Pakar Hukum Sebut Prabowo Harus Beri Penjelasan Langsung Soal Abolisi dan Amnesti Tom Lembong-Hasto
Adi Suhendi August 01, 2025 07:32 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Azmi Syahputra meminta Presiden Prabowo Subianto menjelaskan pertimbangan pemberian abolisi untuk Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong dan pemberian amnesti untuk Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Azmi Syahputra merupakan dosen ilmu hukum di Universitas Trisakti. Ia juga merupakan alumni Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) dan menyelesaikan pendidikan magisternya di Universitas Padjadjaran.

Menurut dia, amnesti dan abolisi merupakan kewenangan mutlak yang dimiliki Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 2  UUD 1945.  

Dalam pemberian amnesti dan abolisi, diperlukan pertimbangan dan persetujuan dari DPR RI.

Pemberian amnesti berakibat penerapan hukum pidana dihapuskan, sementara dengan pemberian abolisi, maka penuntutan ditiadakan atau penuntutan dihapuskan serta melakukan penghentian apabila putusan itu telah dijalankan sekalipun.

"Ini jelas langkah konkret dalam implementasi kewenangan Kepala Negara yang konstitusional. Cenderung hal ini dimaknai sebagai keputusan politik penting antara kekuasaan eksekutif dan legislatif untuk dapat melepaskan pertanggungjawaban pidana atau meluruskan penegakan hukum. Dengan kata lain sarana ini digunakan untuk membebaskan seseorang dari hukuman yang sedang dijalani," kata Azmi kepada wartawan, Jumat (1/8/2025).

Dia mengatakan jika tidak dijelaskan secara tuntas, akan menimbulkan pertanyaan di ruang publik.

Di satu sisi, Azmi meyakini publik melihat adanya kepentingan politik.

"Kasus ini akan berdampak negatif luas jika tidak direspons dengan tuntas atau apakah ini untuk memperkuat posisi politik tertentu, atau apakah akan ada evaluasi maupun perubahan pada petinggi lembaga unit peradilan, mengingat dalam melihat kasus Tom Lembong dan Hasto cenderung lebih pada muatan politis," kata Azmi.

"Jadi jelas pemberian amnesti dan abolisi dalam dua kasus ini menjadi suatu kekhususan istimewa dari langkah bijaksana dan strategis konkret Presiden untuk mengatasi permasalahan ini secara cepat dan efektif," katanya.

Tom Lembong dan Hasto Dapat Abolisi-Amnesti

Presiden Prabowo Subianto mengirimkan dua surat kepada DPR untuk meminta pertimbangan pemberian abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto. 

DPR menyetujui permintaan tersebut dalam rapat konsultasi.

Adapun surat untuk Tom tertuang dalam Surpres Nomor R43/Pres.07.2025, sementara amnesti kepada Hasto diajukan dalam Surpres Nomor R42/Pres.07.2025, keduanya bertanggal 30 Juli 2025.

Abolisi adalah hak yang dimiliki kepala negara untuk menghapuskan tuntutan pidana terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana, serta menghentikan proses hukum yang sedang berjalan.

Sedangkan Amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan oleh kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu. Amnesti diberikan melalui undang-undang atau keputusan resmi lainnya.

Tom Lembong divonis terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan periode 2015-2016.

Atas perbuatannya tersebut Majelis Hakim memvonis Terdakwa Tom Lembong hukuman 4 tahun dan 6 bulan penjara pada perkara tersebut.

Tak hanya itu, Tom Lembong juga dihukum membayar pidana denda Rp 750 juta, subsider 6 bulan kurungan.

Ia dijerat Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal ini mengatur korupsi dalam bentuk perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi secara melawan hukum yang mengakibatkan kerugian bagi negara

Sedangkan Hasto Kristiyanto dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus suap terhadap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam pengurusan Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku.

Hakim pun menjatuhkan vonis penjara 3 tahun dan 6 bulan terhadap Hasto. 

Selain itu, Hasto juga dihukum untuk membayar pidana denda sebesar Rp 250 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

Ia dinilai melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.