TIMESINDONESIA, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu RI) untuk tahun 2025 mengalami pemangkasan sebesar Rp8,9 triliun. Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD.
Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (11/7/2025), Sri Mulyani menyampaikan bahwa pemangkasan tersebut dilakukan sebagai bagian dari upaya efisiensi nasional, yang tidak hanya menyasar kementerian teknis, tetapi juga lembaga pengelola fiskal seperti Kemenkeu.
“Dari total anggaran 2025 sebesar Rp42,8 triliun, kami mengalami efisiensi sebesar Rp8,9 triliun,” jelas Sri Mulyani.
Pemangkasan anggaran Kemenkeu tahun 2025 menyentuh berbagai sektor pengeluaran, khususnya yang berkaitan dengan belanja pegawai, operasional kantor, serta penggunaan fasilitas secara efisien dan kolaboratif antarinstansi. Instruksi Presiden mendorong pemanfaatan sarana bersama dan pengurangan pengeluaran administratif yang dinilai kurang produktif.
Namun, Sri Mulyani menekankan bahwa pemangkasan tersebut tidak mengurangi anggaran dari Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kemenkeu. Jika dihitung secara keseluruhan, termasuk BLU seperti LPDP, LMAN, dan BPDPKS, total anggaran Kemenkeu tahun 2025 sebenarnya mencapai Rp53,19 triliun.
“Total anggaran Kemenkeu Rp42,8 triliun, namun bila digabung dengan BLU seperti BPDP Kelapa Sawit, LPDP, dan LMAN, jumlahnya menjadi Rp53,19 triliun,” ungkapnya.
Menambahkan penjelasan dari Sri Mulyani, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyatakan bahwa kebijakan efisiensi bukan hal baru di lingkungan Kemenkeu. Dalam kurun waktu 2020 hingga 2024, Kemenkeu telah melakukan efisiensi anggaran hingga Rp2,82 triliun, sebagai bagian dari langkah reformasi birokrasi dan tata kelola anggaran yang lebih hemat namun tetap produktif.
“Kami sudah membiasakan diri dengan efisiensi. Ini bagian dari upaya menjaga efisiensi makro dalam pengelolaan APBN,” kata Suahasil.
Menurutnya, penghematan anggaran ini juga tidak berdampak pada kinerja penerimaan negara. Bahkan, dalam tiga tahun terakhir, penerimaan negara justru berhasil melampaui target, meski dilakukan dalam kerangka efisiensi.
Suahasil menjelaskan bahwa kinerja penerimaan negara sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global, harga komoditas, stabilitas sektor keuangan, dan pertumbuhan ekonomi domestik. Oleh karena itu, efisiensi anggaran tidak serta-merta menghambat kinerja kementerian.
“Tren efisiensi tidak seharusnya mengganggu penerimaan negara. Justru kami optimalkan penggunaan anggaran agar lebih berdampak,” ujarnya.
Langkah efisiensi ini juga sejalan dengan arahan Presiden untuk memastikan bahwa setiap rupiah yang dibelanjakan benar-benar membawa manfaat dan menciptakan nilai tambah bagi masyarakat, khususnya dalam upaya menjaga stabilitas fiskal nasional.
Meskipun terjadi penghematan, Kemenkeu tetap memprioritaskan sejumlah sektor strategis dalam penggunaan anggaran 2025, di antaranya reformasi perpajakan dan penguatan penerimaan, transformasi digital fiskal, efisiensi layanan publik dan pembiayaan pembangunan, dan penguatan pengawasan dan pengelolaan aset negara.
Sementara untuk BLU seperti LPDP tetap mendapatkan alokasi anggaran guna mendukung pembiayaan pendidikan tinggi dan dana abadi pendidikan, sebagai bagian dari investasi jangka panjang SDM Indonesia.
Kementerian Keuangan menegaskan bahwa efisiensi bukan berarti pengurangan kinerja, melainkan peningkatan efektivitas. Setiap pos belanja dievaluasi ulang agar lebih selaras dengan tujuan strategis APBN dan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN).
“Kami ingin memastikan bahwa setiap alokasi anggaran benar-benar mendukung hasil pembangunan yang konkret,” tutup Suahasil. (*)