Menyambut 1 Muharram di Bondowoso dengan Kegiatan Spiritual Berbalut Budaya
GH News June 27, 2025 06:04 PM

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 H disambut hangat dan khidmat oleh masyarakat Bondowoso, Jawa Timur. Sejumlah tradisi turun-temurun kembali digelar dengan semangat kebersamaan dan nilai spiritual yang kental. Mulai dari pawai obor, selamatan bubur suro, hingga ritual memandikan keris pusaka.

Ribuan warga dari berbagai kalangan memadati jalanan dan tempat ibadah, untuk melaksanakan berbagai prosesi budaya yang telah lama menjadi bagian dari identitas religius masyarakat Bondowoso, Kamis (26/6/2025) malam. 

Pada malam 1 Muharram 1447 H, Bondowoso dipenuhi cahaya obor. Lebih dari seribu warga, termasuk pelajar, santri, dan tokoh masyarakat, mengikuti pawai obor yang dimulai dari Kompleks Makam Ki Ronggo hingga Pendopo Kabupaten.

Kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Bondowoso itu diawali dengan ziarah dan doa di makam tokoh besar Bondowoso, Ki Ronggo. 

Usai berziarah, Bupati Bondowoso Abdul Hamid Wahid secara simbolis menyalakan obor pertama yang kemudian diikuti peserta lain, menciptakan lautan cahaya yang bergerak perlahan menyusuri kota.

Tak hanya itu, prosesi pawai tahun ini juga disertai dengan pelepasan ayam, yang dimaknai sebagai lambang melepaskan beban, kesedihan, dan kesalahan di masa lalu.

"Pelepasan ayam adalah simbol spiritual. Kita tinggalkan segala hal buruk di tahun lalu, dan buka lembaran baru dengan harapan dan niat yang lebih baik," jelas Moelyadi, Kepala Disparbudpora Bondowoso.

Acara ini menjadi refleksi bersama akan pentingnya memulai tahun baru Islam dengan hati yang bersih dan niat yang kuat untuk memperbaiki diri dan lingkungan sekitar.

Selamatan Bubur Suro

Sementara itu, di hampir setiap rumah warga Bondowoso, digelar tradisi Tajin Sorah atau selamatan bubur suro. Bubur berwarna putih dengan aneka lauk sederhana seperti kacang tanah, irisan tempe, telur gulung, wortel, hingga opor ayam, dimasak dan dibagikan kepada tetangga serta dibawa ke masjid atau musala.

Usai salat Maghrib, warga berbondong-bondong membawa bungkusan bubur ke tempat ibadah sebagai bentuk rasa syukur dan doa menyambut tahun baru. 

Sebagian lainnya terlebih dahulu menggelar doa bersama di rumah, khususnya untuk mengenang dan mendoakan keluarga yang telah wafat.

Sundari, warga Desa Sumberanyar Kecamatan Maesan mengatakan, bahwa tradisi ini telah dilakukan secara turun-temurun.

"Biasanya kami juga saling bertukar bubur dengan tetangga. Ini bagian dari mempererat silaturahmi," ujarnya, Jumat (27/6/2025). 

Ia menambahkan bahwa kisah bubur suro dipercaya berasal dari masa Nabi Nuh AS, yang setelah selamat dari banjir besar, mengolah sisa bahan makanan menjadi bubur sebagai bentuk rasa syukur.

“Bubur ini bukan sekadar makanan, tapi ada pesan sejarah dan spiritual di dalamnya,” tambahnya.

Selain itu, para pecinta benda pusaka di Bondowoso juga turut menyambut 1 Muharram dengan memandikan keris-keris warisan leluhur. 

Tradisi ini bukan sekadar perawatan fisik benda, melainkan juga bentuk penghormatan terhadap warisan budaya dan nilai-nilai adiluhung yang terkandung dalam pusaka tersebut.

Tradisi-tradisi ini menegaskan bahwa masyarakat Bondowoso tidak hanya menjaga warisan budaya, namun juga menjadikan 1 Muharram sebagai momentum hijrah, meninggalkan keburukan dan melangkah menuju kehidupan yang lebih baik.(*)

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.