Jelang HUT ke-80 RI, Ini Sejarah Bendera Merah Putih yang Sempat Dibelah Agar Tak Disita Belanda
Siti M August 10, 2025 07:34 AM

Grid.ID - Jelang HUT ke-80 RI, mengingat sejarah akan membuat kita lebih bisa menghargai dan meningkatkan rasa patriotisme. Salah satunya yakni terkait sejarah Bendera Merah Putih yang sempat dibelah.

Ya, hal itu dilakukan dalam rangka agar bendera Merah Putih tidak di sita oleh Belanda yang dulu menjajah Indonesia.

Jejak Sejarah Bendera Merah Putih: Pernah Dibelah Demi Hindari Penyitaan Belanda

Jelang HUT ke-80 RI, bendera Merah Putih ternyata menyimpan kisah perjuangan panjang dan sempat “dikorbankan” demi kelangsungan eksistensinya di tengah ancaman penjajahan.

Kisah bermula ketika pemerintahan militer Jepang di Indonesia menyatakan rencana kemerdekaan pada 7 September 1944. Kabar itu diumumkan oleh Dai Nippon, membuka jalan bagi para tokoh bangsa untuk mulai menyusun simbol-simbol negara.

Lima hari setelah pengumuman tersebut, Chuuoo Sangi In, semacam dewan penasihat bentukan Jepang mengadakan sidang informal pada 12 September 1944. Ir. Soekarno memimpin pertemuan itu, dengan satu agenda utama: penetapan bendera dan lagu kebangsaan.

Hasilnya, disepakati bahwa bendera nasional Indonesia adalah Merah Putih, dengan rasio panjang dan lebar tiga banding dua, serupa ukuran bendera Jepang. Kain yang digunakan berbahan katun halus, sejenis primissima, biasa dipakai untuk batik tulis kelas atas.

Namun, kelangkaan bahan saat itu menjadi tantangan tersendiri. Perjuangan mendapatkan kain bendera tak lepas dari peran Fatmawati, istri Soekarno, yang didukung oleh Hitoshi Shimizu pimpinan propaganda Jepangmelalui pemuda bernama Chairul Basri.

Dua blok kain merah dan putih asal Jepang akhirnya diperoleh pada Oktober 1944, menjadi bahan awal bendera Merah Putih yang dijahit oleh Fatmawati.

Diselamatkan dengan Cara Tak Biasa

Bendera Merah Putih pertama itu, kemudian dikenal sebagai Bendera Pusaka, harus diselamatkan saat Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda pada 19 Desember 1948. Presiden Soekarno menyerahkannya kepada ajudan setianya, Husein Mutahar.

Dengan risiko tinggi, Mutahar memutuskan membongkar jahitan bendera, memisahkan kain merah dan putih agar tak tampak mencolok.

Kedua potongan itu ia simpan dalam tas terpisah, demi menghindari penyitaan pasukan Belanda. Aksi penyelamatan itu berlangsung diam-diam, namun menjadi momen penting dalam menjaga keberadaan simbol negara.

Pada pertengahan 1949, saat Soekarno berada di pengasingan di Bangka, ia meminta agar bendera pusaka dikembalikan. Mutahar menjahit ulang kedua bagian bendera, lalu menyamarkannya dalam bungkus kertas koran dan menitipkannya pada Soejono untuk dikirim ke Presiden.

Tanggal 6 Juli 1949, Bendera Pusaka kembali tiba di Yogyakarta, dan dikibarkan kembali secara resmi pada 17 Agustus di halaman Gedung Agung.

Dari Simbol Perjuangan Menjadi Warisan Budaya

Tahun 1958, bendera hasil jahitan Fatmawati tersebut resmi ditetapkan sebagai Bendera Pusaka melalui Peraturan Pemerintah Nomor 40 tentang Bendera Kebangsaan. Pengibaran terakhir dilakukan pada 17 Agustus 1968 di Istana Merdeka.

Dan kini jelang HUT ke-80 RI, Bendera Pusaka Merah Putih disimpan sebagai Cagar Budaya Nasional berdasarkan SK Menteri Kebudayaan Nomor 003/M/2015. Dalam setiap upacara peringatan kemerdekaan, duplikat bendera digunakan untuk pengibaran di Istana Negara.

Namun, Bendera Pusaka tetap diperlihatkan kepada publik sebagai simbol abadi perjuangan bangsa.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.