Pesisir Jakarta Menjadi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Bagi Burung Migran
Ferdinand Waskita Suryacahya August 27, 2025 03:30 PM

TRIBUNJAKARTA.COM - Pesisir Jakarta yang berada di Utara Provinsi DKI Jakarta menjadi titik transit burung dari luar Indonesia atau yang biasa disebut burung migran.

Pesisir Jakarta menjadi jalur penting yang disebut Jalur Terbang Asia Timur–Australasia. Dalam bahasa asing disebut East Asian–Australasian Flyway (EAAF). 

Jalur ini adalah salah satu dari delapan jalur terbang utama dunia, yang menghubungkan Alaska dan Rusia Timur Jauh dengan Asia Tenggara, Australia, hingga Selandia Baru.

Direktur Yayasan Lahan Basah, Yus Rusila Noor yang akrab disapa Yus, menyatakan bahwa Agustus merupakan musim migrasi pascaberbiak untuk burung-burung perancah. 

Yayasan Lahan Basah merupakan organisasi nirlaba global yang berlokasi di Kota Bogor dan berfokus pada konservasi serta restorasi lahan basah.

Burung perancah adalah pergerakan pada populasi burung yang berasal dari belahan bumi utara menuju daerah tropis untuk bertahan hidup dalam menghindari musim dingin. Pergerakan ini melintasi batas negara.

“Burung-burung perancah yang berbiak di belahan bumi utara—Siberia, Rusia Timur Jauh, Mongolia, hingga Alaska—saat ini sedang melakukan perjalanan panjang menuju kawasan tropis dan selatan, termasuk Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru. Perjalanan tersebut umumnya berlangsung dari Juli hingga November, ketika mereka meninggalkan habitat musim panas di wilayah tundra dan padang rumput yang membeku pada musim dingin,” kata Yus dalam keterangan tertulis, Rabu (27/8/2025).

Menurut Yus, wilayah pesisir Jakarta meski tidak seluas delta besar di Tiongkok atau Korea, namun menjadi “stasiun pengisian bahan bakar” bagi burung-burung migran. Mereka akan singgah sejenak, mencari makan di lumpur, mengisi energi, lalu melanjutkan ribuan kilometer perjalanan berikutnya.

BURUNG DARA LAUT KUMIS - Sekumpulan dara-laut kumis di perairan di Pesisir Jakarta.
BURUNG DARA LAUT KUMIS - Sekumpulan dara-laut kumis di perairan di Pesisir Jakarta. (Burung Laut Indonesia/Fransisca Noni Tirtaningtyas)

Kedatangan burung migran berhasil diabadikan oleh para pengamat, fotografer, dan komunitas Burung Laut Indonesia pada Sabtu (23/08/2025). 

Dari atas kapal di sekitar Pesisir Jakarta, Burung Laut Indonesia bersama pengamat dan fotografer  berhasil mengamati 12 jenis burung bermigrasi antara lain cerek-pasir tibet  atau Anarhynchus atrifrons, cerek-kalung kecil atau Thinornis dubius, gajahan pengala  atau Numenius phaeopus, trinil pantai  atau Actitis hypoleucos,  trinil semak atau Tringa glareola, kedidi jari-panjang atau Calidris subminuta, kedidi leher-merah atau Calidris ruficollis, kedidi putih  atau Calidris alba), dara-laut kecil atau Sternula albifrons, dara-laut kumis atau Chlidonias hybrida, dara-laut biasa atau Sterna hirundo, dan kirik-kirik laut atau Merops philippinus.

Burung-burung migran yang terpantau kebanyakan individu yang masih menyisakan bulu berbiak—bulu sementara pada bulu burung yang berubah warna atau pola, berguna untuk menarik pasangan. 

Semisal pada jenis cerek-pasir tibet yang masih terlihat sedikit hitam pada bagian mata dan dahi, serta merah karat pada bagian sisi perut atas. Ada juga jenis dara-laut kumis yang masih terlihat hitam pada bagian kepala, paruh hitam kemerahan, dan bagian bawah perut abu kehitaman. 

Koordinator Burung Laut Indonesia , Fransisca Noni Tirtaningtyas yang akrab disapa Noni, mengidentifikasi lokasi burung migran berada di sebuah daratan yang terletak sekitar 1,5 kilometer sebelah barat dari Dermaga Muara Angke, Jakarta Utara. 

Daratan tersebut merupakan hasil akumulasi lumpur dan bahan organik dari pasang surut air laut Teluk Jakarta serta endapan dari hulu sungai.

Burung Laut Indonesia adalah komunitas yang berlokasi di Jakarta dan berfokus pada konservasi burung laut .

“Sayangnya, daratan tersebut terdapat sampah yang dapat menganggu kegiatan burung migran dalam mencari pakan,” ujarnya.

Terkait Pesisir Jakarta sebagai habitat atau tempat hidup organisme, Yus berpendapat telah terjadi penyusutan akibat reklamasi, polusi, dan alih fungsi lahan. 

Sementara, burung-burung migran akan tetap setia datang karena migrasi adalah insting navigasi purba yang terbentuk sejak jutaan tahun lalu. 

“Burung-burung migran juga memiliki kecenderungan “setia lokasi” sehingga akan selalu kembali ke tempat yang sama hingga lintas generasi. Bagi mereka, Pesisir Jakarta adalah bagian dari peta perjalanan turun-temurun,” ungkapnya.

Demi keberlanjutan ekosistem, perlindungan burung migran dan habitat Pesisir Jakarta menjadi agenda penting. Yus menyatakan bahwa perlindungan burung migran dan habitatnya dapat dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. 

Pemerintah memiliki peran kunci untuk menetapkan dan mengelola kawasan pesisir yang penting bagi burung migran sebagai kawasan lindung, mengintegrasikan perlindungan lahan basah dalam tata ruang kota, serta memperkuat kerja sama internasional melalui inisiatif jalur terbang EAAF Partnership dan Konvensi Ramsar yang berfokus pada konservasi lahan basah.

Masyarakat dapat berkontribusi dengan menjaga kebersihan pesisir, mendukung ekowisata, dan penyadartahuan tentang keberadaan burung migran sebagai tanda kesehatan ekosistem. 

Sedangkan, peneliti dan pengamat burung perlu terus melakukan pemantauan rutin, mencatat lokasi-lokasi penting, serta menyediakan data ilmiah yang menjadi dasar kebijakan konservasi. 

“Melindungi burung migran sesungguhnya adalah melindungi ekosistem pesisir, yaitu bakau, padang lamun, hingga hamparan lumpur. Ekosistem ini juga melindungi manusia karena dapat meredam banjir, menyerap karbon, dan menjadi penyangga perikanan. Jadi, ketika burung-burung migran kembali setiap tahun, mereka membawa pesan sederhana. Bahwa dengan menjaga tempat singgah mereka, berarti menjaga masa depan kita pula,” tutupnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.