API Laporkan Dugaan Tambang Ilegal di Maluku Utara ke Jaksa Agung
GH News July 29, 2025 11:05 PM

— Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Anatomi Pertambangan Indonesia (API) menyampaikan laporan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait dugaan aktivitas pertambangan yang dinilai belum sepenuhnya sesuai ketentuan hukum di Provinsi Maluku Utara. Dugaan tersebut disebut berpotensi menimbulkan kerugian bagi negara serta berdampak pada lingkungan dan masyarakat sekitar.

Selain laporan, API juga menyerahkan surat resmi untuk Jaksa Agung ST Burhanuddin pada Selasa (29/7/2025) di Gedung Utama Kejagung, Jakarta. Surat tersebut diterima oleh petugas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

Direktur Eksekutif API, Riyanda Barmawi, menyatakan bahwa surat tersebut turut merespons kunjungan kerja Jaksa Agung ke wilayah Maluku Utara, khususnya ke Kejaksaan Tinggi setempat. Dalam kunjungan tersebut, Jaksa Agung disebut menekankan pentingnya pengawasan terhadap aktivitas pertambangan yang berpotensi melanggar hukum dan merusak lingkungan.

“Kami menyampaikan dukungan terhadap komitmen Jaksa Agung dalam memperkuat pengawasan dan penegakan hukum di sektor pertambangan,” ujar Riyanda dalam keterangannya kepada wartawan.

API menilai bahwa penegakan hukum yang konsisten dan terukur diperlukan untuk mendorong kepatuhan terhadap regulasi, khususnya di sektor pertambangan ore nikel.

Menurut mereka, masyarakat di Maluku Utara selama ini terdampak oleh lemahnya pengawasan terhadap aktivitas pertambangan yang tidak sesuai aturan, termasuk potensi hilangnya pendapatan daerah dan negara.

Salah satu perusahaan yang disebut dalam laporan API beroperasi di Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara. Dalam keterangannya, API menyebut perusahaan tersebut berinisial PT WKM, dan menyampaikan sejumlah temuan awal yang menurut mereka perlu ditelusuri lebih lanjut oleh aparat penegak hukum.

“Kami menyampaikan informasi awal terkait dugaan ketidaksesuaian administratif dan teknis dalam kegiatan pertambangan oleh salah satu perusahaan di Halmahera Timur,” ujar Riyanda.

API mengungkapkan bahwa berdasarkan informasi dari lapangan, terdapat indikasi bahwa perusahaan tersebut belum melengkapi dokumen rencana reklamasi dan pasca tambang (JAMREK) sebagaimana diatur dalam Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2014. Dokumen tersebut merupakan bagian dari persyaratan administratif dalam proses perizinan tambang.

“Kami tidak bermaksud menghakimi, namun mendorong agar aspekaspek perizinan dan kepatuhan terhadap regulasi ditelaah secara menyeluruh,” kata Riyanda.

API juga menyampaikan kekhawatiran atas dugaan penjualan ore nikel yang disebut sebagai barang sitaan negara, yang menurut mereka belum melalui prosedur lelang atau putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Namun, mereka menekankan bahwa laporan tersebut masih bersifat awal dan memerlukan klarifikasi serta verifikasi lebih lanjut.

“Kami percaya bahwa proses hukum akan berjalan secara objektif dan transparan, dan kami menyerahkan sepenuhnya kepada Kejaksaan untuk menindaklanjuti sesuai kewenangan,” tambahnya.

Selain itu, API menyoroti penggunaan kawasan hutan untuk aktivitas pertambangan yang menurut mereka belum dilengkapi izin dari instansi berwenang. Mereka meminta agar aktivitas pertambangan yang belum memenuhi ketentuan hukum dihentikan sementara, sembari menunggu hasil penyelidikan.

“Jika ditemukan indikasi pelanggaran, kami mendorong pelibatan lembaga seperti KPK atau Satgas Penegakan Hukum Terpadu,” tutup Riyanda.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak perusahaan terkait laporan tersebut. Semua informasi yang disampaikan masih dalam bentuk dugaan dan menunggu proses klarifikasi serta penanganan lebih lanjut oleh aparat penegak hukum.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.