Si War Kop, Cerita dari Secangkir Kopi untuk Sulbar yang Melek Literasi
GH News July 25, 2025 09:07 PM

TIMESINDONESIA, MAMUJU – Di sebuah sudut kota Mamuju, aroma kopi menggoda dari sebuah warung sederhana. Asap mengepul pelan dari cangkir-cangkir panas. 

Sejumlah anak muda duduk melingkar. Bukan sekadar ngobrol kosong. Mereka membahas buku. Berdiskusi soal kampung halaman, dan menertawakan puisi-puisi lama yang dibaca bergantian.

Inilah wajah baru warung kopi di Sulawesi Barat. Bukan sekadar tempat melepas penat. Di sini,  perlahan tapi pasti, menjelma sebagai ruang tumbuhnya semangat baru: literasi.

Tempat Ide-Ide Mengendap

Warung kopi atau yang akrab disebut warkop memang bukan hal asing di Mamuju. Hampir setiap jalan punya. Ada yang bergaya klasik dengan bangku kayu panjang, ada pula yang modern lengkap dengan ruang VIP, ruang meeting, dan live music.

Tapi di balik gelas kopi gula aren dan senyapnya malam, warung-warung ini menyimpan potensi luar biasa. Potensi untuk menyulut percakapan yang lebih bermakna. Potensi untuk menjadi titik temu gagasan dan gerakan.

Dan dari sanalah, lahir sebuah inisiatif bernama Si War Kop. Singkatan dari Literasi Warung Kopi. 

Sebuah gerakan yang ingin menjadikan warung kopi sebagai pusat literasi rakyat. Tempat membaca tak harus selalu di perpustakaan. Tempat belajar tak mesti berseragam.

Gerakan Si War Kop sejalan dengan semangat besar Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat. Gubernur Sulbar menyebutnya: Mandarras. Akronim dari Maju, Cerdas, dan Sejahtera. Sebuah visi peradaban, di mana ilmu dan bacaan menjadi pondasi tumbuhnya Sulbar yang kuat.

"Mandarras adalah cermin peradaban Sulawesi Barat yang kita impikan," ujar Gubernur, "daerah yang cerdas, sadar, dan tumbuh melalui kekuatan ilmu dan bacaan."

Dan ternyata, cermin itu bisa saja dipoles di atas meja kayu warung kopi.

Mengapa Warung Kopi?

Karena warung kopi punya semuanya: Akses yang mudah, suasana yang santai, harga yang bersahabat, dan—yang tak kalah penting—waktu yang longgar. 

Banyak orang datang ke warkop untuk sekadar menghabiskan malam. Tapi apa salahnya, jika malam itu diisi dengan membaca cerpen, berdiskusi soal sejarah lokal, atau mengikuti bedah buku?

Bahkan, di beberapa tempat, sudah mulai muncul komunitas-komunitas yang rutin berkegiatan di warkop. Mulai dari pelatihan menulis, lokakarya desain, hingga perpustakaan mini dengan koleksi buku pinjaman.

Ini bukan sekadar angan. Ini sudah mulai berjalan.

Dari Kopi ke Literasi, Dari Obrolan ke Perubahan

Gerakan Si War Kop ingin menunjukkan bahwa belajar tak harus mahal. Tak harus formal. Yang dibutuhkan hanya tempat nyaman, secangkir kopi, dan satu dua orang yang mau mendengar dan berbagi.

Dengan semangat Mandarras, Sulbar ingin menciptakan ekosistem belajar yang inklusif dan berkelanjutan. Tidak semua orang bisa duduk di bangku kuliah, tapi semua orang bisa duduk di warung kopi. 

Di sanalah ilmu bisa tumbuh. Wawasan bisa berkembang. Dan masyarakat bisa saling menyemangati.

Gerakan ini mungkin terdengar sederhana. Tapi justru dari kesederhanaanlah perubahan bisa dimulai. Sulbar tidak sedang bermimpi terlalu tinggi. Tapi sedang membangun dari bawah, dari hal-hal yang akrab di tengah masyarakat.

Warung kopi adalah milik bersama. Dan lewat Si War Kop, ia bisa jadi milik masa depan.

MajuMutuLaju… Maju Sejahtera. (*)

* Penulis adalah Dandim 1418/Mamuju Kolonel Inf Andik Siswanto, S.I.P, M.Ipol. 

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.