Jakarta (ANTARA) - Kepala Satgas Pangan Polri sekaligus Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol. Helfi Assegaf mengatakan penyidiknya telah menetapkan 28 orang sebagai tersangka kasus dugaan memproduksi dan memperdagangkan beras yang tidak sesuai dengan standar mutu pada kemasan.
"25 perkara, tersangka 28 dan rata-rata semua terkait dengan masalah operasional produksi beras," kata Helfi dalam diskusi publik Paradoks Kebijakan Hulu-Hilir Perberasan Nasional di Kantor Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta Selatan, Selasa.
Helfi berharap angka tersebut tidak bertambah dan penegakan hukum tersebut bisa memberikan efek gentar terhadap pelaku usaha yang masih melakukan praktik serupa dan segera mengembalikan mutu beras sehingga sesuai dengan yang tertera dalam kemasan.
"Kami tidak berharap (jumlah tersangka) makin bertambah, artinya harusnya dengan penegakan hukum ini bisa mengerem para pelaku usaha yang memang berniat masih seperti yang kemarin, sebelum (2:14) dilakukan penegakan hukum. Silahkan dikembalikan kepada yang seharusnya," ujarnya.
Ia menegaskan Satgas Pangan Polri tidak akan mencari-cari beras yang tidak sesuai standar mutu di pasaran, pihaknya hanya melakukan penertiban dan penegakan hukum akan menjadi opsi terakhir.
"Kami hanya menertibkan, tidak ada mencari-cari. Kami sudah sampaikan supaya rekan-rekan produsen, distributor bisa menjual beras yang memang sesuai standar komposisi yang tertera, artinya mereka menjual menggunakan komposisi yang dia mau dengan harga yang sudah diatur, ya harusnya isinya juga sesuai," tuturnya.
Mengenai sejak kapan kasus beras tidak sesuai dengan standar mutu itu terjadi, Helfi mengatakan barang bukti yang temukan penyidikan menunjukkan Februari 2025.
Saat ditanya apakah ada dugaan bahwa praktik penjualan beras tak sesuai standar tersebut sudah berlangsung jauh lebih lama, dia mengatakan dirinya hanya bisa menyampaikan fakta yang ditemukan penyidik di lapangan.
"Dari hasil itu kan kami baru bisa bicara fakta, faktanya barang bukti yang kami temukan yang paling tua bulan Februari 2025. Kami enggak bisa berandai-andai yang sebelumnya," tuturnya.