10 Daftar Penyakit Mental Paling Umum, WHO: 1 dari 8 Orang di Dunia Alami Gangguan
Salma Fenty July 23, 2025 09:32 AM
TRIBUNNEWS.COM - Simak 10 daftar penyakit mental paling umum, World Health Organization (WHO) mengunkapkan satu dari delapan orang di dunia mengalami gangguan mental.
Gangguan mental kini menjadi salah satu krisis kesehatan global yang paling mendesak.
Laporan World Mental Health Report 2022 dari WHO mengungkapkan bahwa lebih dari 970 juta orang di dunia—setara dengan 1 dari 8 individu—mengalami gangguan mental.
Angka tersebut menunjukkan tren kenaikan yang mengkhawatirkan, terlebih sejak pandemi COVID-19 yang memperburuk tekanan psikologis masyarakat secara luas.
Gangguan mental tidak hanya berdampak pada kesejahteraan individu, tetapi juga mempengaruhi produktivitas, hubungan sosial, dan beban ekonomi global.
Sayangnya, stigma dan kurangnya akses layanan kesehatan mental membuat banyak kasus tidak tertangani secara memadai.
Kesadaran dan pemahaman publik terhadap jenis-jenis gangguan mental menjadi langkah penting untuk menghapus stigma tersebut.
Berikut ini adalah 10 jenis penyakit mental paling umum yang tercatat secara global, berdasarkan data dari WHO, National Institute of Mental Health (NIMH), serta jurnal ilmiah seperti The Lancet Psychiatry.
10 Daftar Penyakit Mental Paling Umum
1. Gangguan Depresi Mayor (Major Depressive Disorder/MDD)
Gangguan Depresi Mayor (MDD) adalah kondisi kesehatan mental serius yang ditandai dengan suasana hati yang tertekan secara persisten serta kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas sehari-hari.
Kondisi ini tidak hanya memengaruhi emosi, tetapi juga berdampak pada fisik, kognisi, hubungan sosial, serta kemampuan untuk menjalani kehidupan secara produktif.
Gejala Gangguan Depresi Mayor
Seseorang dapat didiagnosis mengalami MDD jika mengalami lima atau lebih gejala berikut selama minimal dua minggu, dengan salah satunya adalah suasana hati yang depresif atau kehilangan minat:
Suasana hati yang tertekan: Merasa sedih berkepanjangan, putus asa, dan kehilangan minat pada hampir semua aktivitas.
Perubahan pola tidur: Insomnia (sulit tidur) atau hipersomnia (terlalu banyak tidur).
Perubahan nafsu makan: Meningkat atau menurunnya nafsu makan secara drastis, menyebabkan perubahan berat badan.
Kelelahan ekstrem: Merasa letih sepanjang hari, bahkan setelah cukup tidur.
Gangguan kognitif: Sulit berkonsentrasi, membuat keputusan, atau mengingat hal-hal sederhana.
Perasaan tidak berharga atau bersalah: Merasa diri tidak berarti atau menyalahkan diri sendiri secara berlebihan.
Pikiran tentang kematian atau bunuh diri: Munculnya pikiran berulang mengenai kematian atau keinginan untuk mengakhiri hidup.
Perubahan psikomotor: Agitasi (gelisah) atau perlambatan gerakan/tanggapan tubuh.
Penyebab Gangguan Depresi Mayor
MDD merupakan kondisi kompleks yang dipicu oleh interaksi berbagai faktor:
Faktor genetik: Riwayat keluarga dengan depresi meningkatkan risiko.
Faktor biologis: Ketidakseimbangan neurotransmitter seperti serotonin, dopamin, dan norepinefrin.
Faktor psikologis: Trauma masa lalu, stres kronis, atau pola pikir negatif.
Faktor lingkungan: Isolasi sosial, tekanan hidup berat, atau kurang dukungan emosional.
Penanganan dan Pengobatan
MDD dapat ditangani secara efektif melalui pendekatan kombinatif berikut:
Terapi Farmakologis
Penggunaan obat antidepresan (SSRI, SNRI, TCA, MAOI, dsb.) untuk menyeimbangkan zat kimia otak.
Psikoterapi
Terapi bicara seperti terapi kognitif-perilaku (CBT) atau terapi interpersonal (IPT) sangat efektif untuk mengatasi pikiran negatif dan memperbaiki pola relasi.
Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
Direkomendasikan untuk kasus depresi berat yang tidak responsif terhadap obat atau terapi lain.
Terapi Stimulasi Otak
Contohnya Transcranial Magnetic Stimulation (TMS) yang menargetkan area otak terkait suasana hati.
Perubahan Gaya Hidup
Olahraga rutin, pola makan sehat, tidur cukup, dan manajemen stres sangat membantu dalam mendukung pemulihan.
2. Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorders)
Gangguan kecemasan mencakup kondisi seperti gangguan kecemasan umum (GAD), fobia spesifik, gangguan panik, dan gangguan kecemasan sosial.
Gejala utamanya termasuk rasa takut atau khawatir yang berlebihan, ketegangan otot, sulit tidur, dan serangan panik.
Menurut WHO, sekitar 301 juta orang di seluruh dunia hidup dengan gangguan kecemasan pada 2019.
Gangguan ini sering muncul sejak remaja dan lebih banyak dialami perempuan daripada laki-laki.
Terapi kognitif perilaku (CBT) dan penggunaan obat seperti antidepresan SSRI banyak digunakan sebagai penanganan.
Gejala Gangguan:
Rasa cemas berlebihan dan tak terkendali
Gelisah, tegang otot
Jantung berdebar, napas pendek
Sulit tidur atau tetap tidur
Serangan panik (tiba-tiba merasa takut intens)
Penyebab Gangguan:
Faktor genetik dan keturunan
Ketidakseimbangan neurotransmiter (seperti serotonin dan GABA)
Trauma masa kecil atau pengalaman buruk
Lingkungan yang penuh tekanan atau tidak stabil
Penanganan dan Pengobatan:
Psikoterapi: Terapi Perilaku Kognitif (CBT) sangat efektif
Obat: Antidepresan (SSRI, SNRI), benzodiazepin untuk jangka pendek
Gaya hidup: Meditasi, olahraga, mindfulness
Penting untuk Diketahui:
Gangguan kecemasan bukan sekadar rasa gugup biasa.
Ini bisa melumpuhkan aktivitas harian jika tak ditangani.
Gangguan ini sangat bisa diobati dengan pendekatan yang tepat.
3. Bipolar Disorder (Gangguan Bipolar)
Gangguan bipolar ditandai dengan perubahan suasana hati yang ekstrem antara episode mania (sangat bersemangat, hiperaktif) dan depresi berat.
Penderitanya bisa merasa sangat berenergi dan impulsif pada satu waktu, lalu sangat putus asa dan tidak berdaya di waktu lain.
Prevalensinya secara global sekitar 40–50 juta orang, dan biasanya muncul di usia akhir remaja hingga dewasa muda.
Pengobatan melibatkan penstabil mood seperti lithium, serta terapi psikologis untuk mengenali pemicu.
Bipolar sangat berdampak pada kemampuan seseorang untuk bekerja dan menjalin hubungan sosial.
Gejala Gangguan:
Episode mania: terlalu bersemangat, percaya diri berlebihan, bicara cepat, impulsif
Episode depresi: sedih ekstrem, kelelahan, hilang minat, merasa tidak berharga
Perubahan mood ekstrem, bisa berlangsung minggu hingga bulan
Penyebab Gangguan:
Genetik: Riwayat keluarga meningkatkan risiko
Perubahan struktur dan fungsi otak
Peristiwa hidup yang memicu stres tinggi
Ketidakseimbangan kimia otak (dopamin, serotonin)
Penanganan dan Pengobatan:
Obat penstabil mood: Lithium, valproate
Psikoterapi: Terapi interpersonal, CBT
Monitoring: Rutinitas harian dan pemantauan mood
Edukasi keluarga sangat penting
Penting untuk Diketahui:
Gangguan bipolar sering salah diagnosis sebagai depresi biasa.
Penanganan tepat bisa sangat membantu pasien menjalani kehidupan produktif.
4. Gangguan Makan (Eating Disorders)
Contohnya adalah anoreksia nervosa, bulimia nervosa, dan binge eating disorder.
Gangguan ini memengaruhi hubungan seseorang terhadap makanan, citra tubuh, dan harga diri.
Anoreksia ditandai dengan pembatasan ekstrem asupan makanan, sedangkan bulimia melibatkan makan berlebihan diikuti dengan pembersihan (purging).
Menurut The Lancet Psychiatry, gangguan makan semakin meningkat di kalangan remaja dan dewasa muda, terutama perempuan.
Terapi nutrisi, terapi perilaku kognitif, dan dukungan keluarga menjadi pendekatan yang umum digunakan.
Gejala Gangguan:
Anoreksia: takut gemuk meski sudah kurus ekstrem
Bulimia: makan berlebihan lalu memuntahkan secara paksa
Binge Eating: makan dalam jumlah sangat banyak tanpa kendali
Citra tubuh yang sangat buruk
Penyebab Gangguan:
Tekanan sosial tentang bentuk tubuh
Riwayat trauma atau pelecehan
Gangguan psikologis lain seperti kecemasan dan OCD
Genetika dan kepribadian perfeksionis
Penanganan dan Pengobatan:
Terapi nutrisi dan pemulihan berat badan
Terapi psikologis jangka panjang (CBT, DBT)
Obat antidepresan (jika disertai depresi)
Terapi keluarga sangat efektif pada remaja
Penting untuk Diketahui:
Gangguan makan bisa mematikan jika tidak ditangani serius.
Dukungan sosial dan medis terintegrasi sangat penting dalam pemulihan.
5. Skizofrenia dan Gangguan Psikotik Lainnya
Skizofrenia adalah gangguan otak kronis yang memengaruhi cara seseorang berpikir, merasakan, dan berperilaku.
Gejalanya meliputi delusi (keyakinan palsu), halusinasi (mendengar suara), dan pemikiran yang kacau.
WHO memperkirakan sekitar 24 juta orang di dunia mengidap skizofrenia.
Kondisi ini sering menimbulkan stigma dan ketakutan, sehingga pasien sering mengalami diskriminasi.
Penanganannya mencakup obat antipsikotik dan program rehabilitasi psikososial jangka panjang.
Gejala Gangguan:
Halusinasi (terutama mendengar suara)
Delusi (keyakinan palsu seperti dikejar)
Pikiran kacau, sulit fokus
Perilaku aneh atau tidak responsif
Penarikan sosial, motivasi menurun
Penyebab Gangguan:
Genetik: Risiko 10x lebih tinggi jika ada keluarga penderita
Ketidakseimbangan dopamin
Infeksi atau komplikasi saat kelahiran
Konsumsi zat psikoaktif (misalnya ganja) di usia muda
OCD ditandai dengan pikiran obsesif yang mengganggu (seperti takut kotor atau celaka) dan perilaku kompulsif berulang (seperti mencuci tangan berlebihan atau memeriksa sesuatu terus-menerus).
Meski pasien menyadari bahwa perilaku ini berlebihan, mereka merasa tidak mampu mengontrolnya.
WHO menyebut OCD sebagai salah satu dari 10 penyebab utama disabilitas pada usia muda.
Pengobatan utama adalah CBT dengan teknik eksposur dan pencegahan respons (ERP), serta pengobatan SSRI.
OCD bisa sangat membatasi kehidupan sosial dan produktivitas penderita jika tidak ditangani.
Gejala Gangguan:
Obsesif: Pikiran mengganggu, berulang, dan tidak diinginkan
Kompulsif: Perilaku berulang untuk meredakan stres (contoh: cuci tangan berulang)
Gangguan fungsi sosial dan pekerjaan
Penyebab Gangguan:
Faktor genetik dan neurobiologis
Gangguan serotonin
Pola asuh terlalu ketat atau perfeksionis
Infeksi streptokokus pada anak (PANDAS syndrome)
Penanganan dan Pengobatan:
CBT khusus OCD (exposure and response prevention)
SSRI dalam dosis tinggi (fluoxetine, sertraline)
Dalam kasus berat: stimulasi otak dalam (DBS)
Penting untuk Diketahui:
OCD bukan sekadar perfeksionisme atau kebiasaan unik, tapi gangguan nyata yang mengganggu hidup.
8. ADHD (Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder / Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas)
ADHD biasanya terdiagnosis pada masa kanak-kanak, tetapi bisa berlanjut hingga dewasa.
Gejala utamanya termasuk kesulitan memusatkan perhatian, impulsif, dan hiperaktivitas yang tidak sesuai dengan usia.
Menurut CDC dan WHO, prevalensinya sekitar 5 persen pada anak-anak dan 2,5 persen pada orang dewasa.
ADHD bisa mengganggu performa akademik, pekerjaan, dan hubungan sosial jika tidak dikenali sejak dini.
Penanganan meliputi terapi perilaku, modifikasi lingkungan belajar, dan pemberian stimulan seperti metilfenidat.