Gubernur Lemhannas: Efek Psikologis Konflik Iran dan Israel Mempengaruhi Geoekonomi Dunia
Eko Sutriyanto June 30, 2025 07:32 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Lemhannas RI TB Ace Hasan Syadzily membuka sambutannya dalam acara Gebyar Wawasan Kebangsaan 2025 dengan pernyataan bahwa kondisi geopolitik global tidak sedang baik-baik saja. 

Saat ini, dunia hidup dalam lanskap geopolitik yang ditandai dengan ketidakpastian atau era Volatile (tidak stabil), Uncertain (tidak pasti), Complex (kompleks, dan Ambiguous (ambigu) (VUCA).

Bahkan saat ini, kata dia, dunia mengarah kepada era BANI atsu Brittle (rapuh), Anxious (cemas), Nonlinear (tidak linear), dan Incomperehensible (sulit dipahami).

Selain itu, lanjut dia, berbagai konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia misalnya perang Rusia-Ukraina yang hingga saat ini belum berputar ke titik yang menggembirakan, ketegangan di timur-tengah akibat perang Palestina-Israel, dan terakhir perang Iran-Israel yang melibatkan negara adidaya Amerika.

Kondisi global tersebut, ungkapnya, menunjukkan dinamika geopolitik global telah berkelindan dan mempengaruhi berbagai dimensi di setiap negara termasuk Indonesia di dalamnya.

Dinamika itu, ujarnya, akan mempengaruhi terhadap bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya maupun pertahanan keamanan kita. 

Di bidang ekonomi, kata dia, bentuk geopolitik ini telah mengakibatkan perlambatan ekonomi dunia yant disebabkan karena terganggunya rantai pasok global serta krisis bahan pokok yang berdampak pada penurunan perdagangan internasional, kenaikan harga dan inflasi serta ketidakstabilan pasar keuangan.

Konflik yang terjadi di Iran dan Israel yang juga kemarin melibatkan negara adidaya seperti Amerika ternyata sangat berpengaruh terhadap naik turunnya harga energi dunia.

"Walaupun saat ini kita sudah kembali pada penurunan harga tetapi pelajaran yang dapat kita ambil bahwa efek psikologis dari ketegangan antar negara itu pasti akan berpengaruh terhadap geoekonomi dunia," kata Ace di Ruang Dwi Warna Gedung Pancagatra Lemhannas RI Jakarta pada Senin (30/6/2025).

Fragmentasi ekonomi global yang ada saat ini, kata dia, pada akhirnya berdampak pada kondisi dunia dan sosial, budaya global. 

Ia mencontohkan misalnya pada sekalian jatuhnya IHSG beberapa waktu lalu.

"Demikian pula misalnya dengan larinya beberapa investasi dan betulnya investasi itu menimbulkan dampak terhadap daya tahan ekonomi kita. Kondisi ini pada akhirnya tentu akan mempersulit kehidupan masyarakat di negara kita," ucapnya.

Menurutnya, seluruh tantangan geopolitik dan geoekonomi termasuk krisis iklim, pandemi global, misinformasi digital membutuhkan daya tahan sistemik.

Menurutnya, melalui daya tahan sistemik, Indonesia akan mampu mencapai Indonesia Temas 2045.

Daya tahan sistemik atau resiliensi bangsa ini akan dapat dicapai dengan memupuk integritas dan nilai-nilai kebangsaan yang bersumber pada platform konsensus bangsa. Yaitu Pancasila, UUD 45, NKRI dan sesanti Bhinneka Tunggal Ika," ucapnya.

Selain itu, ia juga menekankan pentingnya  kemandirian, karakter dan jati diri dalam menghadapi situasi ketidakpastian global yang saat ini terjadi.

"Tanpa adanya kemandirian, kita akan menjadi bangsa yang rentan dan bisa menyebabkan kehilangan kendali atas arah pembangunan bangsa Indonesia," pungkasnya.

Dalam acara itu, terdapat tiga tokoh yang dihadirkan sebagai pembicara.

Mereka adalah Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf, mantan Menko Perekonomian Chairul Tanjung, dan ekonom Raden Pardede.

Ketiganya berbicara dalam perspektif masing-masing menyangkut tema acara yakni Membangun Kemandirian Bangsa di Tengah Ketidakpastian Geopolitik Global. 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.