Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan menyita uang sebanyak Rp10 miliar dari para pihak swasta terkait kasus dugaan korupsi dalam pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di bank pemerintah pada tahun 2020–2024.
“Dalam sepekan ini, penyidik telah melakukan penyitaan uang sejumlah sekitar Rp10 miliar dari para pihak swasta yang merupakan pelaksana pengadaan mesin EDC di PT Bank Rakyat Indonesia atau BRI (Persero),” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi ANTARA dari Jakarta, Rabu.
Menurut Budi, penyitaan sejumlah uang tersebut dilakukan sebagai langkah awal KPK untuk mengoptimalkan pemulihan keuangan negara.
Sebelumnya, KPK pada 26 Juni 2025, mengumumkan memulai penyidikan baru terkait kasus dugaan korupsi dalam pengadaan mesin EDC.
Pada 30 Juni 2025, KPK mengumumkan nilai proyek pengadaan mesin EDC tersebut sebesar Rp2,1 triliun, dan mencegah sejumlah 13 orang untuk bepergian ke luar negeri.
Mereka yang dicekal itu berinisial CBH, IU, DS, MI, AJ, IS, AWS, IP, KS, EL, NI, RSK, dan SRD.
Untuk sementara, KPK mengatakan kerugian keuangan negara terkait kasus tersebut mencapai Rp700 miliar atau 30 persen dari nilai proyek pengadaan yang sebesar Rp2,1 triliun. KPK menyampaikan pernyataan tersebut pada 1 Juli 2025.
KPK pada 9 Juli 2025, menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus tersebut, yakni berinisial CBH, IU, DS, EL, dan RSK.
Dua dari lima tersangka merupakan mantan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto (CBH), dan mantan Dirut Allo Bank Indra Utoyo (IU).