Kami tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika bom molotov itu sempat digunakan dalam aksi. Alhamdulillah hal ini bisa dicegah
Samarinda (ANTARA) - Kepolisian Resor Kota (Polresta) Samarinda, Kalimantan Timur menetapkan empat mahasiswa sebagai tersangka dalam kasus kepemilikan dan rencana penggunaan 27 bom molotov yang diduga digunakan dalam aksi unjuk rasa.
"Keempat mahasiswa berinisial MZ (19), MH (21), MA (20), dan AR (21) telah kami tetapkan sebagai tersangka," kata Kepala Polresta Samarinda Kombes Pol Hendri Umar saat konferensi pers di Samarinda, Rabu.
Keempat tersangka itu diamankan di lingkungan Kampus Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Mulawarman (Unmul), Jalan Banggeris, Samarinda, pada Minggu (31/8) malam sekitar pukul 23.45 WITA.
Dari tangan para tersangka, polisi menyita barang bukti berupa 27 botol kaca bom molotov siap pakai, dua buah petasan, gunting besar dan kecil, puluhan kain perca sebagai sumbu, serta atribut berlambang palu arit yang identik dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Berdasarkan hasil penyelidikan awal, Hendri menjelaskan bahwa bahan peledak rakitan tersebut dipersiapkan untuk digunakan dalam aksi unjuk rasa yang digelar di depan gedung DPRD Provinsi Kalimantan Timur pada Senin (1/9).
Para tersangka memiliki peran yang berbeda-beda, mulai dari memindahkan bahan baku, merakit, hingga menyembunyikan bom molotov tersebut.
Saat ini, pihak kepolisian masih melakukan pengembangan untuk memburu pihak lain yang diduga berperan sebagai penyedia bahan baku.
Kapolresta menegaskan pihaknya bertindak tegas terhadap siapapun yang berupaya mengganggu stabilitas keamanan kota. Ia memastikan aparat akan hadir untuk menjamin penyampaian aspirasi dapat berlangsung damai tanpa mengorbankan keamanan publik.
“Menyampaikan pendapat adalah hak yang dijamin undang-undang, tetapi jika sudah menggunakan cara-cara anarkis apalagi dengan bahan pemicu kerusakan, maka itu adalah tindak pidana serius," tegas Hendri.
Wakil Rektor III Universitas Mulawarman (Unmul) Profesor Moh Bahzar menyampaikan apresiasi kepada jajaran Polresta Samarinda yang berhasil mengantisipasi hal tersebut sebelum menimbulkan korban.
"Kami tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika bom molotov itu sempat digunakan dalam aksi. Alhamdulillah hal ini bisa dicegah," ujar Prof Bahzar.
Pihak universitas, lanjut dia, menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada kepolisian dan menghormati status hukum yang ditetapkan jika para mahasiswa tersebut terbukti bersalah.
Meskipun demikian, universitas akan memberikan pendampingan hukum melalui Fakultas Hukum Unmul.
Prof Bahzar juga menekankan pentingnya bagi kepolisian untuk mengungkap dalang atau otak di balik aksi yang melibatkan para mahasiswanya.
Menurutnya, Unmul selama ini dikenal dengan aksi unjuk rasa yang humanis dan tanpa anarkisme.