Sidang Kasus Impor Gula: Tom Lembong Jadi Saksi untuk Terdakwa Eks Direktur PPI
kumparanNEWS June 30, 2025 12:40 PM
Eks Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi importasi gula, dengan terdakwa eks Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), Charles Sitorus, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/6).
Dalam perkara gula itu, Tom Lembong juga merupakan terdakwa yang dijerat bersama dengan Charles Sitorus. Namun, perkaranya disidangkan secara terpisah.
Hari ini, Tom Lembong dijadwalkan menjalani sidang pemeriksaan sebagai terdakwa. Namun, dia terlebih dahulu bersaksi dalam sidang Charles Sitorus.
Dalam pantauan di lokasi, Tom Lembong tiba di ruang persidangan sekitar pukul 10.29 WIB. Ia tampak mengenakan kemeja lengan panjang berwarna biru.
Perbesar
Eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, jelang diperiksa sebagai saksi kasus dugaan importasi gula, dengan terdakwa eks Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, Charles Sitorus, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/6/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Saat memasuki ruang persidangan, Tom juga terlihat didampingi oleh salah satu penasihat hukumnya, Zaid Mushafi. Tom pun mengaku siap untuk menjalani pemeriksaannya sebagai saksi.
"Siap, siap [menjalani pemeriksaan]," kata Tom kepada wartawan jelang persidangan, Senin (30/6).
Persidangan kemudian dibuka sekitar pukul 10.42 WIB oleh Ketua Majelis Hakim, Dennie Arsan Fatrika. Hakim Dennie pun meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Tom Lembong di hadapan persidangan.
"Saksi atas nama Thomas Trikasih Lembong," ucap jaksa.
Selanjutnya, Hakim Dennie memeriksa identitas Tom Lembong. Tom juga menyatakan mengenali Charles Sitorus, namun tidak memiliki hubungan keluarga.
Sebelum diperiksa, Tom Lembong kemudian mengambil sumpah sesuai agamanya untuk menjadi saksi dalam perkara Charles Sitorus tersebut.
Kasus Importasi Gula
Dalam perkara ini, Charles Sitorus telah didakwa melakukan korupsi importasi gula. Perbuatan itu disebut turut merugikan keuangan negara hingga Rp 578,1 miliar.
Charles didakwa bersama-sama dengan Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan RI periode 2015–2016. Dalam dakwaannya, jaksa menyebut bahwa Charles melakukan kerja sama pengadaan gula kristal putih (GKP) dengan sembilan petinggi perusahaan gula swasta.
Mereka adalah Tony Wijaya Ng (Direktur Utama PT Angels Products), Then Surianto Eka Prasetyo (Direktur PT Makassar Tene), Hansen Setiawan (Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya), Indra Suryaningrat (Direktur Utama PT Medan Sugar Industry), Eka Sapanca (Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama), Wisnu Hendraningrat (Presiden Direktur PT Andalan Furnindo), Hendrogiarto W. Tiwow (Direktur PT Duta Sugar International), Hans Falita Hutama (Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur), serta Ali Sandjaja Boedidarmo (Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas).
Adapun sembilan bos perusahaan gula swasta itu mulai menjalani sidang perdana 'gelombang II' kasus dugaan korupsi importasi gula pada Kamis (19/6) lalu.
Dalam sidang itu, juga muncul nama Mendag RI 2016–2019, Enggartiasto Lukita. Dalam dakwaan terbaru, Enggartiasto disebut sebagai pihak yang turut serta melakukan perbuatan korupsi bersama Tom Lembong.
Jaksa menyebut kerugian negara dalam kasus ini adalah sebesar Rp 578.105.411.622,47 [Rp 578,1 miliar]. Merujuk pada perhitungan dari BPKP.
Pihak Tom Lembong membantah dakwaan korupsi yang disusun jaksa. Kuasa Hukum Tom Lembong, Ari Yusuf, menilai kliennya dipaksa bertanggung jawab oleh jaksa.
"Bahkan dalam dakwaan, terdakwa Thomas Trikasih Lembong dipaksa untuk bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain," kata Ari Yusuf saat membacakan nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/3).
"Hal ini menunjukkan jaksa penuntut umum sesungguhnya telah error in persona dalam perkara ini," imbuhnya.
Ari menyebut, kasus korupsi yang menjerat kliennya sebagai tersangka terkesan dipaksakan oleh Kejaksaan Agung.
"Kasus ini jelas-jelas dipaksakan untuk menjerat terdakwa secara sewenang-wenang karena pasal-pasal dalam undang-undang yang dituduhkan untuk menjerat terdakwa tidak ada sama sekali yang terkait dengan Undang-Undang Tipikor, sebagaimana lex specialis," ungkapnya.
"Tetapi, terkait dengan undang-undang yang lain yang bukan menjadi kompetensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk mengadilinya," beber dia.
Sementara Enggartiasto Lukita belum berkomentar mengenai penyebutan namanya dalam dakwaan.