TRIBUNNEWS.COM - Analis komunikasi politik Hendri Satrio menyoroti perihal mengapa surat tuntutan pemakzulan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka tak kunjung dibacakan di DPR.
Menurutnya, pembacaan surat tersebut menunggu momentum yang tepat.
Apalagi, kata Hendri Satrio, para anggota dewan adalah orang politik yang notabene memiliki orientasi terhadap kepentingan dan/atau kekuasaan.
Hal ini disampaikan Hensa, sapaan akrab Hendri Satrio, dalam tayangan Satgas Kelitik yang diunggah di kanal YouTube tvOneNews, Kamis (3/7/2025).
"Saya ingin membahas kenapa tidak dibacakan surat Mas Gibran itu di DPR," kata Hendri.
"DPR itu kan lembaga politik ya. Banyak sekali orang-orang politik. Bukan banyak sekali, semua anggota DPR itu adalah orang-orang politik," jelasnya,
"Dan orang-orang politik ini berpikirnya dua hal. Kalau enggak kepentingan ya kekuasaan," tambahnya.
"Nah, mungkin mereka menunggu momentum yang tepat untuk membacakan surat apa usulan-surat atau surat-usulan pemakzulan Gibran ini," imbuhnya.
Hendri Satrio juga menyebut, ada kemungkinan pemakzulan anak sulung Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dijadikan sebagai alat tawar-menawar.
"Jadi, mereka tunggu momentum juga sebagai penguasa. Mungkin ini dijadikan hak tawar juga atau alat tawar-menawar supaya wapres ini mengikuti Pak Prabowo," papar Hensa.
"Mungkin pada saatnya tiba, ini bisa digunakan untuk justru alat untuk memakzulkan beneran gitu," tambahnya.
"Jadi, ditunggu aja nih momennya oleh para politisi di DPR," lanjutnya.
"Begitu momennya dapat, ini saatnya kita makzulkan Gibran, dimakzulkan gitu," terang Hendri Satrio.
Siapa yang Bakal Gantikan Gibran
Founder Lembaga Survei KedaiKOPI ini juga menyebut faktor lain yang melatarbelakangi tak kunjung diprosesnya surat pemakzulan Gibran di DPR.
Yakni, para anggota DPR akan kebingungan menentukan siapa yang akan menggantikan Gibran menjadi wakil presiden RI.
"Tapi kan sebetulnya ada hal lain. Para politisi yang ada di DPR yang wakil-wakil partai politik itu kan pasti kepikiran lah kalau Gibran dimakzulkan, siapa yang akan menggantikan Gibran?" papar Hensa.
"Nah, itu juga mungkin kenapa suratnya enggak buru-buru dibacakan," katanya.
Menurut Hendri Satrio, menentukan pengganti Gibran jelas akan menjadi hal yang tak mudah.
Sebab, nantinya akan ada kemungkinan partai-partai merasa saling cemburu, mengapa kandidatnya tidak dipilih sebagai pengganti Gibran.
"Karena kan harus ada follow up. Kalau Gibran dimakzulkan, nah itu tadi, siapa yang akan menggantikan Gibran?" ujarnya.
"Apakah orang dari salah satu partai politik? Kalau salah satu dari partai politik, partai politik lain ini setuju atau tidak?" tambahnya.
"Misalnya diambil dari partai politik A atau partai politik warna merah, nanti yang biru sama hijau, 'Kok kenapa dia yang jadi wapresnya?'" jelas Hensa.
"Atau misalnya dipilih yang warna kuning, nanti yang warna putih, warna biru, warna merah ngomel juga kenapa dari warna kuning," katanya.
"Sampai keputusan itu putus, maksudnya ada kesepakatan siapa yang akan menjadi wapres bila Gibran dimakzulkan, saya rasa surat itu enggak akan pernah dibacakan," jelasnya.
"Jadi emang ini menunggu momentum," tandas Hendri Satrio.
Kata Ketua DPR RI Puan Maharani
Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan, hingga kini pimpinan DPR RI belum menerima surat pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari jabatan Wakil Presiden RI (Wapres) yang dilayangkan oleh Forum Purnawirawan TNI.
Belum diterimanya surat tersebut lantaran, kata dia, masa sidang DPR RI baru saja dibuka pada Selasa (24/6/2025) lalu setelah DPR menjalani masa reses.
"Surat belum kita terima karena baru hari Selasa dibuka masa sidangnya, masih banyak surat yang menumpuk," kata Puan saat jumpa pers di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/7/2025), dilansir Tribunnews.com.
Meski begitu, Puan memastikan pimpinan DPR RI bakal membaca dan memproses surat tersebut apabila nantinya sudah diterima.
Dengan begitu, sejauh ini dapat dipastikan kalau surat yang dilayangkan oleh Forum Purnawirawan TNI masih berada di Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI.
"Namun nanti kalau sudah diterima tentu saja kita akan baca dan kita akan proses sesuai dengan mekanismenya," kata dia.
Mantan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) tersebut lantas memberikan alasan soal belum diterimanya juga surat tersebut meski sudah dilayangkan sejak jauh hari.
Kata Puan, surat memang sudah diterima oleh Setjen DPR sejak masa reses di pertengahan Juni kemarin, namun, DPR RI baru sekitar sepekan memasuki masa persidangan.
"Ya (surat dikirim) dalam masa reses, tapi kan dibukanya baru Selasa lalu masa sidangnya dan surat yang ada masih banyak sekali," tandas dia.
(Rizki A./Rizki Sandi Saputra)