TRIBUNNEWS.COM, BEKASI - Badan Pengkajian (BP) MPR RI mulai menggerakkan dua tim perumus Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Sebelumnya, dua tim perumus PPHN ini, yakni Tim Perumus I dan Tim Perumus II, resmi dibentuk dalam Rapat Pleno pada 26 Mei 2025 lalu. Kedua tim tersebut kemudian menggelar rapat perdana secara serentak di kawasan Jatisampurna, Kota Bekasi, Rabu (25/6/2025).
Rapat perdana ini menjadi langkah awal dalam menyusun arah strategis dan kerangka hukum terhadap pembentukan PPHN ke depan. Tim I bertugas melakukan kajian atas bentuk hukum PPHN, sementara Tim II fokus pada perumusan substansi atau isi dari haluan negara tersebut.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh Pimpinan dan anggota BP MPR RI, yang tersebar di dua Tim Perumus itu. Di Tim I hadir Pimpinan BP yakni, Benny K Harman serta anggota BP, antara lain, Firman Subagyo, IGN Kesuma Kelakan, Hanan A. Rozak, Hinca Panjaitan, Dedi Iskandar Batubara, Amelia Anggraini, Maria Goreti, Ida Fauziyah, Iqbal Romzi, Adrianus Asia Sidot, dan Hilmy Muhammad.
Sementara itu, rapat Tim II dipimpin oleh Pimpinan BP MPR Andreas Hugo Pareira dan Tifatul Sembiring. Mereka didampingi oleh sejumlah anggota BP MPR lainnya seperti TB Hasanuddin, I Wayan Sudirta, Al Muzzamil Yusuf, Hasan Basri Agus, Sumail Abdullah, Sigit Purnomo, Guntur Sasono, dan Denty Eka Widi Pratiwi.
Turut hadir dalam rapat tersebut Kepala Biro Pengkajian Konstitusi Sekretariat Jenderal MPR RI, Heri Herawan, beserta jajaran pejabat dan staf Biro Pengkajian Konstitusi sebagai bagian dari dukungan administratif dan teknis.
Bahas Kompilasi Pandangan Para Akar
Dalam sambutannya, Ketua BP MPR RI Andreas Hugo Pareira menekankan bahwa rapat perdana ini adalah tindak lanjut langsung dari keputusan Rapat Pleno BP MPR yang membentuk dua tim perumus PPHN.
Andreas menyebut bahwa kedua tim telah dibekali materi awal berupa dokumen komprehensif yang merupakan hasil kompilasi dari berbagai pandangan dan masukan para pakar.
"Materi ini lumayan tebal. Ini merupakan kompilasi dari pendapat para pakar yang diperoleh melalui Focus Group Discussion (FGD) dan uji sahih yang dilaksanakan oleh Kelompok I sampai V BP MPR RI," ujar Andreas.
Ia menjelaskan bahwa dokumen tersebut mencakup berbagai pandangan kritis dan konstruktif mengenai bentuk hukum yang ideal untuk PPHN serta batasan dan isi subtansi haluan negara dalam konteks kebutuhan jangka panjang pembangunan nasional.
Menurut Andreas, masukan-masukan dari para ahli tersebut akan menjadi landasan penting dalam proses perumusan yang dilakukan kedua tim. Ia juga menekankan pentingnya kerja efektif dan tenggat waktu yang telah ditentukan.
"Saya berharap tugas tim ini bisa diselesaikan paling lambat tanggal 21 Juli 2025, untuk mendapatkan kesepakatan dan pengesahan dalam pleno Badan Pengkajian. Dengan begitu, kita dapat melaporkannya kepada Pimpinan MPR, untuk selanjutnya bisa dibahas dalam Rapat Gabungan MPR," ungkap Andreas.
Menuju Penetapan Formal
Andreas menjelaskan bahwa setelah hasil kerja dua tim tersebut dilaporkan kepada Pimpinan MPR, artinya tugas Badan Pengkajian mengenai PPHN paling tidak sudah selesai setengah jalan.
"Kalau Pimpinan MPR setuju dan dibawa ke Rapat Gabungan MPR, kemudian diputuskan dalam rapat Paripurna MPR, nanti akan muncul sebuah ketetapan" tandasnya.
PPHN merupakan gagasan yang terus dibahas oleh MPR RI sebagai alternatif arah pembangunan jangka panjang, yang tidak bergantung pada siklus lima tahunan pemilu. Haluan negara ini diharapkan dapat menjadi panduan lintas pemerintahan dalam merancang kebijakan pembangunan nasional yang berkesinambungan.
Pembahasan mengenai bentuk hukum PPHN juga menjadi salah satu isu krusial, karena menyangkut kedudukan dan keberlakuannya secara konstitusional. Sejauh ini, wacana yang berkembang mencakup kemungkinan PPHN dituangkan dalam bentuk Ketetapan MPR, Undang-Undang, atau masuk dalam UUD (konstitusi) yang memiliki kekuatan tetap dan mengikat.
Kedua tim perumus yang tengah bekerja saat ini diharapkan dapat merumuskan konsep yang tidak hanya matang secara substansi, tetapi juga kuat secara konstitusional dan mampu menjawab kebutuhan jangka panjang pembangunan bangsa.(*)