Walkot Tri Soal Dugaan Malapraktik di RSUD Bekasi: Investigasi RS, Minta IDI Cek
kumparanNEWS June 30, 2025 02:20 PM
Wali Kota Bekasi Tri Adhianto menyatakan sudah melakukan investigasi terkait dugaan malpraktik yang menimpa pasien Ratih Raynada (30) di RSUD Kota Bekasi.
Kasus ini menjadi sorotan setelah Ratih mengaku mengalami lumpuh total pascaoperasi caesar yang dijalaninya pada September 2024.
“Saya sudah terima laporan dari masyarakat dan langsung lakukan investigasi ke RSUD. Kami telah bertemu dengan manajemen rumah sakit untuk menggali informasi lebih dalam,” ujar Tri kepada wartawan, Senin (30/6).
Tri menegaskan, pemerintah memiliki tanggung jawab terhadap pemulihan pasien. Ia mendorong RSUD untuk memberikan fasilitas rehabilitasi sebaik mungkin agar pasien bisa kembali pulih dan beraktivitas.
“Saya sudah minta laporan lengkap terkait kondisi medisnya. Bahkan, saya juga minta IDI (Ikatan Dokter Indonesia) untuk meninjau kembali proses pengobatannya. Secara umum, prosedur yang dilakukan sudah sesuai SOP, tapi aspek komunikasi rumah sakit dengan keluarga pasien perlu diperbaiki,” katanya.
Tri berharap, ke depan tidak ada lagi miskomunikasi antara pihak rumah sakit dan keluarga pasien. Ia mendorong adanya keterbukaan mengenai kondisi pasien sejak awal pengobatan hingga tahap pascaoperasi.
“Yang penting ada transparansi. Kalau memang ada kekeliruan, kita harus akui dan perbaiki. Tapi kalau prosedurnya benar, tentu harus dijelaskan secara utuh agar tidak ada salah paham,” katanya.
RSUD Kota Bekasi Bantah Lakukan Malapraktik
Sementara itu, Direktur RSUD Kota Bekasi, dr. Kusnanto Saidi, MARS., menyanggah tudingan malapraktik yang ditujukan kepada rumah sakitnya. Ia menegaskan, tindakan medis yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku.
“Pasien baru kembali kontrol ke rumah sakit pada Desember 2024, sekitar tiga bulan setelah operasi. Selama itu tidak ada laporan keluhan yang disampaikan ke kami,” jelas Kusnanto.
Ia menambahkan, pihak rumah sakit telah bertemu dengan keluarga pasien. Namun ia menyebut permintaan keluarga terlalu tinggi.
“Ayah pasien ingin anaknya sembuh total, tapi kita ini bukan Tuhan. Kami sudah berusaha maksimal sesuai keahlian dan kapasitas kami,” tuturnya.
Perbesar
Direktur RSUD Kota Bekasi, dr. Kusnanto Saidi, MARS. Foto: Dok. Istimewa
Komitmen Evaluasi dan Transparansi
Kusnanto menyebut pihaknya akan mengumpulkan data medis lengkap, termasuk dari dokter yang terlibat, dan segera menggelar konferensi pers.
“Kalau memang perlu dievaluasi, kami siap. Tapi semua harus dilihat secara obyektif,” tutupnya.
Cerita Ratih
Ratih mengatakan, datang ke rumah sakit dalam kondisi baik dan normal.
Saat menjalani operasi itu, ia mengaku biusnya tak bekerja. Ia masih merasakan sakit, termasuk saat pembedahan dilakukan.
“Awalnya saya masih bisa jalan sendiri, bahkan pas ke rumah sakit pun jalan kaki. Tapi saat operasi itu, saya masih sadar dan merasakan sakit saat disuntik bius. Saya teriak-teriak karena sakitnya luar biasa, tapi dokter hanya bilang ‘angkat kaki’,” kata Ratih menceritakan kondisinya sambil terbaring.
Ratih mengaku anaknya lahir dengan normal, meski ia merasakan sakit yang cukup berat selama proses operasi itu.
Setelah menjalani operasi, hari itu Ratih masih merasa berat pada tubuhnya. Dokter saat itu menyebut hal itu hal normal pascaoperasi.
Setelah operasi, Ratih merasakan tubuhnya tak kunjung pulih dari efek bius. Bahkan beberapa bulan kemudian, ia kemudian mendatangi rumah sakit itu untuk mengecek keadaannya.
Dokter mendiagnosis bahwa tulang belakangnya mengalami kerusakan dan menyarankan pemasangan pen logam.
“Saya kaget waktu dibilang tulangnya busuk dan harus dipasang pen. Kalau tidak, saya disebut akan lumpuh total. Karena takut, akhirnya saya pasrah dioperasi lagi,” katanya.
Perbesar
Ratih (30), ibu empat anak yang lumpuh diduga akibat malpraktik medis di RSUD Bekasi. Foto: Dok. Istimewa
Operasi pemasangan pen tulang belakang pun dilakukan. Alih-alih membaik, kondisinya semakin menurun. Rasa sakit menyebar ke seluruh tubuh, bahkan untuk duduk pun sulit dilakukan.
Ratih mengaku sudah konsultasi dengan dokter. Menurutnya, dokternya yang menanganinya tidak hanya satu sehingga hal itu membingungkannya.
“Dokternya beda-beda. Yang operasi bukan yang kontrol, yang kontrol bukan yang pasang pen. Saya bingung mau konsultasi ke siapa. Pernah mau tanya ke dokter yang megang, tapi katanya konsultasi ke dokter lain. Semuanya jadi enggak jelas,” ujar Ratih.
Menurut keluarga, diagnosis yang diberikan oleh pihak rumah sakit kerap berubah-ubah. Mulai dari dugaan TB tulang, saraf terputus, hingga gula darah tinggi. Namun tak ada kepastian satu pun yang menjelaskan kenapa Ratih lumpuh usai operasi caesar.
“Awalnya cuma kaki yang sakit. Tapi setelah dipasang pen, seluruh badan saya sakit. Awalnya masih bisa duduk, sekarang miring saja sakit. Rumah sakit seperti main tebak-tebakan diagnosis,” kata Ratih.