Hal-hal yang Mungkin Berubah di Pemilu Buntut Putusan MK
GH News June 28, 2025 09:03 AM
-

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah atau lokal. Putusan ini memungkinkan adanya beberapa perubahan dalam pelaksanaan pemilihan umum nantinya.

Gugatan ini diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengajukan pengujian sejumlah pasal dalam Undang-Undang Pemilu dan UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). Perludem meminta agar Pemilu untuk tingkat nasional dipisah dan diberi jarak 2 tahun dengan Pemilu tingkat daerah.

Gugatan tersebut teregister dengan nomor perkara 135/PUU-XXII/2024. Perludem mengajukan gugatan terhadap Pasal 1 ayat (1), Pasal 167 ayat (3), Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) serta Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.

MK mengabulkan permohonan gugatan tersebut. MK mengusulkan pemungutan suara nasional dipisah dan diberi jarak paling lama 2 tahun 6 bulan dengan pemilihan tingkat daerah.

"Menyatakan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai, 'Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden'," ujar Ketua MK Suhartoyo mengucapkan amar putusan, Kamis (26/6).

Lalu apa saja yang kemungkinan berubah? simak di halaman berikutnya

Tak Ada Lagi Coblosan 5 Kotak Suara

Ilustrasi Bilik Suara

Putusan ini membuat kita harus mengucapkan selamat tinggal kepada pemilihan umum lima kotak suara. Pemilu dengan lima kotak suara digelar pada Pemilu Serentak 2024 pada 14 Februari 2024. Pemilih saat itu menerima lima surat suara sekaligus.

Kelima surat suara itu terdiri dari sejumlah fungsi pemilihan umum yang berbeda mulai dari memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, anggota DPD RI, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota. Pemilihan lima kotak suara ini dilaksanakan dalam satu hari.

Aturan surat suara Pemilu 2024 ini juga tertuang dalam paragraf 3 tentang Surat Suara dalam PKPU Nomor 14 Tahun 2023. Ada lima jenis surat suara berlatar putih dengan lima warna penanda yang berbeda sesuai fungsinya.

Warna abu-abu merupakan surat suara untuk pemilu presiden dan wakil presiden, warna merah untuk pemilu DPD, warna kuning untuk pemilu anggota DPR, warna biru untuk pemilu anggota DPRD provinsi dan warna hijau untuk surat suara pemilu anggota DPRD kabupaten/kota.

Pemilu lima surat suara ini juga terhitung rumit karena adanya perbedaan ukuran dari masing-masing surat suara. Bayangkan, dalam kotak suara yang berukuran 60 cm x 40 cm, pemilih menerima lima surat suara dengan ukuran yang berbeda-beda.

Ukuran kertas surat suara pemilu untuk presiden dan wakil presiden dengan tiga pasangan calon memiliki ukuran 33 x 31 cm. Lalu surat suara untuk pemilu anggota DPR dengan jumlah 1-6 calon menggunakan ukuran 52 x 82 cm. Surat suara untuk pemilu anggota DPR dengan jumlah 7-10 calon menggunakan ukuran 52 x 82 cm.

Ukuran surat suara untuk pemilu DPD juga telah diatur sedemikian rupa, Surat suara yang memuat paling banyak 60 calon berukuran 54 x 82 cm. Ukuran yang sama juga berlaku untuk surat suara pemilu anggota DPRD provinsi.

Perubahan Pelaksanaan Pilkada Berikutnya

Ilustrasi TPS Pemilu

Dalam putusan ini, MK juga memutuskan pemilu daerah dilaksanakan serentak paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan setelah pemilu nasional.

Dalam salah satu keputusannya, MK tidak akan menentukan secara spesifik jarak waktu pemilu nasional dan pemilu daerah akan diselenggarakan. Namun, MK berpendapat jarak waktu tersebut tidak dapat dilepaskan dari penentuan waktu yang selalu berkelindan dengan hal-hal teknis semua tahapan penyelenggaraan Pemilu.

Dengan demikian, MK menentukan pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden/Wakil Presiden harus digelar berjarak dengan pemilihan umum anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota, gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota. Adapun MK berpendapat jarak tersebut paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden. Amat putusan berkaitan dengan jarak pemilu tersebut disampaikan oleh Ketua MK Suhartoyo pada sidang yang digelar Kamis (26/6) kemarin.

"'Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden'," kata Suhartoyo membacakan amar putusan.

Dengan demikian, keputusan MK ini membuka peluang Pilkada atau pemilu daerah berlangsung pada 2031 mendatang atau 2 tahun setelah pemilu nasional 2029.

Sebagai informasi, pemilu nasional untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, dan anggota DPD sebelumnya digelar pada 2024 yang lalu. Maka, pemilu selanjutnya akan digelar kembali 5 tahun mendatang atau pada 2029.

Jabatan Anggota DPRD Diperpanjang

Komisioner KPU Idham Holik

Komisioner KPU Idham Holik merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemilu nasional dipisah dengan pemilu daerah (pilkada) dan harus berjeda 2-2,5 tahun. Idham meyakini jabatan anggota DPRD yang terpilih pada 2024 berpotensi diperpanjang hingga 2031.

Ia awalnya membeberkan undang-undang yang berkaitan dengan amar putusan MK tersebut. Ia menyebut terkait masa jabatan DPRD tercantum pada UU no 23 tahun 2014 Pasal 102 ayat (4) dan Pasal 155 ayat (4).

Berikut isinya:

UU No. 23 Tahun 2014

Pasal 102
(4) Masa jabatan anggota DPRD provinsi adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota DPRD provinsi yang baru mengucapkan sumpah/janji.

Pasal 155

(4) Masa jabatan anggota DPRD kabupaten/kota adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota DPRD kabupaten/kota yang baru mengucapkan sumpah/janji.

Ia lantas menggarisbawahi frasa pada kedua pasal di atas yakni 'berakhir pada saat anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota yang baru mengucapkan sumpah/janji'. Dengan adanya frasa pada pasal itu, Idham meyakini jabatan para anggota DPRD terpilih di 2024 aka diperpanjang.

"Jadi dengan adanya pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal sebagaimana Putusan MK No. 135/PUU-XXII/2024, dimana Pemilu Lokal dilaksanakan paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan pasca pelantikan DPR RI dan DPD RI atau presiden dan wakil presiden terpilih hasil Pemilu nasional pada 2029, maka masa jabatan anggota DPRD berpotensi diperpanjang, karena pemilu lokal baru akan menghasilkan anggota DPRD terpilih pada 2031," ucap Idham saat dihubungi, Jumat (27/6/2025).

Namun demikian, ia meyakini perihal perpanjangan jabatan para anggota DPRD akan dibahas lebih lanjut oleh para pembuat Undang-Undang. Ia meminta semua pihak menunggu UU Pemilu yang baru.

"Kita tunggu perubahan UU terkait. Saya yakin Pembentuk UU (DPR dan Pemerintah) akan melakukan perubahan UU Pemilu. Kita tunggu UU Pemilu yang baru," ucap dia.

"Berdasarkan Pasal 10 UU No. 12 Tahun 2011, pembentuk undang-undang (DPR atau Presiden) wajib menindaklanjutinya. Semoga pembahasan rancangan perubahan UU Pemilu dan Pilkada dapat memungkinkan KPU memiliki waktu yang cukup untuk melakukan sosialisasi pasca RUU Pemilu dan Pilkada disahkan.Selain itu juga memungkinkan waktu yang cukup bagi KPU menyusun peraturan teknis penyelenggaraan pemilu nasional dan lokal," lanjut dia.


© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.