...Jika suatu peristiwa memiliki sumber yang valid dan dinilai penting dalam konteks keindonesiaan, maka tentu akan kami masukkan

Banjarmasin (ANTARA) - Direktorat Sejarah dan Permuseuman bersama Direktorat Jenderal Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenbud RI) menampung saran para tokoh, akademisi, ahli sejarah di Kalimantan Selatan (Kalsel), mengenai isi dan penyusunan rencana pembaruan buku sejarah Indonesia.

Kemenbud bekerja sama dengan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Kalsel menggelar Diskusi Publik Draf Penulisan Buku Sejarah Indonesia Tahun 2025 di Banjarmasin, Senin.

Direktur Sejarah dan Permuseuman Kemenbud RI Prof. Agus Mulyana di Banjarmasin, Senin, mengatakan penekanan utama pada penulisan buku sejarah tersebut terhadap narasi kebangsaan.

"Pada sepuluh jilid pertama ini, kami menjelaskan garis besar proses pembentukan Negara Indonesia sebagai sebuah bangsa. Semoga masukan dari publik ini dapat memperkaya isi buku sejarah yang sedang kami susun," kata Prof. Agus Mulyana.

Agus mengapresiasi kegiatan tersebut berlangsung secara kondusif dan interaktif dengan antusiasme tinggi dari peserta yang menyampaikan berbagai aspirasi dan tanggapan kritis terkait materi draf buku sejarah.

Ia menegaskan semua masukan yang disampaikan akan dipertimbangkan dan diakomodir tim penulis serta editor, selama didukung sumber kredibel dan mencerminkan peristiwa signifikan pada konteks sejarah nasional.

“Kalau berbicara soal sejarah, kita bicara soal bukti. Jika suatu peristiwa memiliki sumber yang valid dan dinilai penting dalam konteks keindonesiaan, maka tentu akan kami masukkan," tutur Agus.

Editor Umum Penulisan Buku Sejarah Indonesia 2025 Prof. Susanto Zuhdi mengungkapkan proses penyusunan draf buku telah mencapai 90 hingga 95 persen.

“Antusiasme peserta luar biasa. Ini menunjukkan bahwa sejarah memiliki peran penting dalam membentuk identitas bangsa dan menjawab tantangan zaman,” ungkap Susanto.

Ia menambahkan sejarah Indonesia tidak hanya mencatat peristiwa gemilang, tetapi juga harus jujur terhadap sisi kelam pada masa lalu.

“Sejarah harus kita pelajari secara utuh, baik yang membanggakan maupun yang menyakitkan, karena keduanya membentuk karakter dan kesadaran bangsa,” pungkas Susanto.