TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Aroma dupa dan bunga melati menyeruak dari pelataran Klenteng Tay Kak Sie di kawasan Gang Lombok, Sabtu (26/7/2025) malam.
Di dalamnya, para umat berdiri khidmat, tangan terlipat memanjatkan doa. Malam itu, mereka mengikuti sembahyang kebesaran, sebagai bagian dari prosesi arak-arakan Laksamana Cheng Ho atau YS Sam Poo Tay Djien yang telah berlangsung turun-temurun di Kota Semarang.
Patung-patung dewa (rupang) yang akan diarak keesokan harinya satu per satu dibawa masuk ke altar utama untuk didoakan.
Setelah ritual selesai, rupang dimasukkan ke dalam kio atau tandu, yang sudah dihias dengan ukiran, ornamen naga, serta ronce bunga melati yang harum.
Tandu-tandu itulah yang nanti akan dikirab menuju Klenteng Sam Poo Kong tempat Cheng Ho atau pernah berlabuh 620 tahun silam.
“Setelah sembahyang kebesaran, malam ini juga dilanjut dengan panggung kesenian. Setelah itu baru rupang masuk ke kio untuk tuan rumah dan para tamu,” terang Santika Yohanto, pengurus Klenteng Tay Kak Sie pada malam itu.
Di halaman klenteng, suara gendang dan denting simbal mulai memecah malam. Seiring hentakan musik, sepasang barongsai meloncat-loncat lincah di atas panggung.
Pertunjukan itu disambut riuh tepuk tangan dari warga yang datang berduyun-duyun. Anak-anak bersorak sambil mengacungkan ponsel, merekam tiap gerak tarian naga dan barongsai yang berputar meliuk.
“Saya senang bisa lihat pertunjukan budaya seperti ini. Ada barongsai, ada musiknya juga. Anak-anak juga semangat sekali,” kata Ong Surya, warga yang datang bersama keluarganya.
Namun malam itu bukan semata soal hiburan. Di balik gegap gempita, ada kesadaran kolektif yang dibangun bahwa tradisi Cheng Ho adalah perayaan lintas zaman, lintas budaya.
Bahwa Semarang lahir dari simpul pertemuan berbagai bangsa, dan kebudayaan adalah nafas yang menyatukan.
“Perayaan ini adalah bentuk penghormatan terhadap sejarah dan leluhur, sekaligus pengingat bahwa Semarang dibangun dari keberagaman,” ujar Budi Prakosa, Penjabat Sekda Kota Semarang, dalam sambutannya di sela acara.
Menurutnya, sosok Cheng Ho bukan sekadar tokoh sejarah, tapi simbol diplomasi dan toleransi antarbangsa.
“Nilai-nilai yang dibawa beliau tentang perdamaian dan gotong-royong masih relevan untuk kita hari ini,” tambahnya.
Tahun ini, rangkaian perayaan Cheng Ho digelar lebih lengkap.
Selain ritual sembahyang dan kirab, ada pula pembacaan paritta suci, pembabaran dhamma, hingga pengiriman abu Kong Cho sebagai bentuk penghormatan spiritual.
Kirab besar dijadwalkan berlangsung pada Minggu (27/7/2025), dengan ratusan umat dan warga akan ikut mengantar patung Cheng Ho dari Tay Kak Sie ke Sam Poo Kong.
Dalam perjalanan itu, tandu-tandu berhiaskan bunga akan melintas di jalan-jalan Kota Lama, pada pukul 05.00 WIB menuju Sam Poo Kong sekaligus menyapa warga Semarang yang telah terbiasa hidup berdampingan dalam keberagaman. (Rad)