Hasto Kristiyanto bebas dari vonis penjara 3,5 tahun.
Untuk diketahui, Hasto Kristiyanto adalah Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang divonis penjara tiga tahun dan enam bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Hal ini terkait kasus suap dan perintangan penyidikan terkait kasus Harun Masiku.
Kini, Hasto Kristiyanto mendapat amnesti dari Presiden Prabowo Subianto.
Dilansir dari Kompas.com, amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana.
Amnesti merupakan hak prerogatif presiden atau hak istimewa yang dimiliki kepala negara mengenai hukum dan undang-undang di luar kekuatan badan-badan perwakilan.
Hak prerogatif presiden itu diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat," bunyi Pasal 14 UUD 1945.
Kabar terbaru, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui amnesti untuk 1.116 terpidana.
Salah satunya adalah untuk Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan, permohonan amnesti itu disampaikan Presiden Prabowo Subianto ke DPR lewat Surat Presiden (Surpres) tertanggal 30 Juli 2025.
"Amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, diberikan amnesti termasuk Saudara Hasto Kristiyanto," ujar Dasco dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (31/7/2025).
Perjalanan Kasus Hasto
Hasto Kristiyanto pertama kali ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK pada 24 Desember 2024 lalu.
Hasto lantas menjalani sidang perdana sebagai terdakwa pada 14 Maret 2025 lalu.
Kemudian, Hasto didakwa melakukan dua tindak pidana yaitu dugaan suap dan perintangan penyidikan.
Terkait dugaan suap, Hasto disebut bersama tersangka lainnya yaitu advokat Donny Tri Istiqomah; eks kader PDIP, Saeful Bahri; dan Harun Masiku; dalam kurun waktu Juni 2019-Januari 2020.
Dalam melakukan suap tersebut, Hasto menyediakan uang sebesar Rp600 juta untuk diberikan kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan.
"Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW (pergantian antarwaktu) Caleg Terpilih dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku," kata jaksa KPK dalam sidang perdana pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat pada 14 Maret 2025.
Jaksa menyebut, Hasto turut dibantu anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) saat itu, Agustiani Tio Fridelina, yang memiliki kedekatan dengan Wahyu.
Atas permintaan Saeful Bahri tersebut, Agustiani Tio Fridelina menghubungi Wahyu Setiawan untuk pengurusan penggantian Caleg Terpilih Dapil Sumsel-1 dari Riezki Aprilia kepada Harun Masiku.
Selanjutnya, pemberian suap kepada Wahyu oleh Hasto tidak dilakukan sekali bayar tetapi secara bertahap tergantung tahapan permohonan PAW terhadap Harun Masiku.
"Bahwa Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD 57,350.00 atau setara Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI periode 2017-2022," jelas jaksa.
"Bersama-sama Agustiani Tio Fridelina dengan maksud supaya Wahyu Setiawan bersama-sama Agustiani Tio Fridelina mengupayakan KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel-1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku," imbuhnya.
Mengenai dakwaan perintangan penyidikan, jaksa mengatakan, Hasto memperoleh informasi, KPK bakal melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus Harun Masiku ini.
Awalnya, jaksa mengatakan, KPK melakukan OTT terhadap Wahyu Setiawan yang ketika itu menjabat sebagai Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Bandara Soekarno Hatta.
Penangkapan tersebut, karena Wahyu disebut menerima suap untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR lewat PAW untuk periode 2019-2024.
Pada saat bersamaan, jaksa mengatakan, Hasto mengetahui Wahyu terjaring OTT KPK sekitar pukul 18.19 WIB.
Saat itulah Hasto memerintahkan Harun Masiku agar merendam ponselnya dan kabur.
"Kemudian terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya ke dalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu di kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK," kata jaksa.
Selanjutnya, Nurhasan bertemu Harun Masiku di Hotel Sofyan Cut Mutia, Jakarta Pusat, sekira pukul 18.35 WIB.
KPK disebut tidak bisa melacak handphone Harun Masiku pada pukul 18.52 WIB.
Lantas, penyidik KPK memantau keberadaan Harun Masiku lewat ponsel milik Nurhasan dan terpantau berada di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
Kemudian, Jaksa menambahkan, petugas KPK mendatangi PTIK, namun tidak berhasil menemukan Harun Masiku.
Atas perbuatannya, Hasto dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Dalam perkembangannya, Hasto dituntut tujuh tahun penjara dan denda Rp600 juta subsidair enam bulan penjara oleh jaksa dalam kasus Harun Masiku ini pada 3 Juli 2025 lalu.
Adapun hal yang memberatkan adalah Hasto dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
"(Hal memberatkan lainnya) terdakwa tidak mengakui perbuatannya," kata jaksa.
Sementara, hal yang meringankan, adalah terdakwa bertindak sopan selama persidangan, memiliki tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum.
Atas tuntutan tersebut, jaksa menganggap berdasarkan fakta persidangan, Hasto telah memenuhi unsur Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Hasto Kristiyanto cari istri setelah divonis 3,5 tahun penjara
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Jumat (25/7/2025), menjatuhkan vonis 3,5 tahun penjara terhadap Hasto dalam kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku.
Hasto Kristiyanto langsung mencari keberadaan sang istri, Maria Stefani Ekowati, sesaat setelah hakim menjatuhkan vonis 3,5 tahun penjara terhadap dirinya.
Setelah sidang ditutup majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (25/7/2025), Hasto sempat menghampiri meja tim kuasa hukumnya dan berbincang singkat.
Tidak diketahui isi pembicaraan Hasto dengan kuasa hukumnya.
Tak lama berselang, Hasto tampak berjalan ke arah kursi pengunjung sidang, tempat sang istri sebelumnya duduk.
Namun, Maria tak lagi berada di sana.
“Mama mana? Mama mana?” tanya Hasto sambil menoleh ke sekeliling ruang sidang mencari sosok sang istri.
Di tengah kerumunan, akhirnya mereka bertemu.
Hasto langsung memeluk sambil mencium istrinya itu.
Tak berlangsung lama, Hasto lalu beranjak ke luar ruang sidang.