Pendapatan Wahyu Kini Rp 5 Juta Sehari, Dulunya Cuma Modal Rp 100 Ribu dan Pekarangan Rumahnya
Mujib Anwar July 06, 2025 10:30 PM

TRIBUNJATIM.COM - Mencari rejeki dan uang bisa dengan berbagai cara, seperti yang dilakukan Wahyu.

Wahyu (25) pemuda asal Desa Suka Mulya, Kecamatan Semendawai Suku III, Kabupaten OKU Timur ini membuktikan bahwa inovasi dan ketekunan bisa menjadi jalan keluar dari keterbatasan ekonomi.

Hanya memanfaatkan pekarangan rumah dan uang modal Rp 100 ribu, Wahyu bisa menemukan banyak uang.

Sudah dua tahun terakhir Wahyu menekuni budidaya ikan lele di pekarangan rumahnya.

Ia memulai dengan peralatan sederhana dan modal yang tidak besar.

Bibit lele ia beli seharga Rp100 per ekor, lalu ditempatkan di sepuluh petak keramba hasil rakitan tangan sendiri, masing-masing berkapasitas seribu ekor.

“Awalnya coba-coba. Tapi karena hasilnya lumayan, saya teruskan,” ujarnya sambil menunjukkan keramba-keramba yang terpasang rapi di sisi rumah, Sabtu (05/07/2025).

Air keramba sebagian besar bersumber dari air hujan yang ditampung, sementara sumur bor menjadi cadangan saat musim kering.

Dalam waktu dua bulan, satu keramba bisa menghasilkan sekitar 100 kilogram lele.

Dengan harga jual rata-rata Rp17 ribu per kilogram, potensi pendapatan kotor dari satu keramba bisa mencapai Rp1,7 juta.

Namun perjalanan Wahyu bukan tanpa tantangan.

Biaya pakan menjadi pengeluaran terbesar.

Setiap sak pakan seberat 30 kilogram dibanderol Rp360 ribu, dan dalam satu siklus pembesaran, satu keramba bisa menghabiskan tiga hingga empat sak.

“Kalau dihitung-hitung, bersihnya paling sekitar Rp400 sampai Rp500 ribu per keramba. Kalau panen semua, bisa dapat Rp4 sampai Rp5 juta,” jelas Wahyu.

Ia sadar, margin keuntungan sangat bergantung pada stabilitas harga pasar.

MANFAATKAN YANG ADA - Wahyu memeriksa ikan lele miliknya di pekarangan rumah, Desa Suka Mulya, Kecamatan Semendawai Suku III, OKU Timur, Sabtu (05/07/2025). Usaha budidaya lele yang ditekuninya selama dua tahun terakhir mampu menghasilkan pendapatan jutaan rupiah setiap dua bulan. 

Jika harga lele turun menjadi Rp15 ribu per kilogram, keuntungan bisa habis untuk menutup biaya operasional.

Meski demikian, Wahyu tidak patah semangat.

Ia justru melihat usahanya sebagai bentuk kemandirian dan wujud perlawanan terhadap kemapanan semu yang sering menggiurkan anak muda untuk merantau tanpa arah pasti.

“Anak muda jangan gengsi. Mulai saja dari yang kecil. Yang penting mau belajar dan konsisten,” ucapnya mantap.

Kisah Wahyu menjadi bukti bahwa potensi desa tak bisa dipandang sebelah mata.

Di tangan generasi muda yang kreatif dan pantang menyerah, pekarangan rumah pun bisa disulap menjadi ladang penghidupan yang menjanjikan.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.