Potensi Industri Kreatif Indonesia
GH News July 08, 2025 10:03 AM

TIMESINDONESIA, PADANG – Di antara deru mesin industri dan gemuruh laporan keuangan korporasi raksasa, denyut ekonomi baru kini berdetak semakin kencang. Orang-orang menyebutnya industri kreatif, sektor yang semula dipandang sebelah mata namun kini menjelma menjadi kekuatan ekonomi yang tangguh. 

Inilah arena ekonomi yang bertumpu pada percikan inovasi, ekspresi artistik, dan penciptaan nilai dari keunikan ide. Fokusnya bukan pada produksi massal yang seragam, melainkan pada lahirnya produk, layanan, atau konten yang memiliki jiwa dan daya tarik komersial yang kuat.

Bentangan industrinya luas, merangkul seni pertunjukan, desain produk, mode, film, musik, fotografi, kuliner, animasi, permainan digital, hingga konten media sosial. Inovasi adalah jantungnya, di mana setiap karya menjadi cerminan orisinalitas dan kemampuan adaptif terhadap tren dan teknologi. 

Kontribusinya bagi perekonomian Indonesia pun bukan lagi sekadar angka statistik. Data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mencatat bahwa sektor ekonomi kreatif menyumbang lebih dari Rp1.300 triliun terhadap PDB nasional pada 2022, serta menyerap lebih dari 20 juta tenaga kerja di berbagai subsektor.

Dari Kota ke Panggung Dunia

Beberapa kota di Indonesia telah tumbuh menjadi episentrum industri kreatif. Jakarta menjadi rumah bagi para kreator digital, rumah produksi film, agensi kreatif, dan desainer mode. Bandung dikenal sebagai ladang subur bagi distro fashion, seni urban, dan komunitas musik indie yang progresif. 

Yogyakarta menggabungkan seni tradisi dan kontemporer dalam format yang segar dan menjangkau pasar muda, dari pertunjukan teater eksperimental hingga ilustrasi berbasis kearifan lokal.

Bali, dengan daya tarik globalnya, menjadi tempat bernaung bagi seniman rupa, desainer interior, dan pengusaha kriya yang menjual keindahan lokal dengan sentuhan modern. Di Surabaya, sektor desain produk dan kuliner menjulang; sementara Medan melahirkan industri makanan kreatif dan komunitas seni visual yang berkembang pesat. 

Makassar dan Manado menunjukkan geliat serupa, mengangkat produk budaya lokal seperti kain tenun Toraja, musik etnik Sulawesi, dan kerajinan dari serat alam ke kancah nasional bahkan ekspor.

Warisan Budaya, Inovasi Modern

Industri kreatif tak hanya mengangkat ekonomi, tapi juga menjaga warisan budaya. Batik Pekalongan, tenun Sumba, songket Palembang, dan ukiran Jepara menjadi contoh bagaimana nilai-nilai tradisional bertransformasi melalui inovasi. Ketika batik menjadi busana siap pakai, atau tenun dijahit menjadi koleksi haute couture, kita menyaksikan perpaduan yang saling menghidupi: budaya dan bisnis.

Kisah sukses seperti desainer Lisa Ju yang membawa koleksi berbasis batik ke New York Fashion Week menjadi representasi penting. Tak hanya mencuri perhatian internasional, ia juga mengangkat para pengrajin lokal ke panggung global. 

Demikian pula film animasi "Nussa" yang diproduksi oleh The Little Giantz, menjadi salah satu film anak-anak lokal yang sukses secara komersial dan ideologis, menggabungkan nilai agama, nasionalisme, dan estetika yang mumpuni.

Kebijakan dan Infrastruktur Penunjang

Pemerintah Indonesia menyadari potensi ekonomi kreatif sebagai salah satu sektor unggulan. Melalui Kemenparekraf, berbagai program diluncurkan: dari Bekraf Developer Day, Bantuan Insentif Pemerintah (BIP), hingga program "Apresiasi Kreasi Indonesia" yang mendorong pelaku usaha naik kelas. Selain itu, kementerian ini juga aktif menjembatani pelaku kreatif dengan akses pembiayaan, pelatihan, dan pemasaran digital.

Program lain seperti Digital Talent Scholarship dari Kominfo, pembangunan infrastruktur seperti Palapa Ring dan rencana peluncuran satelit SATRIA turut mendukung ketersediaan akses internet merata bagi pelaku industri kreatif di daerah.

Sektor swasta dan startup juga masuk ke dalam ekosistem ini. Tokopedia, Shopee, Instagram, hingga TikTok menjadi lokomotif baru dalam distribusi produk kreatif. Pandemi COVID-19 bahkan mempercepat proses digitalisasi ini. Banyak pelaku UMKM kreatif yang beralih ke platform daring dan menemukan pasar baru, baik nasional maupun internasional.

Tantangan dan Masa Depan

Tantangan utama industri kreatif Indonesia adalah pada sisi kapasitas SDM, pelindungan hak kekayaan intelektual, serta ketimpangan akses antara pusat dan daerah. Namun geliat yang ditunjukkan anak-anak muda dari Ambon, Kupang, hingga Pontianak, membuktikan bahwa imajinasi tak punya batas geografis.

Di masa depan, kesadaran akan isu lingkungan dan keberlanjutan akan memainkan peran besar. Kita sudah melihat karya-karya fashion ramah lingkungan dari bahan daur ulang, kemasan kuliner biodegradable, hingga seni instalasi dari limbah industri. Kolaborasi antara pelaku kreatif dengan komunitas lokal dan akademisi juga memperkaya lanskap industri ini.

Kunci suksesnya terletak pada kemampuan mengolah identitas lokal menjadi produk global, serta kejelian menangkap peluang ceruk pasar. Industri kreatif bukan hanya soal mencipta, tapi juga tentang membangun ekosistem yang saling mendukung: dari pembuat, pembeli, pemerintah, hingga platform digital.

Dari kota besar hingga pelosok negeri, denyut kreativitas terus berdetak. Ia menjadi nadi baru ekonomi Indonesia lebih manusiawi, lebih berwarna, dan tak pernah kehilangan daya imajinasi. (*)

***

*) Oleh : Muhibbullah Azfa Manik, Dosen Program Studi Teknik Industri, Universitas Bung Hatta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.