Generasi milenial dihadapkan pada berbagai tantangan dalam menumbuhkan kesadaran hukum, mulai dari minimnya pendidikan hukum hingga lemahnya pengawasan dari aparat penegak hukum,” ucap Valicha Anggun Eka Putriana, Mahasiswi UIN Jakarta yang juga anggota PMII kepada TIMES Indonesia, Selasa (24/6/2025).
Wanita jurusan Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Tata Negara (HTN) ini menekankan pentingnya peran milenial dalam memahami dan menaati hukum di tengah derasnya arus informasi di era digital.
Menurutnya, kepatuhan terhadap hukum dipengaruhi oleh faktor internal seperti pola pikir dan latar belakang pendidikan, serta faktor eksternal seperti lingkungan sosial yang membentuk perilaku individu.
“Karena itu, kesadaran hukum sendiri menjadi elemen utama dalam mewujudkan tatanan masyarakat yang tertib dan adil, serta menjadi landasan bagi kemajuan jangka panjang,” kata Valicha.
“Melek hukum bukan hanya sekedar tahu pasal-pasal dalam undang-undang saja, tetapi kita juga harus tau tentang memahami hak dan kewajiban, seperti dalam bersikap jika kita menghadapi ketidakadilan, serta kritis terhadap kebijakan publik yang menyangkut kehidupan bersama,” sambungnya.
Ia mengungkapkan, anak muda yang paham hukum akan lebih siap terlibat dalam perubahan sosial, serta tidak mudah terjebak dalam misinformasi atau manipulasi hukum.
“Sayangnya, penyuluhan hukum yang sederhana dan menjangkau semua kalangan masih belum tersedia secara luas. Banyak anak muda merasa hukum itu rumit, membosankan, bahkan tidak relevan dengan kehidupan mereka,” ungkapnya.
Ia menerangkan pentingnya memahami aturan hukum karena dari hal-hal kecil seperti membuat konten di media sosial hingga berkendara di jalan raya, semua terikat aturan hukum. “Penting untuk memasukkan materi hukum secara kontekstual dalam pendidikan formal,” terangnya.
Selain itu, lanjut Valicha, peran media sosial juga bisa digunakan sebagai wadah edukasi hukum yang lebih ringan, menarik secara visual, dan dekat dengan realitas sehari-hari baik berupa podcast hukum, video pendek edukatif, atau forum diskusi daring, bisa menjadi cara efektif menggugah kesadaran kritis anak muda.
“Anak muda yang melek hukum akan lebih percaya diri dalam menyuarakan pendapatnya, baik dalam dunia maya maupun ruang publik. Mereka juga bisa menjadi agen perubahan mengawasi jalannya hukum, menyampaikan kritik yang membangun, dan terlibat dalam pembuatan kebijakan,” lanjutnya.
Valicha menegaskan, membangun generasi melek hukum bukan sekadar tugas negara, tetapi juga tanggung jawab bersama baik orang tua, guru, media, dan komunitas serta pihak terkait lainnya, karena masa depan demokrasi sangat bergantung pada kualitas pemahaman hukum generasi penerusnya.
“Kesadaran hukum merupakan cara masyarakat untuk memahami dan merespon aturan yang mengatur tindakan dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Dengan itu peran dari generasi muda sangat penting dalam membentuk pola pikir yang taat hukum, terutama melalui pendidikan dan penegakan aturan yang konsisten,” tegasnya.
Valicha yang juga terlibat aktif di Himpunan Mahasiswa Program Studi ini menekankan pentingnya membangun kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam membangun budaya hukum, sehingga meminimalisir kesenjangan antara aturan hukum dan perilaku masyarakat.
“Dengan sosialisasi yang tepat dan kepedulian bersama, hukum bisa menjadi alat yang adil dan dipercaya untuk menciptakan masyarakat yang tertib dan berkeadilan,” tandasnya.