Telanjur Utang Bank, Eko Gelisah Uang Ganti Rugi Proyek JJLS 6 Tahun Tak Kunjung Cair
Mujib Anwar July 28, 2025 09:32 AM

TRIBUNJATIM.COM - Kegelisahan dirasakan warga Kalurahan Karangwuni di Kapanewon Wates, Kulon Progo, DI Yogyakarta.

Sudah bertahun-tahun mereka menanti Uang Ganti Rugi (UGR) dari proyek Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) yang melewati wilayahnya.

Satu di antara warga yang lahannya terdampak proyek JJLS adalah Eko Yulianto.

Warga Karangwuni ini mengataka,  mereka terus menanti pencairan ganti rugi selama 6 tahun lamanya.

Terhitung sejak Izin Pelaksanaan Pekerjaan (IPL) proyek JJLS diterbitkan.

"Kami sudah menunggu bertahun-tahun, kok tidak ada pencairan," kata Eko ditemui di Karangwuni pada Jumat (25/07/2025).

Padahal, warga Karangwuni sudah mengikuti semua tahapan.

Mereka juga sudah menerima jika lahannya harus terdampak oleh proyek JJLS, yang saat ini menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Menurut Eko, tim appraisal sudah melakukan pengukuran dan penaksiran nilai lahan warga yang terdampak. 

Nilai UGR untuk setiap warga yang lahannya terdampak pun sudah keluar, sehingga saat ini tinggal nunggu pencairan.

Warga yang sudah hakulyakin akan menerima pencairan pun memutuskan membeli lahan untuk bangunan rumah yang baru. 

Biayanya mengandalkan pinjaman dari bank, dengan sertifikat tanah sebagai jaminan.

"Harapan warga, begitu menerima pencairan UGR bisa langsung melunasi pinjaman di bank," jelas Eko, seperti dilansir dari TribunJogja.

Namun sampai kini tidak ada kejelasan terkait pencairan UGR dari pihak terkait, sampai status IPL sudah habis. 

Adapun IPL JJLS diterbitkan tahun 2019 dan hanya berlaku selama 2 tahun.

Alhasil, warga yang sudah telanjur menggadaikan sertifikat tanah demi pinjaman di bank pun nasibnya kini seakan digantung.

Mereka pun tidak berani berbuat banyak karena khawatir dampak kerugian yang ditimbulkan.

Eko merasa ada kejanggalan dalam proses pencairan UGR.

Pasalnya, pencairan UGR untuk Karangwuni justru dilakukan sebagian terhadap lahan di sisi barat, sedangkan yang sisi timur belum dilakukan.

"Padahal yang di Kalurahan Garongan, Kapanewon Panjatan di sisi timur Karangwuni UGR-nya sudah beres, harusnya kan sisi timur Karangwuni dulu, kok ini langsung lompat ke sisi barat," ujarnya.

Warga pun sudah menempuh berbagai upaya agar hak mereka bisa segera dipenuhi.

Mereka telah melakukan audiensi secara berjenjang mulai dari tingkat kabupaten sampai provinsi.

Berdasarkan informasi yang diterima dari Pemerintah Daerah (Pemda) DIY, pencairan UGR dijanjikan bisa terlaksana pada Agustus mendatang.

Eko mengaku tidak serta-merta percaya dengan janji tersebut.

Sebab ia merasa kejanggalan-kejanggalan di lapangan perlu ikut ditangani.

Meski begitu, ia bersama warga saat ini menunggu realisasi janji sesuai waktu yang ditentukan, sembari menyiapkan langkah-langkah lebih lanjut.

"Kami perlu kejujuran dan transparansi dari pemerintah, termasuk kejelasan status pencairan UGR," kata Eko.

Ia pun siap menolak jika nantinya pemerintah memutuskan akan menerbitkan IPL baru.

Sebab itu artinya mereka harus kembali menjalani proses mulai dari awal.

Menurut Eko, IPL lama tetap bisa digunakan sebagai acuan nilai UGR.

 Namun perlu diperhitungkan pula perubahan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan kerugian warga yang sudah menanti selama 6 tahun.

"Apalagi kami sudah mengikuti semua tahapan tapi sekarang malah dipersulit pemerintah sendiri," katanya.

Salah satu warga Karangwuni yang tanah dan bangunannya juga terdampak adalah Andi Sumiarjo.

Lahan yang terdampak luasnya 134 meter persegi dengan nilai UGR lebih dari Rp 400 juta.

Ia mengatakan bahwa sudah ada penandatanganan dari pihak bank, yang menandakan kesepakatan akan luas lahan yang terdampak dan nilai kerugian yang diterima.

Adanya kesepakatan itu membuat warga yakin UGR segera diterima.

"Seperti di Garongan, begitu tanda tangan langsung pencairan kurang dari sebulan," jelas Andi ditemui di rumahnya.

Status IPL yang sudah habis pun membuat ia bersama warga lainnya semakin kebingungan.

Sebab mereka khawatir jika membongkar bangunan akan berdampak pada nilai UGR yang akan diterima.

Andi berharap masalah UGR segera dibereskan, termasuk kejelasan status lahan yang akan digunakan.

Ia menilai sebaiknya lahan tersebut dikembalikan lagi ke warga.

 "Sekarang ini mau tidak mau kami hanya bisa menunggu kejelasan," ujarnya.

Sementara itu, Lurah Karangwuni, Anwar Musadad mengungkapkan ada 487 bidang tanah milik warganya yang terdampak proyek JJLS. Total nilainya mencapai Rp 147,6 miliar.

"Yang terbayarkan UGR-nya baru sebanyak 46 bidang dengan nilai tanah Rp 24,5 miliar," kata Anwar ditemui di Kantor Dinas Kebudayaan (Disbud) Kulon Progo, Jumat (25/07/2025).

Ia mengatakan tidak hanya Karangwuni yang bermasalah dengan pencairan UGR, tetapi juga Kalurahan Glagah dan Palihan di Kapanewon Temon.

Seluruh lahan warga yang terdampak di sana bahkan sama sekali belum menerima pencairan UGR.

Anwar menengarai masalah pencairan UGR salah satunya karena peralihan aset proyek JJLS ke Kementerian Pekerjaan Umum (PU).

Adapun jalan yang ada saat ini sebelumnya berstatus Jalan Provinsi yang kemudian beralih menjadi Jalan Nasional.

Selain itu, ada perbedaan dalam hal kewenangan.

Sebab Anwar mengungkapkan bahwa proses pengadaan tanah mengandalkan Dana Keistimewaan (Danais), yang selanjutnya menjadi UGR untuk warga terdampak.

"Informasinya alokasi dari Danais sudah ada, tapi dari pusatnya yang belum beres," ujarnya.

UGR yang tak kunjung cair memicu persoalan sosial di masyarakat.

Menurut Anwar, banyak warganya yang saat ini kebingungan karena mereka sudah telanjur mengajukan pinjaman ke bank.

Pinjaman tersebut ditujukan untuk membangun rumah di lahan yang baru.

Pertimbangannya, saat proyek dimulai warga tidak akan kebingungan lagi untuk mencari tempat tinggal baru.

Mereka pun berani mengajukan pinjaman karena sudah ada nilai UGR dari tim appraisal, bahkan sudah menandatangani kesepakatan dengan pihak bank.

Nahasnya, hingga kini tidak ada kejelasan perihal pencairan.

"Warga itu sampai datang ke rumah saya, curhat soal beban bunga pinjaman bank yang terus membengkak," ungkap Anwar.

Pencairan UGR awalnya dijanjikan rampung sebelum masa berlaku IPK berakhir.

IPL JJLS sendiri terbit tahun 2019 namun masa berlakunya sudah habis pada 2022 lalu, dan sampai kini belum ada pencairan UGR.

Anwar menilai habisnya masa berlaku IPL menandakan lahan sepenuhnya kembali menjadi hak warga.

Maka warga pun seharusnya tidak perlu khawatir jika ingin kembali memanfaatkan lahan tersebut.

"Seharusnya dari pihak berwenang juga berkomunikasi langsung dengan warga saat masa IPL habis, jangan lewat Lurah saja," ujarnya.

Anwar sebagai Lurah pun mengaku tidak bisa berbuat banyak karena proyek JJLS sepenuhnya jadi wewenang pusat.

Namun ia setidaknya sudah melakukan berbagai upaya agar keluhan warganya didengarkan.

Terakhir upaya dilakukan sampai ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY.

Pihaknya memanfaatkan kegiatan Sambung Rasa yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD DIY, Nuryadi.

"Lewat sambung rasa itulah kami bersama warga menyuarakan permasalahan yang saat ini terjadi," jelas Anwar.

Di tingkat kabupaten, upaya juga dilakukan lewat DPRD hingga bertemu langsung dengan Bupati Kulon Progo, Agung Setyawan. Pertemuannya dilakukan belum lama ini.

Agung mengaku pihaknya saat ini hanya bisa mendampingi aspirasi warga Karangwuni sesuai permintaan mereka.

Alasannya, proyek JJLS menjadi kewenangan pusat sehingga Pemkab Kulon Progo hanya bisa jadi perantara.

"Kami akan melakukan pendampingan secara berjenjang," katanya. (Alexander Aprita)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.