SURYA.co.id | SURABAYA — Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya menjadi tuan rumah The 5th International Conference on Islamic Family Law (ICoIFL) yang dirangkai dengan Rapat Kerja Nasional Perkumpulan Dosen Hukum Keluarga Islam (PDHKI) ke-7 dan Asosiasi Pengelola Hukum Keluarga Islam (APHKI) ke-6.
Kegiatan ini berlangsung pada 6–8 Agustus 2025 di Auditorium At-Tauhid dan dihadiri 150 peserta dari seluruh Indonesia, serta menghadirkan narasumber lintas negara.
Konferensi mengusung tema Rethinking Support Systems to Strengthen Family Sustainability and Reduce Divorce in the Digital Era, yang mencerminkan kepedulian kolektif para akademisi terhadap ketahanan keluarga Muslim di tengah gempuran perubahan sosial dan teknologi.
Ketua Umum PDHKI, Prof Dr Ilyya Muhsin MSi, mengapresiasi UM Surabaya sebagai tuan rumah dan menilai forum ini sebagai momentum penting untuk membangun sinergi antarakademisi serta memperkuat kontribusi riset hukum keluarga Islam di tingkat internasional.
Ilyya menegaskan meningkatnya angka perceraian akibat disrupsi teknologi harus direspons dengan langkah komprehensif berbasis nilai Islam, budaya bangsa, dan kemajuan zaman.
“Kecanggihan teknologi tanpa literasi digital dan spiritualitas berkeluarga justru memicu konflik, keterasingan emosional, hingga perselingkuhan daring,” ungkapnya.
Wakil Rektor I UM Surabaya Bidang AIK, Akademik, dan Mutu, Dr dr Muhammad Anas SpOG, menegaskan komitmen kampus dalam mengintegrasikan nilai keislaman dengan pengembangan ilmu pengetahuan.
“Digitalisasi harus dimaknai sebagai peluang memperluas edukasi keluarga, bukan ancaman,” ujarnya.
Konferensi ini menghadirkan pembicara dari Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Uzbekistan, di antaranya Prof Dr Raihana binti Abdullah (University of Malaya, Malaysia), Noor Aisha Abdul Rahman MA PhD (National University of Singapore), Assoc Prof NaeemAllah Rokha PhD (Leiden Taskent State University of Law, Uzbekistan), dan Prof Dr Abu Rohmad MAg (Dirjen Bimas Islam, Kemenag RI).
Selama tiga hari, peserta membahas beragam isu mulai dari hukum keluarga Islam, kesetaraan gender, kejahatan siber, hingga pemanfaatan kecerdasan buatan untuk layanan keluarga.
Sesi konferensi terbagi menjadi seminar umum dan seminar paralel dengan pembahasan seputar hukum keluarga Islam, kesetaraan gender, kejahatan siber, perlindungan anak, ekologi keluarga, hingga pemanfaatan kecerdasan buatan dalam layanan keluarga.
"Sebanyak 13 jurnal bereputasi internasional, termasuk yang terindeks Scopus Q1 seperti Samarah, Ijtihad, dan Al-Ihkam, mendukung publikasi karya ilmiah para peserta," urainya.
Puncak konferensi menghasilkan 'Piagam Surabaya', berisi sepuluh rekomendasi strategis untuk memperkuat ketahanan keluarga di era digital.
Piagam ini disepakati seluruh anggota PDHKI dan APHKI sebagai komitmen membangun keluarga tangguh yang adaptif terhadap perkembangan zaman, tanpa kehilangan nilai-nilai Islam dan budaya bangsa.
Isi piagam mencakup pendidikan pranikah berbasis hukum keluarga Islam dan literasi digital, revitalisasi peran konselor keluarga berbasis masjid dan komunitas, digitalisasi layanan hukum keluarga Islam yang aman, kebijakan responsif gender di peradilan agama, penguatan literasi digital dalam rumah tangga, kolaborasi multipihak dalam pencegahan perceraian.
"Kemudian penanaman nilai maqasid al-syari’ah dalam keluarga, reformulasi hukum perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam agar adaptif terhadap perkembangan digital, peningkatan kompetensi dosen hukum keluarga Islam, serta gerakan nasional “Keluarga Tangguh Digital” pungkasnya.