Denpasar (ANTARA) - Provinsi Bali masih menjadi pintu gerbang utama sektor pariwisata Indonesia dengan kedatangan wisatawan mancanegara (Wisman) sebanyak 6,3 juta pada 2024.

Jumlah itu hampir setengah dari total turis asing yang melancong di tanah air yang mencapai 13,9 juta orang.

Capaian kunjungan wisman di Pulau Dewata itu juga sudah melampaui realisasi sebelum pandemi COVID-19 pada 2019 yang saat itu mencapai 6,2 juta turis asing.

Rebound sektor pariwisata itu mendorong pundi-pundi rupiah kepada Negara.

Menurut Gubernur Bali Wayan Koster, Pulau Dewata menyumbangkan devisa pariwisata kepada Negara mencapai 44 persen dari total penerimaan devisa mencapai Rp107 triliun pada 2024.

Ada pun berdasarkan laporan Neraca Pembayaran Indonesia yang diterbitkan Bank Indonesia (BI), total penerimaan devisa pariwisata Indonesia pada 2024 mencapai 16,71 miliar dolar AS atau setara Rp280 triliun.

Dengan realisasi jumlah kunjungan turis asing dan pendapatan tersebut menempatkan Bali sebagai barometer daerah tujuan wisata tanah air.

Gesekan wisman

Capaian positif baik dari sisi devisa dan kunjungan turis asing itu tidak selalu beriringan dengan kualitas beberapa wisman yang berkunjung di tanah air, termasuk di Bali.

Pasalnya, ada juga yang membawa dampak negatif dan menimbulkan masalah, bahkan gesekan wisman dengan warga lokal.

Direktorat Jenderal Imigrasi mencatat selama Januari-September 2024 sebanyak 378 warga negara asing (WNA) dideportasi dari Bali.

Jumlah itu meningkat dibandingkan 2023 yakni 335 orang asing dideportasi oleh Kantor Imigrasi (Kanim) di Bali serta Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar.

Arsip foto - Wisatawan asing tiba di Terminal Kedatangan Internasional Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai di Kabupaten Badung, Bali, Selasa (5/8/2025). ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna

Terdapat tiga kantor imigrasi di Bali yaitu pertama Kanim Ngurah Rai yang mencakup wilayah kerja Kecamatan Kuta, Kuta Utara dan Kuta Selatan yang masuk Kabupaten Badung. Wilayah kerja tersebut merupakan konsentrasi utama sebaran wisatawan asing di Pulau Dewata.

Kedua, Kanim Denpasar yang mencakup wilayah kerja Kota Denpasar, sebagian wilayah Kabupaten Badung meliputi Kecamatan Abiansemal, Mengwi dan Petang, kemudian Kabupaten Gianyar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Bangli dan Kabupaten Tabanan.

Ketiga, Kanim Singaraja yang membawahi wilayah kerja Kabupaten Buleleng, Kabupaten Karangasem dan Kabupaten Jembrana.

Deportasi merupakan penindakan keimigrasian yang paling banyak diberikan kepada orang asing.

Data secara nasional oleh Direktorat Jenderal Imigrasi mencatat pada Januari-Juli 2025 sebanyak 2.669 orang asing dideportasi dan 2.009 orang asing lainnya didetensi.

Sementara itu, jumlah orang asing yang diproses hukum selama periode November 2024-Juli 2025 mencapai 62 orang.

Beragam alasan mereka dideportasi. Sebagian besar karenanmelebihi masa izin tinggal atau overstay dalam jangka waktu bulanan hingga bertahun-tahun berada di Bali. Kemudian menyalahgunakan izin tinggal, misalnya masuk dengan visa turis namun nyatanya berebut lapangan kerja dengan masyarakat lokal.Ada pula masuk ke Indonesia menggunakan visa investor namun ternyata fiktif karena nyatanya bukan menanamkan modal tapi mencaplok lahan pekerjaan warga lokal.

Selain itu, ada juga orang asing melanggar aturan hukum dan melakukan aksi kriminal atau tindak kejahatan lintas negara, kemudian tidak menghormati aturan yang ada di Bali hingga berani melawan aparat penegak hukum.

Memang dari sisi jumlah wisatawan asing yang bermasalah dan dideportasi tersebut bisa dibilang segelintir, tidak sebanding dengan total yang datang ke Bali yang mencapai 6,3 juta pada 2024. Namun, peningkatan WNA bermasalah dari tahun ke tahun dengan beragam problematika itu tidak bisa dikesampingkan.

Pengawasan WNA

Aparat berwenang bergerak dalam senyap saat operasi pengawasan agar tidak bocor ketika menertibkan orang asing yang tidak menghormati aturan hukum di Indonesia.

Keterlibatan masyarakat dan kerja sama lintas instansi melalui tim pengawasan orang asing (tim pora) juga dilakukan baik tingkat pusat dan daerah.

Tim juga memantau informasi yang beredar di media sosial terkait aktivitas orang asing karena pelanggaran keimigrasian orang asing kerap menjadi viral di media sosial dan menyedot perhatian publik.

Arsip foto - Direktorat Jenderal Imigrasi membentuk Satuan Tugas Patroli Imigrasi untuk mengawasi warga negara asing pada apel perdana di Pelabuhan Benoa, Denpasar, Bali, Selasa (5/8/2025). ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna

Direktorat Jenderal Imigrasi melakukan operasi pengawasan yang dilakukan secara berkala dalam periode tertentu, baik skala nasional dan daerah.

Pengawasan WNA itu di antaranya operasi “Jagratara” yang diadakan secara nasional dan pada Mei 2024 menjaring 914 orang asing dan 1.293 orang pada Juli 2024.

Di Bali, operasi pengawasan WNA bernama “Bali Becik” pada Juni 2024 berhasil menjaring 103 orang asing yang diduga merupakan sindikat kejahatan siber internasional.

Kemudian dalam operasi yang sama pada 19-21 Mei 2025, terjaring 312 orang, sebanyak 23 orang di antaranya melakukan pelanggaran keimigrasian setelah diperiksa mendalam.

Tak berhenti sampai di sana, ada juga operasi Wira Waspada hingga pembentukan satuan tugas (Satgas) khusus pengawasan WNA.

Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto mengukuhkan Satgas Patroli Imigrasi yang bertugas pada periode 1-31 Agustus 2025 di Bali.

Sebanyak 100 petugas imigrasi dikerahkan dalam satgas tersebut, didukung aparat gabungan di antaranya TNI, Polri, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), hingga petugas keamanan adat khas Bali atau Pecalang yang ikut berpartisipasi.

Mereka memantau keberadaan dan kegiatan orang asing, menyasar sejumlah tempat wisata yang banyak dikunjungi wisatawan mancanegara di seluruh Bali.

Dalam melaksanakan tugas, setiap personel Imigrasi dilengkapi dengan rompi pengaman dan kamera pada badan petugas dan berkeliling mengendarai motor atau mobil patroli imigrasi.

Satgas dapat menyimpan sementara dokumen keimigrasian orang asing yang diduga melakukan pelanggaran dan membawa orang asing tersebut untuk pemeriksaan keimigrasian lebih lanjut.

Tantangan pengawasan

Tidak selamanya upaya pengawasan WNA berjalan mulus karena masih ada tantangan eksternal dan internal yang dihadapi.

Tantangan yang dihadapi di antaranya adalah banyak bermunculan akomodasi atau tempat menginap yang tidak mengantongi izin alias ilegal.

Arsip foto - Petugas imigrasi melalui Satuan Tugas Bali Becik membawa ratusan warga asal Taiwan yang terlibat aksi kejahatan siber di Rumah Detensi Imigrasi di Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (28/6/2024). ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna

Akomodasi berizin apalagi yang berada di bawah naungan asosiasi seperti Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI), wajib melaporkan keberadaan orang asing melalui sistem berbasis aplikasi pelaporan (APOA).

Data yang dilaporkan melalui APOA itu dapat digunakan oleh pihak imigrasi untuk melakukan pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan orang asing di Indonesia.

Tentunya kewajiban tersebut tidak dilaksanakan oleh akomodasi yang tidak memiliki izin sehingga itu turut menghambat upaya pengawasan WNA.

Terkait dengan kondisi tersebut, Sekretaris Jenderal PHRI Bali Perry Markus menilai perlu menjadi perhatian khususnya pemerintah daerah baik tingkat provinsi, maupun kabupaten dan kota untuk menggencarkan pengawasan dan penertiban terhadap akomodasi ilegal.

Pasalnya, pemerintah daerah juga dirugikan karena ada potensi penerimaan pajak daerah yang hilang mengingat akomodasi itu tidak mengantongi izin.

Upaya penertiban akomodasi ilegal itu pun dapat membantu aparat imigrasi dalam melakukan pengawasan WNA mengingat jumlah personel mereka juga terbatas.

Tantangan lainnya adalah perilaku dari oknum petugas yang berpotensi mencederai kredibilitas institusi yang sedang fokus melaksanakan tugas pengawasan WNA, namun justru ikut terjerat kasus kriminal.

Kepolisian Daerah (Polda) Bali menangkap dua orang oknum pegawai Imigrasi di Bali berinisial EE asal Jakarta dan YB asal Magelang, Jawa Tengah.

Keduanya diduga bersekongkol dengan dua orang WNA Rusia untuk melakukan pemerasan hingga penganiayaan terhadap seorang warga negara Lithuania berinisial RS.

Kepala Polda Bali Inspektur Jenderal Polisi Daniel Adityajaya menjelaskan modus operandinya melakukan pemerasan dengan penculikan serta mengancam akan membawa korban ke kantor Imigrasi dan akan mendeportasi.

Terkait dengan itu, Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto menyiapkan sanksi pemecatan kepada dua oknum pegawai tersebut setelah ada keputusan hukum tetap.

Menteri Imipas juga menekankan pentingnya memegang teguh integritas, juga berperilaku wajar dan etis, termasuk tidak pantas memiliki tato.

Selain tugas pengawasan kepada orang asing, pembinaan sumber daya manusia (SDM) para aparatur juga perlu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek apresiasi bagi yang berprestasi dan berdedikasi dan begitu juga sebaliknya penerapan hukuman tegas kepada oknum petugas yang menyimpang dari tugasnya.

Di sisi lain, orang asing yang mudah masuk ke Indonesia juga perlu dibarengi pengetatan pemberian izin oleh pihak terkait serta pengawasan melalui sinergi lintas sektor juga harus terus diperkuat.

Hal yang tak kalah penting dalam menyikapi beragam tantangan tersebut adalah inovasi teknologi yang harus terus ditingkatkan dalam mengawasi orang asing di tanah air.