Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama dengan aparat penegak hukum (APH) memperkuat sinergisitas menjelang pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru pada tahun 2026, melalui rapat koordinasi di Jakarta, Jumat (22/8).
Direktur Penegakan Hukum BNPT Brigadir Jenderal Polisi Sigit Widodo mengatakan pertemuan tersebut menjadi forum strategis untuk menyamakan pemahaman sekaligus memperkuat koordinasi dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana terorisme.
Dalam keterangan tertulis yang dikonfirmasi di Jakarta, Selasa, dia pun menegaskan kesiapan BNPT untuk mendukung aparat penegak hukum dalam penerapan KUHP baru di lapangan, khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana terorisme.
“BNPT setiap saat bersedia untuk membantu memfasilitasi para rekan-rekan penegak hukum jika ada kendala,” kata Brigjen Pol. Sigit.
Dia menuturkan BNPT berharap melalui koordinasi tersebut, kolaborasi erat antara instansi penegak hukum dapat semakin memperkuat efektivitas penanggulangan terorisme.
Dengan kesiapan aparat penegak hukum dan kerangka hukum baru yang lebih komprehensif, Indonesia diharapkan mampu menjaga stabilitas keamanan nasional, melindungi masyarakat, serta mempersempit ruang gerak paham radikal maupun aksi terorisme.
Dalam KUHP baru, Sigit menyampaikan tindak pidana terorisme diatur dalam beberapa pasal yang merupakan regulasi pidana pokok (core crime) tindak pidana terorisme. Namun regulasi itu tidak serta merta mencabut undang-undang yang telah mengatur secara khusus mengenai tindak pidana terorisme dan tindak pidana pendanaan terorisme.
Adapun pada KUHP baru, disebutkan bahwa terorisme masuk pada Bagian Kedua BAB XXXV kategori Tindak Pidana Khusus lantaran terorisme memiliki karakteristik yang berdampak viktimisasinya (korbannya) yang besar, bersifat transnasional terorganisasi (trans-national organized crime), memiliki pengaturan acara pidana yang bersifat khusus, serta bisa menyimpang dari asas umum hukum pidana materiel.
Berbagai hal tersebut merupakan adaptasi baru yang perlu dipahami secara mendalam oleh aparat penegak hukum agar penerapannya berjalan efektif.
Rapat koordinasi dihadiri oleh perwakilan dari setiap unsur penegak hukum, yakni Polri, Kejaksaan, Lembaga Peradilan, dan Pemasyarakatan.
Kehadiran lintas instansi tersebut menegaskan pentingnya sinergisitas antarpenegak hukum untuk memastikan transisi menuju KUHP baru dapat berjalan dengan baik.
Selain itu, forum juga menjadi sarana berbagi pengetahuan dan menyamakan persepsi dalam menghadapi dinamika kasus terorisme ke depan.