TIMESINDONESIA, JAKARTA – Tanggal 30-31Juli 2025 ini, Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) melaksanakan agenda strategis yaitu Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) dan pelantikan Pimpinan Pusat masa khidmat 2025-2030. ISNU lahir dari tubuh Nahdlatul Ulama (NU) yang menjadi wadah bagi para cendekiawan Nahdliyyin untuk mengaktualisasikan keilmuannya dalam menjawab tantangan zaman dan mendukung kemajuan bangsa.
Lebih dari itu, ISNU juga didirikan sebagai respons terhadap kebutuhan NU untuk memperkuat barisan intelektual dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta untuk menjawab kompleksitas persoalan bangsa. Para sarjana yang tergabung dalam ISNU bukan hanya ahli di bidangnya, tetapi juga memiliki komitmen moral dan spiritual sebagai bagian dari keluarga besar NU yang menjunjung tinggi prinsip tawassuth (moderat), tasamuh (toleran), dan tawazun (seimbang).
Sejumlah riset mencata bahwa dalam banyak hal, ISNU telah memainkan peran strategis. Mulai dari advokasi kebijakan publik, pengembangan riset-riset berbasis kearifan lokal, hingga pendampingan masyarakat melalui pendekatan partisipatif. Dalam konteks ini, ISNU berperan sebagai jembatan antara ilmu pengetahuan dan tradisi, antara modernitas dan kearifan lokal (Rifai, 2022).
Dalam konteks menghadapi tantangan bangsa Indonesia ke depan yang sangat kompleks—mulai dari krisis iklim, disrupsi digital, hingga dinamika geopolitik global, ISNU tentu harus ambil bagian. Ringkasnya, ISNU memiliki potensi besar untuk menjadi pusat gagasan dan solusi berbasis ilmu pengetahuan, etika keislaman, dan nilai-nilai kebangsaan.
Sejumlah studi mencatat bahwa kemajuan suatu bangsa tidak hanya ditentukan oleh indikator-indikator ekonomi seperti pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) atau kekuatan militer semata (Gebara et al., 2024; Jie et al., 2024). Tetapi justru yang lebih mendasar adalah kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dimilikinya. Bangsa yang unggul adalah bangsa yang mampu menciptakan generasi intelektual yang berpikir kritis, berakhlak mulia, dan memiliki semangat kebangsaan yang tinggi. Dalam konteks ini, ISNU hadir sebagai pilar penting dalam membentuk peradaban bangsa yang maju, inklusif, dan bermartabat.
ISNU saatnya memposisikan diri bukan sekadar sebagai organisasi profesi atau forum ilmiah biasa, melainkan sebagai agen transformasi sosial yang aktif merespons berbagai dinamika kebangsaan. Melalui pelbagai inisiatif seperti forum ilmiah, seminar kebangsaan, riset kebijakan publik, hingga keterlibatan langsung dalam pengembangan pendidikan, ISNU memainkan peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Para sarjana Nahdliyyin yang tergabung dalam ISNU turut menyumbangkan gagasan, kompetensi, serta nilai-nilai moral dalam setiap lini pembangunan nasional.
Dalam sektor pendidikan, ISNU menunjukkan komitmen serius untuk mendorong kemajuan Lembaga Pendidikan Ma’arif NU, baik dari sisi tata kelola, kualitas tenaga pendidik, hingga penguatan kurikulum. ISNU juga menjadi garda depan dalam memperjuangkan pengakuan dan integrasi lembaga pendidikan berbasis pesantren ke dalam sistem pendidikan nasional. Bagi ISNU, pesantren bukan sekadar institusi keagamaan tradisional, tetapi pusat pembentukan karakter bangsa yang harus diperkuat dan dikembangkan sesuai tantangan zaman. Lebih dari itu, ISNU turut menginisiasi pengembangan kurikulum yang berpijak pada prinsip moderasi beragama dan nilai-nilai kebangsaan, sebagai bentuk respon terhadap ancaman radikalisme dan disintegrasi sosial yang semakin nyata (Rahmatullah, 2023).
Sementara di bidang ekonomi, ISNU menaruh perhatian pada pentingnya penguatan ekonomi umat. Salah satu strategi utama yang dikembangkan adalah pemberdayaan koperasi, penguatan UMKM, serta akselerasi digitalisasi ekonomi pesantren. ISNU menyadari bahwa ketimpangan sosial dan ekonomi yang masih lebar di Indonesia tidak bisa dibiarkan tanpa intervensi berbasis pemberdayaan. Dengan menggandeng lembaga keuangan syariah, pemerintah daerah, hingga sektor swasta, ISNU menggerakkan berbagai pelatihan, inkubasi usaha, dan akses permodalan berbasis komunitas. Digitalisasi ekonomi pesantren juga menjadi langkah strategis untuk memperluas pasar dan jejaring dagang berbasis nilai-nilai keislaman yang inklusif dan produktif (Latifah & Wibowo, 2021).
Terkait dengan program ketahanan pangan yang menjadi program pemerintah, ISNU juga dapat ambil bagian. Dalam hal ini, ISNU dapat memainkan peran sebagai think tank yang memberikan masukan berbasis riset kepada pemerintah daerah maupun pusat dalam perumusan kebijakan ketahanan pangan. Melalui jaringan keilmuan di berbagai kampus dan institusi riset, ISNU mampu: (1) menyusun kajian strategis tentang pola konsumsi dan produksi pangan berbasis lokal, dan (2) memberikan rekomendasi kebijakan yang berorientasi pada kemandirian pangan nasional.
Selanjutnya, ISNU juga berperan dalam mengedukasi masyarakat untuk kembali pada pola konsumsi pangan lokal yang sehat dan beragam (diversifikasi pangan). Hal ini meliputi: (1) kampanye makan beras non-beras (sorgum, jagung, singkong) sebagai alternatif berkelanjutan; (2) pelatihan teknologi pertanian ramah lingkungan, dan (3) penyuluhan gizi keluarga untuk penanggulangan stunting dan gizi buruk di daerah tertinggal.
Harus diakui sebagian besar warga Nahdliyin berada di pedesaan dan berprofesi sebagai petani, nelayan, dan pelaku usaha mikro sektor pangan. Terkait ini, ISNU memiliki potensi untuk: (1) mendorong pembentukan koperasi tani berbasis pesantren atau komunitas NU; (2) menyediakan pendampingan kelembagaan, pelatihan kewirausahaan pangan, dan akses permodalan, dan (3) menghubungkan petani NU dengan pasar melalui digitalisasi sistem distribusi hasil tani dan hilirisasi produk.
Peran ISNU dalam tiga sektor strategis—pendidikan, ekonomi dan ketahanan pangan—menunjukkan bahwa organisasi ini tidak berhenti pada tataran wacana, tetapi telah bergerak dalam praktik nyata. Dengan semangat kolaboratif, berbasis ilmu dan akhlak, ISNU terus mendorong transformasi sosial yang berkelanjutan. Upaya ini menjadi bagian dari ikhtiar besar NU dalam membangun Indonesia yang lebih adil, cerdas, dan berperadaban.
Sebagaimana kita ketahui, Indonesia tengah menuju sebuah momen historis yang sangat penting: satu abad kemerdekaannya pada tahun 2045. Momentum ini dikemas dalam sebuah visi besar yang dikenal sebagai Indonesia Emas 2045, yaitu cita-cita untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju, adil, makmur, dan berdaya saing global. Visi ini tidak hanya menekankan pada aspek pertumbuhan ekonomi dan kemajuan teknologi, tetapi juga pada kualitas manusia, pemerataan kesejahteraan, serta kohesi sosial yang kuat. Untuk mencapainya, dibutuhkan investasi yang serius dan berkelanjutan dalam hal penguatan sumber daya manusia, reformasi kebijakan, serta partisipasi aktif dari seluruh elemen bangsa—termasuk komunitas intelektual.
Dalam konteks inilah peran ISNU menjadi sangat strategis. Sebagai wadah berhimpunnya para sarjana Nahdliyyin dari berbagai disiplin ilmu, ISNU tidak boleh terkungkung dalam ruang-ruang akademik yang eksklusif. Para anggotanya harus aktif menembus batas kampus dan laboratorium, lalu hadir di tengah masyarakat sebagai knowledge facilitator dan agen perubahan. ISNU diharapkan mampu mengartikulasikan nilai-nilai keislaman yang moderat dan kearifan lokal dalam menghadapi isu-isu global seperti perubahan iklim, transformasi digital, ketimpangan sosial, dan krisis identitas kebangsaan.
Tantangan masa depan membutuhkan respons yang tidak hanya berbasis teori, tetapi juga aksi nyata di lapangan. Oleh karena itu, ISNU perlu memperkuat peranannya dalam mendorong inovasi sosial, mendampingi pemberdayaan masyarakat, menyuarakan kebijakan berbasis keadilan, serta mengembangkan literasi publik yang memadukan antara ilmu dan akhlak. Melalui tulisan, forum diskusi, pelatihan komunitas, hingga advokasi kebijakan, sarjana-sarjana ISNU dapat menjadi motor yang mendorong transformasi sosial menuju peradaban yang berkelanjutan dan inklusif.
Visi Indonesia Emas 2045 tidak akan tercapai hanya dengan pembangunan infrastruktur fisik dan kebijakan teknokratis semata. Diperlukan pula pembangunan infrastruktur moral dan intelektual yang menyeluruh, dan di sinilah ISNU hadir sebagai engine of transformation—mesin perubahan yang mampu menggerakkan masyarakat menuju tatanan yang lebih beradab, adil, dan berdaya saing global. ISNU harus terus menjaga relevansinya di tengah perubahan zaman, serta menjadi mercusuar ilmu dan akhlak yang menuntun arah perjalanan bangsa menuju masa depan gemilang. Kita tunggu peran ISNU membantu pemerintah mencapai visi Indonesia Emas 2024. Selamat Mukernas.
***
*) Penulis: Prof. Komarudin, Rektor Universitas Negeri Jakarta dan Anggota Dewan Ahli PP ISNU.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id