Jakarta (ANTARA) - Pengelola Tempat Pemakaman Umum Kebon Nanas, Jakarta Timur, mulai menertibkan keberadaan ratusan warga yang tinggal di area pemakaman tersebut.

"Dari sekitar awal Juli kita sudah lakukan tindakan bersama unsur pemerintahan, lurah, camat, dan pihak terkait lainnya," kata Ketua Pengelola Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kebon Nanas, Muhaimin di Cipinang Besar Selatan, Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa.

Tercatat, sekitar 220 kepala keluarga atau 730 jiwa menghuni lahan makam yang seharusnya menjadi ruang publik untuk peristirahatan terakhir.

"Ada yang ber-KTP sini, ada juga yang dari luar, seperti Bekasi, bahkan dari Jakarta Utara. Kemungkinan mereka mengontrak di sini," ujar Muhaimin.

Kondisi ini menjadi sorotan publik karena lahan TPU Kebon Nanas seharusnya diperuntukkan bagi pemakaman, bukan tempat tinggal permanen.

Selain itu, keberadaan permukiman liar juga mempersulit proses perawatan dan pengawasan TPU. "Upaya ini dilakukan secara bertahap mengingat kompleksitas sosial di lapangan," ujar Muhaimin.

Pendataan warga pun telah dilakukan dan hasilnya telah disampaikan kepada pimpinan serta dibahas dalam rapat bersama Wali Kota Jakarta Timur (Jaktim).

Namun, proses penertiban tidak bisa dilakukan secara serta-merta karena melibatkan banyak aspek dan instansi.

"Ini menyangkut manusia, bukan sekadar bangunan liar. Ada prosedur, mekanisme dan pihak terkait yang terlibat. Termasuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) dan lainnya," katanya.

Secara hukum, penanganan TPU merujuk pada Perda Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pelayanan Pemakaman. Sementara untuk penertiban, mengacu pada Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum yang menjadi ranah Satpol PP sebagai penegak.

Pihak pengelola juga menegaskan bahwa keputusan akhir terkait penertiban berada di tangan Wali Kota Jakarta Timur Munjirin.

"Apakah mereka akan dipulangkan ke kampung halamannya atau mungkin akan dirusunkan, itu semua akan dibahas lebih lanjut dengan melibatkan Dinas Perumahan, Dinas Sosial, biro hukum dan tentunya Satpol PP," ujar Muhaimin.

Hingga kini, warga masih menempati lahan TPU dan pemerintah diminta segera memberikan solusi jangka panjang agar fungsi pemakaman bisa dikembalikan sebagaimana mestinya.

Adapun permukiman itu berdiri di atas area pemakaman Buddha atau pemakaman China yang sebagian makamnya sudah dikremasi atau dipindahkan.

Makam-makam di lokasi tersebut sudah ada sejak tahun 1890 sehingga besar kemungkinan ahli waris atau keturunannya sudah berpindah tempat tinggal dan tak lagi rutin berziarah.

Sebagian lahan yang sudah tidak digunakan oleh pemilik lama itu kini dipakai ulang untuk unit pemakaman baru, baik untuk umat Muslim maupun Kristen.

Namun, area tersebut kini justru dikuasai oleh ratusan warga yang membangun permukiman liar atau ilegal.