Gibran Digugat Perdata, Syarat Pendaftaran sebagai Calon Wakil Presiden Dulu Disebut Tak Penuhi Ketentuan
Moh. Habib Asyhad September 03, 2025 03:34 PM

Seorang warga sipil bernama Subhan menggugat Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka secara perdata. Dia menyebut bahwa syarat pendaftaran Gibran sebagai calon wakil presiden dulu dinilai tidak memenuhi ketentuan.

"Syarat menjadi cawapres tidak terpenuhi. Gibran tidak pernah sekolah SMA sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI,” ujar Subhan, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (3/9/2025).

Dia juga bilang,dirinya menggugat Gibran sekaligus Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara bersama-sama. Keduanya dinilai melakukan perbuatan melawan hukum (PMH). "PMH perdata bersama KPU," kata Subhan.

Saat ini Subhan belum menjelaskan lebih lanjut terkait isi gugatannya. Dia cuma mengaku bakal menjelaskan lebih detail nanti dalam persidangan perdana, pada Senin (8/9/2025). "Info lengkap gugatan setelah tanggal 8 (September) hari Senin," katanya.

Berdasarkan penelusuran di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, gugatan perkara ini sudah terunggah dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst. Perkara ini disebutkan didaftarkan pada Jumat (29/8/2025) lalu. Untuk saat ini, petitum gugatan belum diunggah karena sidang belum dimulai.

Perjalanan Gibran jadi cawapres

Perjalanan karier politik Gibran Rakabuming Raka terbilang cukup singkat sebeluma akhirnya jadi Wakil Presiden Republik Indonesia. Praktis dia hanya butuh waktu dua tahun dari Wali Kota Solo hingga menjadi cawapres pada Pemilu 2024 lalu.

Dulu, Gibran mengaku tak ingin terjun ke politik. Dia mengaku lebih suka berkecimpung di dunia usaha dan beranggapan bahwa sebagai pengusaha dapat memberikan kontribusi ke masyarakat tanpa harus terjun ke politik. Tapi itu cuma pepesan kosong.

Titik tolak itu terjadi pada 2020. Ketika itu Gibran menunjukkan keseriusannya ke dunia politik dengan menemui FX Hadi Rudyatmo yang saat itu menjadi Wali Kota Surakarta dan Ketua DPC PDI-P Solo. Dia lalu daftar dengan menyerahkan formulir dan berkas untuk maju pada Pilkada Solo 2020.

Tapi peluang itu sudah tertutup. Peluang Gibran dalam Pilkada 2020 kembali terbuka lewat jalur DPP setelah dia menemui Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Dia mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di kantor DPP PDI-P Jakarta. Hasilnya, Gibran memperoleh rekomendasi dari DPP PDI-P berpasangan dengan Teguh Prakosa sebagai calon wali kota dan wakil wali kota pada Pilkada Solo 2020.

Pasangan Gibran-Teguh diusung oleh PDI-P dan sejumlah partai pendukung, yaitu Partai Golkar, Partai Gerindra, PAN, PPP, PKB, Nasdem, Perindo, dan PSI. Pasangan itu meraih kemenangan dengan 86 persen suara, jauh mengungguli paslon lawannya pada Pilkada 2020. Ketika itu usianya baru 33 tahun.

Dua tahun kemudian, Gibran langsung diusung menjadi bakal calon presiden oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) dan dipasangkan dengan Prabowo dalam Pilpres 2024. Namanya beberapa kali mencuat dan masuk bursa cawapres, mulai dari Ganjar hingga Prabowo.

Setelah PDI-P mengumumkan mengusung Mahfud MD sebagai cawapres Ganjar, Prabowo secara langsung menunjuk Gibran menjadi pasangannya. "Baru saja Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang terdiri dari delapan partai politik, yang dihadiri lengkap oleh ketum masing-masing dan sekjen masing-masing, kita telah berembug secara final, secara konsensus, seluruhnya sepakat mengusung Prabowo Subianto sebagai capres Koalisi Indonesia Maju untuk 2024-2029 dan saudara Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden," kata Prabowo, dilansir dari Kompas.com (22/10/2023).

Diwarnai putusan MK

Pencalonan Gibran sebagai cawapres diwarnai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang oleh sebagian pihak disebut sangat kontroversial. MK menambahkan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden yang termaktub dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

MK menyatakan, seseorang yang belum berusia 40 tahun bisa maju menjadi calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilu. Hal ini diputuskan MK dalam sidang pembacaan putusan uji materi terkait batas usia capres-cawapres perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang digelar Senin (16/10/2023).

"Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai 'berusia 40 tahun, atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat.

MK menyatakan, putusan ini berlaku mulai Pemilu Presiden 2024. Atas putusan MK ini, Gibran dapat maju sebagai capres/cawapres pada Pilpres 2024 meski belum berusia 40 tahun. Walau usianya masih 30-an, Gibran pernah menjabat sebagai Wali Kota Surakarta sehingga dia memenuhi syarat menjadi capres atau cawapres.

"Ketentuan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagaimana dimaksud dalam putusan a quo berlaku mulai pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 dan seterusnya," kata hakim konstitusi Guntur Hamzah.

Dalam putusan ini, empat dari sembilan hakim konstitusi menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion. Keempatnya adalah Saldi Isra, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Arief Hidayat. Sementara itu, dua hakim konstitusi lainnya menyampaikan concurring opinion atau alasan berbeda. Keduanya yakni Daniel Foekh dan Enny Nurbaningsih. Selama sidang pembacaan putusan, pertimbangan MK hanya dibacakan oleh dua hakim konstitusi, yaitu Manahan Sitompul dan Guntur Hamzah.

Ketua MK Anwar Usman hanya mengetuk palu, menyatakan bahwa gugatan pemohon dikabulkan sebagian.

Huru-hara putusan MK ini diawali dengan pengajuan Almas Tsabiruqqi, seorang pelajar/mahasiswa kelahiran tahun 2000. Dalam permohonannya, Almas mengakui dirinya adalah pengagum Wali Kota Solo yang juga anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming. Dia menyinggung sejumlah capaian di Pemkot Solo yang ditorehkan kepemimpinan Gibran, seperti pertumbuhan ekonomi yang melebihi dua kota besar, yaitu Yogyakarta dan Semarang, serta peningkatan sektor industri pariwisata.

Almas menganggap ketentuan syarat usia minimum capres-cawapres saat ini diskriminatif. Dia juga menilai MK tidak bisa berlindung di balik prinsip bahwa ketentuan ini merupakan ranah open legal policy pembentuk undang-undang.

Dia kemudian mengutip Putusan MK Nomor 7/PUU-XI/2013, ketika MK memberi tambahan pandangan bahwa isu ini bisa menjadi perkara konstitusionalitas jika menimbulkan problematika kelembagaan, (tidak dapat dilaksanakan dan menyebabkan kebuntuan hukum (dead lock), menghambat pelaksanaan kinerja lembaga negara tersebut, dan/atau menimbulkan kerugian konstitusionalitas warga negara.

Di luar itu, Gibran mengakui bahwa ketika itu bakal capres Koalisi Indonesia Maju, Prabowo Subianto, berkali-kali memintanya untuk mendampingi sebagai bakal calon wakil presiden pada Pilpres 2024. "Semua orang kan sudah tahu beliau sudah minta berkali-kali dan sudah saya laporkan ke pimpinan (PDI-P). Ke Pak Sekjen, ke Mbak Puan dan lain-lain," kata Gibran di Solo, Jawa Tengah, Senin (9/10/2023).

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.