Ringkasan Utama:
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan permohonan maaf atas perilaku dan ucapan sejumlah anggota DPR yang belakangan dinilai menyinggung perasaan publik.
Pernyataan itu disampaikan saat menerima audiensi dari sejumlah tokoh lintas profesi dan latar belakang keagamaan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/9/2025).
Forum ini digelar sebagai respons atas gelombang demonstrasi nasional yang terjadi pada 25–31 Agustus 2025, yang dipicu oleh protes terhadap tunjangan perumahan DPR sebesar Rp50 juta per bulan, ketidakpuasan terhadap kinerja legislatif, serta sejumlah isu legislasi yang dinilai kurang responsif terhadap aspirasi publik.
Aksi protes meluas setelah pernyataan kontroversial beberapa anggota DPR dan insiden tewasnya pengemudi ojek online di depan Gedung DPR RI, yang memicu kemarahan publik dan eskalasi kerusuhan di berbagai daerah.
Unjuk rasa yang awalnya berlangsung damai di depan Gedung DPR RI Jakarta berubah menjadi kericuhan di sejumlah kota, termasuk Bandung, Surabaya, Makassar, Solo, Yogyakarta, Medan, Jambi, Palembang, Palopo, hingga Manokwari. Di Jakarta, bentrokan terjadi antara massa dan aparat setelah insiden tewasnya Affan Kurniawan, pengemudi ojek online yang dilindas kendaraan taktis Brimob saat melintas di lokasi demonstrasi.
Di Makassar, demonstrasi yang semula kondusif berubah menjadi rusuh pada malam hari. Massa membakar Gedung DPRD Kota Makassar dan DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, serta merusak dan membakar puluhan kendaraan. Aksi anarkis juga menyasar Kantor Kejaksaan Tinggi Sulsel, Kejari Makassar, dan sejumlah pos polisi di jalan protokol. BPBD Makassar mencatat empat korban jiwa dalam kerusuhan tersebut: tiga tewas akibat terjebak dalam kebakaran gedung DPRD, dan satu lainnya meninggal akibat pengeroyokan di depan Kampus UMI.
Selain itu, dilaporkan terjadi penjarahan terhadap rumah anggota DPR dan Menteri Keuangan, yang diduga dilakukan oleh massa tak dikenal di tengah situasi chaos.
Situasi ini mendorong pihak DPR RI dalam dua hari terakhir untuk membuka ruang dialog dengan masyarakat, di antaranya melalui Majelis Mujadalah Kiai Kampung, sebagai bentuk tanggung jawab dan klarifikasi atas persepsi publik terhadap DPR.
“Saya minta maaf jika ada anggota yang bertutur atau berlaku kurang berkenan. Memang ada beberapa informasi yang beredar, tapi tidak semuanya sesuai fakta,” ujar Puan dalam forum tersebut.
Dalam dialog tersebut, Puan juga menjelaskan sejumlah isu yang sempat memicu kegaduhan publik, termasuk pemberitaan soal kenaikan gaji dan tunjangan kompensasi perumahan bagi anggota DPR.
“Tidak pernah ada kenaikan gaji. Terkait tunjangan perumahan, per 31 Agustus sudah dihentikan. Moratorium sudah diberlakukan untuk kunjungan luar negeri, terutama oleh komisi, kecuali untuk agenda konferensi kenegaraan yang betul-betul mewakili negara,” tegas Puan.
Ia menambahkan bahwa DPR sedang menjalani proses transformasi kelembagaan, termasuk penguatan transparansi melalui sistem digital.
“Semua laporan kegiatan dan rapat terbuka DPR sekarang sudah dimuat di website DPR. Kami sungguh-sungguh ingin melakukan transformasi kelembagaan. DPR harus lebih terbuka, aspiratif, dan akuntabel,” katanya.
Puan juga menyampaikan bahwa DPR akan mengutamakan kualitas legislasi dan mendorong partisipasi publik yang bermakna dalam pembahasan undang-undang.
“Kami ingin mengutamakan kualitas dibanding kuantitas. Tapi tentu ada juga UU yang perlu dibahas cepat karena kebutuhan mendesak pemerintah,” ucapnya.
Perwakilan Majelis Mujadalah Kiai Kampung, Siti Zuhro, menyampaikan bahwa pertemuan tersebut menjadi ruang komunikasi dua arah antara DPR dan masyarakat lokal.
“Alhamdulillah, kami Majelis Mujadalah Kiai Kampung yang terdiri dari Kiai dan Nyai bertemu dengan Ibu Ketua DPR RI, Ibu Puan Maharani, dan juga Bapak Wakil Ketua DPR RI, Bapak Cucun,” ujar Siti Zuhro.
Ia menyoroti pentingnya DPR menjadi lembaga yang partisipatif dan tidak elitis.
“Yang paling melegakan adalah DPR tidak boleh elitis lagi, tapi DPR yang betul-betul partisipatif, yang mau mendengarkan dan membuka diri untuk terjadinya komunikasi dua arah dengan masyarakat luas,” ujarnya.
Siti Zuhro juga menekankan bahwa aspirasi yang disampaikan berasal dari masyarakat di tingkat kampung, bukan hanya desa, dan mencakup kebutuhan serta harapan yang konkret.
“Kami betul-betul menyampaikan apa yang menjadi aspirasi dari masyarakat di aras lokal itu sampai ke kampung, tentang apa yang mereka rasakan, butuhkan,” ucapnya.
Majelis Mujadalah Kiai Kampung berharap DPR menjalankan fungsi dan wewenangnya secara amanah, termasuk dalam melakukan pengawasan konstruktif terhadap pemerintah.