BANJARMASINPOST.CO.ID - Keberadaanya belum jelas, Kejari Jakarta setelah kini sedang mencari terpidana kasus pencemaran nama baik Jusuf Kalla, Silfester Matutina.
Hal ini setelah adanya perintah langsung dari Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.
Seperti diketahui, Silfester Matutina belum juga dieksekusi meksi vonis dari Mahkamah Agung sudah ditetapkan enam tahun lalu.
Namun hingga kini Kejari Jakarta Selatan belum juga mengeksekusi putusan MA tersebut.
Belum dieksekusinya Silfester Matutian membuat publik heran dengan sikap Kejari Jakarta Selatan.
Publik merasa Kejari Jaksel tebang pilih dan melindungi Silfester Matutina yang dikenal sebagai relawan Jokowi.
Dia juga sempat menduduki posisi penting sebagai Wakil Ketua TKN Prabowo–Gibran di Pilpres 2024.
Kabar terbaru, Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan tengah memburu terpidana kasus pencemaran nama baik, Silfester Matutina.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan, ia telah memerintahkan Kejari Jaksel untuk mengeksekusi Silfester sesuai putusan pengadilan.
Meski demikian, eksekusi itu belum dapat dijalankan lantaran keberadaan terpidana masih belum diketahui.
“Sudah, kami sudah minta (eksekusi Silfester Matutina ke Kejari Jaksel). Dan kita sedang cari. Dari Kajari kan sedang mencari. Kita mencari terus,” kata Burhanuddin di Jakarta, Selasa (2/9/2025).
Ia menegaskan, pencarian tersebut bukan sekadar formalitas.
“Iya, betul-betul kita sedang mencarinya,” ucap Burhanuddin menekankan upaya yang kini dilakukan Kejari Jaksel.
Gugatan Perdata
Mandeknya eksekusi membuat Kejari Jaksel digugat secara perdata oleh Mohammad Husni Thamrin melalui kuasa hukumnya.
Gugatan tersebut terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 847/Pdt.G/2025/PN JKT.SEL.
Dalam perkara itu, Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, serta Hakim Pengawas PN Jaksel juga ikut tergugat.
Penggugat menilai, kejaksaan telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak mengeksekusi putusan sesuai Pasal 270 KUHAP dan UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.
Aturan tersebut mewajibkan jaksa untuk mengeksekusi putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap setelah menerima salinan dari pengadilan.
Menurut penggugat, kelalaian itu bisa mencederai rasa keadilan serta menurunkan wibawa hukum di masyarakat.
Sebelumnya, Kejaksaan juga pernah digugat lewat jalur praperadilan oleh Aliansi untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARRUKI) terkait kasus Silfester yang tak kunjung dieksekusi.
Perjalanan Kasus
Perkara hukum yang menimpa Silfester berawal pada 2016. Kala itu, ia dilaporkan oleh mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla karena dituding melakukan pencemaran nama baik melalui tulisan di media massa.
Silfester sempat divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Pada 2019, MA mengabulkan kasasi tersebut dan menjatuhkan vonis bersalah kepada Silfester dengan hukuman penjara.
Putusan itu berkekuatan hukum tetap, tetapi eksekusinya terhambat karena keberadaannya sulit ditemukan.
Silfester dikenal sebagai relawan Jokowi dan sempat menduduki posisi penting sebagai Wakil Ketua TKN Prabowo–Gibran di Pilpres 2024.
Status politiknya membuat kasus ini menjadi sorotan publik hingga sekarang.
Banjarmasinpost.co.id/Tribun Jakarta