TRIBUNNEWS.COM - Hasil temuan Badan Intelijen Amerika Serikat (AS) menyimpulkan bahwa program nuklir Iran tetap utuh dan terus berjalan.
Padahal situs nuklir Iran menjadi sasaran sejumlah serangan udara dalam beberapa pekan terakhir.
Penilaian tersebut merujuk pada informasi intelijen terkini yang dilaporkan kepada pejabat keamanan nasional Amerika Serikat, sebagaimana diberitakan Al Jazeera, Rabu (25/6/2025).
Para pejabat menyatakan tidak ada fasilitas utama nuklir Iran yang berhasil dihancurkan dalam serangan-serangan tersebut.
Laporan intelijen yang dikutip CNN menyebutkan bahwa serangan tersebut tidak berdampak besar pada program nuklir Iran.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun serangan udara cukup masif, dampaknya terhadap program nuklir Teheran masih terbatas.
Sejumlah pejabat Israel yang dikutip The Jerusalem Post menyebut situs nuklir seperti Natanz dan Fordow turut terdampak dalam serangan Amerika Serikat ke Iran.
Laporan intelijen AS menyebut tidak ada kerusakan serius pada kedua fasilitas tersebut.
Pada Minggu (22/6/2025), serangkaian ledakan besar terdengar di Isfahan, lokasi yang selama ini dikaitkan dengan program nuklir utama Iran
Pihak berwenang Iran menyatakan bahwa ledakan tersebut hanya mengenai sistem pertahanan dan tidak menyentuh area nuklir.
Ketegangan meningkat sejak serangan udara Israel ke Damaskus pada April lalu yang menewaskan sejumlah pejabat tinggi Korps Garda Revolusi Iran (IRGC).
Iran membalas dengan meluncurkan ratusan rudal dan drone ke Israel, yang memicu reaksi tambahan dari koalisi Barat.
Meski begitu, laporan intelijen AS ini menandakan bahwa, di balik konfrontasi militer terbuka, kemampuan Iran untuk mengembangkan program nuklir tetap menjadi tantangan besar bagi diplomasi dan keamanan regional.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani, dalam pernyataan pers menanggapi laporan ini dengan menyebut tuduhan AS sebagai “narasi keliru untuk menjustifikasi agresi terhadap Iran.”
Ia menegaskan “semua fasilitas nuklir Iran tetap dalam pengawasan IAEA dan digunakan untuk tujuan damai.”
Sementara itu, pejabat senior AS mengatakan Iran masih mempertahankan kemampuan untuk meningkatkan level pengayaan uranium hingga mendekati tingkat senjata, jika dinilai perlu.
Belum ada indikasi Iran secara aktif mencoba membangun senjata nuklir.
Laporan ini muncul di tengah kebuntuan diplomasi nuklir antara Iran dan negara-negara Eropa yang tergabung dalam kesepakatan JCPOA (Joint Comprehensive Plan of Action).
Sejak AS keluar dari perjanjian pada 2018 dan Iran mulai melanggar batasan pengayaan, upaya untuk merundingkan kesepakatan baru terus menemui jalan buntu.
“Serangan udara tak akan cukup untuk menghentikan kemajuan nuklir Iran. Tanpa pendekatan diplomatik dan pengawasan internasional yang kuat, ancaman ini akan terus tumbuh,” kata Kelsey Davenport, Direktur Nonproliferasi di Arms Control Association, seperti dikutip Al Jazeera.
( Andari Wulan Nugrahani)