BANGKAPOS.COM, BANGKA - Kasus pemuda kumpul-kumpul sambil mengonsumsi tanaman kratom berakhir tewasnya seorang pemuda di Desa Batu Beriga Kecamatan Lubuk Besar Kabupaten Bangka Tengah belum lama ini jadi perhatian kepolisian setempat.
Kejadian tragis ini bermula dari sekelompok pemuda nongkrong belakang rumah warga di Gang Buton, Desa Batu Beriga pada Jumat (11/7/2025) sekitar pukul 15.30 WIB.
Sebagian dari pemuda itu mengonsumsi kratom, tanaman yang secara tradisional digunakan untuk menambah stamina, mengatasi nyer dan gangguan kesehatan lainnya.
Entah kenapa kemudian dua orang dari mereka yakni T (21) dan P (22) terlibat cekcok yang berujung kontak fisik.
Di tengah perkelahian itu terjadilah penikaman menggunakan senjata tajam jenis pisau.
Tikaman T mengenai punggung bagian tengah, lengan kiri, dan dada kiri P.
P yang terluka kemudian dibawa ke Puskesmas Lubuk Besar untuk mendapatkan pertolongan.
Namun karena luka yang dialami cukup parah akhirnya dirujuk ke RSUD Abu Hanifah, Bangka Tengah.
Pada malam harinya sekitar pukul 22.00 WIB, P yang menderita luka serius akhirnya meninggal dunia.
Kini, kasus penganiayan berat menewaskan korban masuk tahap rekonstruksi.
Jajaran Polres Bangka Tengah memberikan perhatian khusus pada gangugan ketertiban masyarakat yang timbul akibat efek mengonsumsi tumbuhan jenis kratom.
Kasatreskrim Polres Bangka Tengah Iptu Imam Satriawan mengingatkan bahaya mengonsumsi kratom.
Pihaknya bakal berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mambahas kandungan dalam kratom.
"Untuk Keratom, dengan adanya kejadian ini kami akan berkoordinasi dengan Balai POM, ataupun stakeholder lainnya bahwasanya adanya (konsumsi) kratom ini sudah memakan korban hingga meninggal dunia," kata Imam kepada Bangkapos.com.
"Kedepan, hal-hal demikian yang berawal dari mengonsumsi kratom ini tidak terulang kembali, terlebih lagi menyebabkan korban meninggal dunia," tegas Imam Satriawan.
Mengenal Apa Itu Kratom?
Tanaman kratom (Mitragyna speciosa) secara morfologi berupa tanaman pohon dengan batang lurus dan kulit batang berwarna abu kecoklatan.
Kratom termasuk dalam suku Rubiaceae seperti tanaman kopi, dengan batang berkayu yang dapat tumbuh setinggi 10-30 meter.
Daun kratom, bagian yang paling sering dimanfaatkan, memiliki ciri berbentuk elips hingga bulat telur berukuran 10-20 x 7-12 sentimeter.
Warna daun kratom hijau serta cenderung lebih muda dan kontras dibanding warna hijau tanaman di sekitarnya.
Tekstur daun pun mirip seperti kertas dengan ujung berbentuk lancip dan pangkal daun bulat atau berbentuk seperti hati.
Bagian permukaan atas daun tidak berambut, sedangkan permukaan bawah tepatnya pada tulang daun utama dan urat daun lateral sedikit berambut.
Umumnya, tulang dan urat daun kratom berwarna coklat pucat atau coklat kemerahan, tetapi ada pula beberapa jenis dengan warna hijau.
Dilansir dari katalog Kratom: Prospek Kesehatan dan Sosial Ekonomi (2019), masyarakat Asia Tenggara menggunakan kratom sebagai bahan untuk mengatasi masalah kesehatan.
Berdasarkan sejumlah penelitian, tanaman kratom memiliki kandungan kimia utama senyawa mitraginin dan 7-hidroksimitraginin.
Senyawa bermanfaat lain yang sudah teridentifikasi, meliputi flavonoid, polifenol, triterpenoid, triterpenoid saponin, monoterpen, glukopiranosid, sitosterol, stigmasterol, dan daukosterol.
Di Malaysia dan Thailand, tanaman kratom dimanfaatkan untuk mengurangi rasa nyeri serta relaksasi, mengatasi diare, menurunkan panas, dan mengurangi kadar gula darah.
Tidak hanya memberikan efek stimulan atau meningkatkan kewaspadaan, orang-orang Thailand juga kerap mengonsumsi kratom untuk memicu perasaan yang menyenangkan.
Di Indonesia, kratom secara tradisional digunakan untuk menambah stamina, mengatasi nyeri, rematik, asam urat, hipertensi, gejala stroke, dan diabetes.
Manfaat tanaman kratom juga termasuk untuk mengatasi masalah susah tidur, luka, diare, batuk, kolesterol, tipus, hingga membantu menambah nafsu makan.
Manfaat Tanaman kratom
Selain memberikan efek negatif, kratom juga memiliki kandungan yang bermanfaat bagi manusia.
Beberapa manfaat daun kratom yang telah diuji secara empiris, antara lain memberikan efek analgesik atau pereda rasa nyeri yang kuat.
Daun tanaman ini juga menawarkan efek sedatif atau menenangkan, efek stimulan, dan antidepresan, serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Beberapa laporan menyebutkan, tanaman kratom dapat mengatasi kasus kecanduan opioid, obat golongan narkotika yang memicu ketergantungan.
Dikutip dari laman Badan Narkotika Nasional (BNN), kratom pertama kali dimanfaatkan sebagai pengganti opium oleh seorang Melayu (Malaysia) pada 1863.
Sejak itu, kratom digunakan sebagai obat pengganti kecanduan opium yang menjadi masalah di Asia.
Penggunaan kratom secara sistematis dengan dosis tertentu pun terbukti dapat meningkatkan toleransi terhadap pengaruh opioid.
Kratom dosis rendah dapat memberikan efek stimulan, sedangkan dalam dosis tinggi memberikan efek sedatif.
Efek tersebut disebabkan kandungan senyawa mitraginin dan 7-hidroksimitraginin yang bertanggung jawab sebagai analgesik, antiinflamasi, antidepresan, psikoaktif, dan opioid.
Sayangnya, khasiat psikoaktif tersebut menyebabkan kratom rawan disalahgunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab.
Masyarakat sendiri biasanya mengonsumsi daun tanaman kratom dengan cara dikunyah, diseduh seperti teh, dihisap sebagai rokok, maupun dicerna dalam bentuk tablet terkompresi atau kapsul.
Efek samping mengonsumsi kratom
Meski dapat mengatasi kasus kecanduan opioid, penggunaan kratom terus-menerus dan dalam dosis tinggi pun berpotensi memicu kecanduan.
Dilansir dari laman BNN, beberapa pengguna kratom dilaporkan mengalami efek seperti menggunakan candu atau opium.
Efek yang dirasakan, antara lain perasaan rileks dan nyaman, serta euforia jika mengonsumsi dalam dosis tinggi.
Seperti beberapa jenis narkotika, kratom juga dapat menimbulkan efek samping berupa pusing, mengantuk, halusinasi dan delusi, depresi, sesak napas, kejang, dan koma.
Efek samping kratom lainnya dapat berupa mulut menjadi kering, badan menggigil, mual dan muntah, berat badan turun, gangguan buang air kecil dan buang air besar, kerusakan hati, serta nyeri otot.
Di sisi lain, orang yang menggunakan kratom dalam jangka panjang dapat menunjukkan gejala ketergantungan saat konsumsi dihentikan. Beberapa gejalanya, seperti mengalami iritabilitas, mual, diare, hipertensi, insomnia, kejang otot dan nyeri, mata berair, demam, serta nafsu makan menurun.
Gejala saat berhenti menggunakan juga kemungkinan menyerang psikologis, seperti perasaan gelisah, tegang, marah, sedih, hingga gugup.
Overdosis tanaman kratom pun dilaporkan telah memakan puluhan korban jiwa di Amerika Serikat (AS). Catatan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), ada 91 kasus kematian di negaranya akibat overdosis teh kratom dalam kurun waktu Juli 2016 hingga Desember 2017.
Kendati demikian, dikutip dari Kompas.com, Rabu (25/10/2023), efek samping kratom yang mungkin dirasakan itu relatif bervariasi tergantung dosis yang dikonsumsi.
Pengguna yang belum terbiasa dengan kratom hanya memerlukan beberapa helai daun setiap hari untuk merasakan dampaknya. Sementara itu, pengguna berat mungkin harus mengonsumsi 3–10 kali sehari, bahkan dalam kasus tertentu bisa mencapai 30 daun atau lebih per hari.
Lantaran potensi efek membahayakannya, kratom masuk dalam daftar New Psychoactive Substances (NPS).
NPS adalah jenis zat psikoaktif baru yang ditemukan, tetapi regulasinya belum jelas atau masih dalam proses.
Dengan masuknya kratom ke dalam salah satu jenis NPS, maka penanganan penyalahgunaan kratom perlu menjadi perhatian.
BNN juga sempat merekomendasikan tanaman ini agar dimasukkan ke jenis narkotika golongan 1 dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.
Penggolongan ini berdasarkan pada efek kratom yang berpotensi menimbulkan ketergantungan dan sangat berbahaya bagi kesehatan.
Bahkan, menurut BNN, efek kratom tiga belas kali lebih berbahaya dari morfin, salah satu narkotika golongan II.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pun diminta melanjutkan riset tentang aspek keamanan kratom.
Sejauh ini, uji keamanan terhadap tanaman kratom yang banyak tumbuh di Indonesia baru sampai tahap in vivo (penelitian di dalam organisme hidup) pada hewan coba.
(Bangkapos.com/Rifqi Nugroho/kompas.com)