Jakarta (ANTARA) - Dewan Pengawas Komite Ekonomi Kreatif Jakarta (KE-JKT), Mochtar Sarman berpendapat komersialiasi kekayaan intelektual (KI) atau Intellectual Property (IP) diperlukan agar tercipta ekosistem KI untuk menghasilkan siklus berkelanjutan.

"Kalau kita bicara ke kekayaan inlektual, bisa berjalan kalau ekosistemnya itu juga mutar dan komersialisasinya jalan. Kalau komersialisasi tidak jalan itu karya seni namanya," kata dia dalam diskusi panel tentang “Governing Creativity: Jakarta’s Role in Shaping the IP Economy” di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Jumat.

Mochtar mengatakan, saat ini masih banyak pencipta KI yang masih belum melihat potensi karya mereka untuk dikomersialisasikan.

Dia mencontohkan, pembuat film masih berfokus pada film, pengembang gim juga semata fokus pada gim mereka, begitu juga komikus dan lainnya.

"Melihat ekosistem misalnya merchandise-nya seperti apa, komiknya nanti seperti apa, apakah bisa dibuat gimnya. (Komersialisasi) ini seperti yang dilakukan di Hollywood," kata dia.

Lalu, untuk membantu membuka mata pemilik KI, bantuan pemerintah diperlukan. Pemerintah dapat menjembatani atau memfasilitasi pencipta IP misalnya pembuat film pada pengembang gim atau suatu penerbit misalnya.

"Banyak IP-IP dengan karya yang bagus ini tidak bisa take off karena tidak ada yang mengerti bagaimana komersialisasi karya mereka," ujar Mochtar.

Dalam kesempatan itu, Ketua Dewan Pengawas KE-JKT, Ricky Pesik senada dengan Mochtar bahwa perlunya negara hadir membantu menciptakan ekosistem KI.

"Di sektor ini, memang perlu diimplementasikan banyak kebijakan yang membunyikan sebuah jargon yang dinanti-nanti oleh pelaku. Negara hadir. Dan di situlah ekosistem sebenarnya," ujarnya.

Dia berpendapat pencipta KI di Indonesia tak ada masalah dengan kreativitas salah satunya karena didukung sumber ide yang kaya. Namun masih belum berfokus pada urusan monetisasi.

"Karena kita heterogen, multikultur, banyak sekali sumber-sumber ide. Bahkan dari warisan-warisan budaya kita banyak sekali. Mungkin kita adalah negara yang paling ketinggalan dalam monetisasi warisan budaya kita," katanya.