5 Contoh Tugas Refleksi Modul Pedagogik Topik 1-8 PPG PAI Kemenag 2025
Siti Nurjannah Wulandari September 10, 2025 07:32 AM

TRIBUNNEWS.COM - Contoh Tugas Refleksi Modul Pedagogik ditujukan kepada guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang mengikuti Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Kementerian Agama 2025 batch 3.

Sejumlah tugas menanti bapak/ibu guru PAI yang sudah menyelesaikan Tugas Mandiri Modul Pedagogik Topik 1-8 dalam PPG Kemenag 2025 selama Pembelajaran Mandiri.

Bapak/ibu guru PAI diminta mengerjakan Tugas Refleksi dalam bentuk word, kemudian copy paste di Learning Management System (LMS).

Tugas Refleksi dapat bapak/ibu guru PAI kerjakan setelah mengerjakan Tugas Mandiri dan mempelajari topik 1-8 dalam 

Adapun tugas yang diminta adalah:

  1. Pilih materi yang menarik dan deskripsikan materi tersebut!
  2. Lakukan analisis implementasi/penerapan materi tersebut!
  3. Tuliskan pengalaman praktis dari proses pembelajaran yang mendukung atau bertentangan dengan materi yang dipelajari!
  4. Uraikan tantangan yang dihadapi dan hikmah (lesson learn) yang didapatkan!
  5. Buat rencana aksi penerapan materi tersebut dalam kegiatan pembelajaran!

Bapak/ibu guru PAI yang kesulitan mengerjakan Tugas Refleksi Modul Pedagogik dapat menggunakan artikel ini sebagai referensi.

Inilah contoh Tugas Refleksi pada Modul Pedagogik untuk guru PAI yang mengikuti PPG Kemenag 2025 batch 3 yang dikutip dari YouTube Elisa Nurarofah, Berbagi Data, dan sumber lainnya:

A. Contoh Tugas Refleksi Modul Pedagogik Topik 1-8 PPG PAI Kemenag 2025

Topik 1: Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Projek (Problem Based Leading [PBL] dan Project Based Learning [PJBL])

1. Deskripsi Materi

Materi ini membahas dua pendekatan pembelajaran inovatif yaitu:

- Problem Based Learning (PBL)

PBL adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik untuk menyelesaikan suatu permasalahan autentik. Siswa belajar secara aktif dengan mencari, menganalisis, dan memecahkan masalah nyata, bukan hanya menerima informasi dari guru.

- Project Based Learning (PJBL)

PJBL adalah pendekatan yang mendorong peserta didik untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan melalui proses merancang, merencanakan, dan menyelesaikan suatu proyek yang berhubungan dengan kehidupan nyata. Hasil akhirnya bisa berupa produk nyata atau presentasi solusi.

Kedua pendekatan ini bertujuan meningkatkan keterampilan abad 21, yaitu berpikir kritis, kolaborasi, kreativitas, dan komunikasi.

2. Analisis Implementasi Penerapan Materi

- Problem Based Learning (PBL)

  • Cocok diterapkan untuk topik-topik yang menantang dan bersifat kontekstual, seperti masalah sosial, lingkungan, atau kehidupan sehari-hari siswa.
  • Mendorong siswa menjadi problem solver dan pemikir kritis.
  • Guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing siswa mengembangkan solusi.

- Project Based Learning (PJBL)

  • Memberikan kesempatan bagi siswa untuk menunjukkan pemahaman melalui karya nyata.
  • Siswa bisa belajar lintas mata pelajaran dan menggunakan berbagai sumber belajar.
  • Prosesnya melatih tanggung jawab, kerja tim, dan kreativitas siswa.

Keduanya bisa saling melengkapi dan sangat relevan diterapkan dalam Kurikulum Merdeka yang menekankan pada pembelajaran berdiferensiasi dan bermakna.

3. Pengalaman Praktis yang Mendukung dan Bertentangan

- Yang mendukung:

  • Saat membahas topik "berperilaku jujur dan amanah," guru memberikan studi kasus tentang kecurangan saat ujian. Siswa berdiskusi dan mencari solusi. Ini sejalan dengan pendekatan PBL.
  • Dalam momen Maulid Nabi, guru membimbing siswa membuat proyek video animasi tentang akhlak Nabi Muhammad SAW sebagai bentuk PJBL. Siswa sangat antusias dan belajar banyak nilai keteladanan.

- Yang bertentangan:

  • Beberapa guru masih menerapkan pembelajaran satu arah dan berpusat pada guru, sehingga siswa hanya pasif dan tidak dilibatkan dalam proses berpikir kritis atau membuat karya.
  • Ada siswa yang kesulitan bekerja sama dalam kelompok karena kurangnya keterampilan kolaboratif, sehingga proyek tidak berjalan lancar.

4. Tantangan dan Hikmah (Lesson Learn) Yang Diperoleh

- Tantangan:

  • Kesiapan guru dalam merancang PBL/PJBL yang sesuai dengan karakteristik siswa dan materi PAI.
  • Waktu pembelajaran yang terbatas sehingga guru khawatir tidak bisa menuntaskan target kurikulum.
  • Siswa yang belum terbiasa berpikir kritis atau bekerja dalam tim, menyebabkan proses berjalan kurang efektif.

- Hikmah (Lesson Learn):

  • Penerapan PBL dan PJBL melatih siswa untuk memahami nilai-nilai Islam secara mendalam dan aplikatif.
  • Meningkatkan keterampilan sosial dan kepedulian terhadap sesama.
  • Guru menjadi lebih kreatif dan reflektif dalam merancang pembelajaran bermakna.
  • Membantu membangun karakter islami yang kuat karena siswa belajar melalui pengalaman, bukan sekadar hafalan.

5. Rencana Aksi Penerapan Materi Tersebut Dalam Kegiatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Langkah: Rencana Aksi

Identifikasi Materi: Pilih materi PAI yang sesuai untuk pendekatan PBL/PJBL, seperti Akhlak Terpuji, Rukun Iman, Ukhuwah Islamiyah.

Rancang Masalah atau Proyek:

- PBL: Studi kasus "Remaja Muslim dan Media Sosial

- PJBL: Proyek membuat poster digital berisi ajakan menjaga lisan sesuai dengan QS. Al-Hujurat.

Fasilitasi Pembelajaran Aktif: Sediakan panduan diskusi, video edukatif, dan ruang refleksi bagi siswa untuk mengembangkan solusi atau karya.

Kolaborasi dan Presentasi: Ajak siswa mempresentasikan hasil diskusi atau proyek di depan kelas atau melalui media sosial sekolah.

Penilaian Autentik: Gunakan rubrik penilaian berbasis proses (partisipasi, pemikiran kritis) dan produk (kreativitas, makna nilai Islam).

Refleksi: Ajak siswa menuliskan refleksi pribadi apa yang mereka pelajari, dan bagaimana akan menerapkannya dalam kehidupan.

B. Contoh Tugas Refleksi Modul Pedagogik Topik 1-8 PPG PAI Kemenag 2025

1. Materi yang Menarik dan Deskripsi

Materi yang paling menarik menurut saya adalah Pembelajaran Berbasis Diferensiasi (Differentiation Based Learning/DBL). Pembelajaran ini menekankan bahwa setiap peserta didik memiliki kebutuhan, minat, kemampuan, serta gaya belajar yang berbeda, sehingga guru harus mampu menyesuaikan strategi, metode, dan evaluasi pembelajaran sesuai dengan keragaman tersebut. DBL bukan berarti memberikan perlakuan berbeda antara siswa pintar dan lemah, melainkan menghadirkan keadilan belajar melalui layanan yang tepat, adil, dan sesuai kebutuhan masing-masing siswa.

2. Analisis Implementasi/Penerapan

Implementasi DBL dapat dilakukan dengan memodifikasi tiga aspek utama, yaitu konten, proses, dan produk pembelajaran. Misalnya, guru dapat menyesuaikan tingkat kesulitan materi bagi siswa yang memiliki kesiapan berbeda, menyediakan pilihan aktivitas sesuai minat, dan memberi kesempatan siswa menunjukkan hasil belajar dalam bentuk beragam (presentasi, poster, tulisan, atau proyek). Hal ini relevan dengan prinsip pendidikan yang inklusif serta mendukung tercapainya tujuan pembelajaran abad ke-21 yang menekankan personalisasi belajar.

3. Pengalaman Praktis

Dalam praktik mengajar, saya pernah menerapkan diferensiasi sederhana ketika menghadapi kelas dengan kemampuan literasi beragam. Siswa yang cepat memahami teks diminta membuat ringkasan, sedangkan siswa yang masih kesulitan saya dampingi dengan membaca bersama secara perlahan. Hasilnya, siswa merasa lebih nyaman dan tidak terbebani. Namun, saya juga pernah menghadapi kendala ketika semua siswa diberi tugas yang sama tanpa diferensiasi, sehingga beberapa siswa merasa bosan sementara yang lain tertinggal. Pengalaman ini membuktikan pentingnya penerapan DBL.

4. Tantangan dan Hikmah

Tantangan utama dalam menerapkan DBL adalah keterbatasan waktu, jumlah siswa yang banyak, serta kemampuan guru dalam memetakan kebutuhan belajar secara cepat. Selain itu, kadang ada resistensi dari siswa atau orang tua yang kurang memahami konsep ini. Namun, hikmah yang saya peroleh adalah bahwa diferensiasi bukan sekadar strategi teknis, tetapi wujud nyata penghargaan terhadap keragaman dan potensi anak. Guru belajar lebih sabar, empatik, dan reflektif terhadap kondisi setiap peserta didik.

5. Rencana Aksi Penerapan

Untuk mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi di kelas, saya menyusun rencana aksi sebagai berikut:

  • Melakukan asesmen diagnostik awal untuk mengetahui profil belajar, minat, dan tingkat kesiapan siswa.
  • Menyusun RPP yang fleksibel, dengan menyediakan beberapa alternatif kegiatan belajar sesuai kebutuhan siswa.
  • Menggunakan media dan strategi variatif, seperti diskusi kelompok, pembelajaran berbasis proyek, dan teknologi digital untuk memperkaya pengalaman belajar.
  • Memberikan pilihan produk belajar, misalnya poster, video, laporan, atau presentasi agar siswa bebas mengekspresikan pemahamannya.
  • Melakukan refleksi dan evaluasi berkelanjutan, baik dari sisi siswa maupun guru, agar pembelajaran semakin efektif.

Dengan demikian, materi Pembelajaran Berdiferensiasi tidak hanya relevan secara teoritis, tetapi juga sangat kontekstual dengan kondisi kelas di Indonesia yang penuh dengan keragaman.

C. Contoh Tugas Refleksi Modul Pedagogik Topik 1-8 PPG PAI Kemenag 2025

1. Materi yang Menarik

Dari beberapa materi yang dipelajari yang menarik bagi saya adalah Karakteristik dan Gaya Belajar Peserta Didik Gen Z dan Alpha. Gen Z dan Alpha memiliki karakteristik yang unik terutama dalam aspek teknologi, komunikasi, dan cara berpikir. Dengan gaya belajar mereka yang lebih mengutamakan pengalaman yang interaktif, berbasis teknologi, dan berorientasi pada solusi serta cenderung lebih nyaman dengan pembelajaran berbasis digital, seperti video, game edukatif, dan platform pembelajaran daring, ini menjadi bekal khusus sekaligus tantangan bagi guru untuk menggunakan teknologi dalam pembelajaran agar tetap relevan dan menarik bagi peserta didik dengan pendekatan berbasis teknologi, pengalaman nyata, serta nilai-nilai Islam yang kontekstual.

2. Analisis Implementasi/Penerapan 

Generasi Z dan Alpha adalah generasi yang tumbuh dalam era digital dengan akses tak terbatas ke teknologi. Maka dari itu, untuk implementasi/penerapkan gaya belajar peserta didik Gen Z dan Alpha dapat diwujudkan melalui pemanfaatkan teknologi secara optimal pembelajaran seperti pembelajaran melalui video, game edukatif, dan platform pembelajaran daring. Selain itu, guru bisa menggunakan model Blended Learning (kombinasi daring dan luring) atau dengan menerapkan Flipped Classroom, di mana siswa mempelajari materi sebelum kelas dan melakukan diskusi atau praktik saat tatap muka. Guru juga harus memberikan pengalaman belajar yang multi-modal, seperti infografis, video, simulasi, dan praktik langsung.

3. Pengalaman Praktis dari Proses Pembelajaran yang Mendukung atau Bertentangan

Dalam menerapkan gaya belajar peserta didik Gen Z dan Alpha tentunya banyak pengalaman yang sangat mendukung pada proses pembelajaran. Misalnya, saat materi pembelajaran disajikan dengan menggunakan teknologi berupa video pembelajaran interaktif, aplikasi kuis interaktif, game edukatif, dan lainnya, peserta didik menjadi sangat antusias pada materi yang disajikan. Siswa sangat tertarik dan membantu mereka menyerap informasi dengan cepat. Adapun bagi guru dalam penyajian materi jadi efesien dan cepat, guru tidak perlu menjelaskan panjang lebar karena semua materi sudah terpapar pada plartform digital yang digunakan. 

Namun, terdapat beberapa hal yang bertentangan seperti kurangnya fokus siswa pada tujuan pembelajaran. Banyaknya informasi menarik melalui teknologi digital membuat siswa menjadi kurang fokus pada inti dari tujuan  materi yang dipelajari. Pengalaman seperti ini tentunya menjada dampak positif/negatif untuk menerapkan pendekatan pembelajaran dengan sebaik-baiknya.

4. Tantangan dan Hikmah

Salah satu tantangan dalam penerapan gaya belajar peserta didik Gen Z dan Alpha yaitu pengaruh teknologi dan digitalisasi terhadap siswa. Dalam konteks ini bagaimana memanfaatkan teknologi secara bijaksana dalam pembelajaran tanpa mengurangi interaksi langsung dengan sumber ajaran agama dan guru. Pembelajaran juga harus mengatasi distraksi digital, informasi yang tidak terpercaya, penyalahgunaan teknologi dan sebagainya. Hal ini menuntut guru untuk selalu mengajarkan kepada siswa keterampilan kritis dalam menganalisis dan mengevaluasi informasi. Guru dapat memastikan bahwa Generasi Z dan Alpha dapat fokus pada tujuan dari inti pembelajaran.

Hikmah yang didapatkan dari penerapan gaya belajar peserta didik Gen Z dan Alpha adalah teknologi/media digital, seperti video, aplikasi interaktif, gamifikasi,dan lainnya dapat membuat pembelajaran lebih menyenangkan dan menarik. Media ini dapat membantu siswa memahami konsep-konsep yang mungkin sulit dicerna dalam format teks biasa dan merupakan cara yang efektif dan efisien dalam menyampaikan informasi. Sementara bagi pendidik, media digital itu juga dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan digitalisasi di era pembelajaran abad-21sekarang.

5. Rencana Aksi Penerapan dalam Kegiatan Pembelajaran

Dengan melihat karakteristik dan gaya belajar peserta didik gen Z dan Alpha, berikut beberapa rencana aksi penerapan yang dapat diterapkan dalam pembelajaran yaitu:

- Menggunakan Teknologi yang Sesuai

Dalam mengatasi tantangan pendidikan generasi Z dan Alfa, teknologi menjadi kunci utama, Penggunaan teknologi harus diarahkan pada pengalaman belajar yang bermanfaat dan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran

- Pembelajaran yang Berorientasi pada Keterampilan

Pembelajaran yang Berorientasi pada keterampilan dapat dilakukan melalui pengalaman belajar yang lebih praktis, seperti proyek kelompok, simulasi, dan percakapan kelompok, yang menekankan pada penerapan keterampilan di kehidupan nyata

- Memperhatikan Aspek Sosial dan Emosional

Pendidikan tidak hanya berfokus pada aspek akademis, tetapi juga perlu memperhatikan aspek sosial dan emosional, sekolah dapat menyelenggarakan kegiatan yang mempromosikan kerjasama, pengalaman di luar kelas, dan interaksi antara generasi yang berbeda.

- Meningkatkan Kualitas Pengajaran

Kualitas pengajaran menjadi kunci dalam mengatasi tantangan pendidikan generasi Z dan Alfa di era digital. Sebagai contoh, pembelajaran dapat menggunakan pendekatan yang lebih kreatif dan inovatif, seperti mengintegrasikan teknologi dalam pengajaran, menggunakan permainan dan simulasi, serta memanfaatkan perpustakaan dan sumber daya lain yang tersedia. 

Dengan langkah-langkah di atas serta memahami karakteristik dan gaya belajar Generasi Z dan Alpha serta mengatasi tantangan dalam pengajaran, diharapkan dapat menciptakan pembelajaran yang lebih efektif, bermakna, dan relevan dengan kehidupan mereka.

D. Contoh Tugas Refleksi Modul Pedagogik Topik 1-8 PPG PAI Kemenag 2025

1. Deskripsi Materi 

Pembelajaran berdiferensiasi adalah pendekatan yang menyesuaikan proses belajar dengan kebutuhan, minat, dan gaya belajar peserta didik. Dalam konteks PAI, pendekatan ini sangat relevan karena siswa memiliki latar belakang pemahaman agama, pengalaman spiritual, dan motivasi belajar yang beragam. Diferensiasi dapat dilakukan pada konten (materi), proses (cara belajar), dan produk (hasil belajar), dengan tujuan menciptakan keadilan dalam pembelajaran, bukan keseragaman.

2. Analisis Implementasi/Penerapan

Implementasi pembelajaran berdiferensiasi dalam PAI dapat dilakukan melalui:

  • Asesmen Diagnostik Awal: Guru memetakan profil belajar siswa (visual, auditori, kinestetik) dan tingkat pemahaman awal terhadap materi PAI.
  • Variasi Metode: Misalnya, siswa yang kinestetik diajak bermain peran dalam kisah nabi, sementara yang visual diberi infografik atau video.
  • Pilihan Tugas: Siswa diberi opsi tugas sesuai minat, seperti membuat poster dakwah, menulis refleksi, atau membuat vlog Islami.
  • Kelompok Belajar Fleksibel: Siswa dikelompokkan berdasarkan kebutuhan belajar, bukan hanya kemampuan akademik.

3. Pengalaman Praktis

Mendukung: Dalam pembelajaran tentang zakat, saya pernah membagi siswa ke dalam kelompok berdasarkan minat: satu kelompok membuat simulasi penghitungan zakat, satu kelompok membuat kampanye zakat digital, dan satu kelompok menulis artikel opini. Hasilnya, siswa lebih antusias dan memahami konsep zakat secara lebih mendalam.

Bertentangan: Namun, saat mencoba diferensiasi tugas dalam materi akhlak, beberapa siswa merasa bingung memilih tugas yang sesuai. Ada yang memilih tugas karena mudah, bukan karena sesuai minat atau gaya belajar. Ini menunjukkan perlunya pendampingan dan penjelasan yang lebih matang.

4. Tantangan dan Hikmah

Tantangan:

  • Membutuhkan waktu dan energi untuk memetakan profil belajar siswa.
  • Guru harus kreatif dalam merancang variasi tugas dan metode.
  • Risiko ketidakseimbangan beban kerja antar siswa jika tidak dirancang dengan adil.

Hikmah (Lesson Learn):

  • Siswa merasa dihargai dan lebih terlibat dalam pembelajaran.
  • Pembelajaran menjadi lebih inklusif dan humanis.
  • Guru belajar lebih memahami karakter dan potensi siswa secara individual.

5. Rencana Aksi Penerapan

Perencanaan:

  • Lakukan asesmen awal untuk mengetahui gaya belajar dan minat siswa.
  • Rancang RPP dengan opsi konten, proses, dan produk yang fleksibel.

Pelaksanaan:

  • Gunakan strategi seperti “menu tugas” atau “learning stations”.
  • Berikan penjelasan dan pendampingan agar siswa memahami pilihan mereka.

Evaluasi:

  • Gunakan rubrik penilaian yang adil dan transparan untuk setiap jenis tugas.
  • Lakukan refleksi bersama siswa tentang pengalaman belajar mereka.

Pengembangan Profesional:

  • Ikuti pelatihan tentang pembelajaran berdiferensiasi.
  • Kolaborasi dengan guru lain untuk berbagi praktik baik dan tantangan.

E. Contoh Tugas Refleksi Modul Pedagogik Topik 1-8 PPG PAI Kemenag 2025

1. Materi yang Menarik dan Deskripsi

Materi yang sangat menarik dari Topik 6 adalah pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi adalah pendekatan yang menekankan kesetaraan, yaitu setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang bermutu tanpa diskriminasi, termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK).

Menurut Sapon-Shevin (2007), pendidikan inklusi adalah upaya menciptakan lingkungan belajar di mana setiap siswa merasa diterima, dihargai, dan mampu berkontribusi secara penuh dalam komunitas pembelajaran. Demikian pula Stainback & Stainback (1990) menegaskan bahwa inklusi adalah filosofi pendidikan yang berkomitmen memberikan kesempatan belajar bersama bagi semua siswa dengan penyesuaian yang sesuai.

Pendidikan inklusi bukan hanya tentang menempatkan ABK di kelas reguler, tetapi juga mencakup dukungan kurikulum, metode, dan lingkungan belajar yang adaptif. Salamanca Statement (1994) bahkan menegaskan bahwa semua anak, termasuk yang memiliki disabilitas, harus belajar di sekolah reguler bersama teman sebayanya dengan dukungan yang memadai

2. Analisis Implementasi/Penerapan

Penerapan pendidikan inklusi di sekolah memerlukan pendekatan menyeluruh. Pertama, guru perlu melakukan asesmen diagnostik untuk memahami kebutuhan dan hambatan siswa. Kedua, kurikulum harus dimodifikasi agar fleksibel dan sesuai kemampuan anak. Misalnya, ABK diberi materi yang sama tetapi dengan tingkat kesulitan berbeda.

Selain itu, guru perlu mengembangkan metode pembelajaran adaptif, seperti strategi multisensori, pembelajaran berbasis permainan, atau penggunaan media digital. Hal ini sejalan dengan Booth & Ainscow (2002) yang menyatakan bahwa inklusi bertujuan mengidentifikasi dan mengatasi hambatan belajar serta menciptakan kebijakan yang mempromosikan keadilan

Implementasi yang baik juga membutuhkan kolaborasi antara guru, orang tua, dan tenaga profesional (psikolog, terapis). Terakhir, sekolah harus membangun budaya inklusif dengan menanamkan nilai empati, kerjasama, dan penghormatan pada perbedaan.

3. Pengalaman Praktis

Dalam pengalaman mengajar, saya pernah menghadapi siswa dengan hambatan membaca. Untuk menyesuaikan, saya menyediakan lembar kerja bergambar dengan kalimat sederhana. Hasilnya, siswa tersebut tetap bisa terlibat dalam aktivitas kelas tanpa merasa tertinggal.

Namun, saya juga pernah melakukan kesalahan dengan memberikan tugas seragam kepada seluruh siswa tanpa diferensiasi. Dampaknya, siswa ABK kesulitan menyelesaikan tugas, merasa rendah diri, dan tidak termotivasi. Dari pengalaman ini, saya memahami bahwa pendidikan inklusi membutuhkan penyesuaian nyata, bahkan dalam hal sederhana, agar semua siswa bisa belajar bersama.

4. Tantangan dan Hikmah

Tantangan penerapan pendidikan inklusi antara lain:

  • Jumlah siswa yang besar menyulitkan guru untuk memberikan perhatian individual.
  • Keterbatasan sarana dan tenaga pendamping, misalnya media khusus atau guru pembimbing khusus (GPK).
  • Kurangnya pemahaman sebagian guru dan orang tua yang masih menganggap ABK seharusnya dipisahkan dari kelas reguler.

Meski penuh tantangan, hikmah yang saya peroleh adalah:

  • Pendidikan inklusi membentuk guru lebih sabar, empatik, dan kreatif.
  • ABK dapat berkembang sesuai potensinya jika diberi kesempatan.
  • Siswa reguler belajar tentang toleransi, keragaman, dan empati sosial.

Dengan demikian, pendidikan inklusi tidak hanya bermanfaat bagi ABK, tetapi juga menciptakan lingkungan sekolah yang humanis.

5. Rencana Aksi Penerapan

Untuk mengimplementasikan pendidikan inklusi, saya menyusun rencana aksi sebagai berikut:

  • Asesmen awal terhadap kebutuhan siswa dengan melibatkan orang tua.
  • Modifikasi RPP dengan alternatif kegiatan sesuai kemampuan siswa.
  • Media pembelajaran variatif seperti gambar, audio, permainan, atau aplikasi digital.
  • Kolaborasi lintas pihak, melibatkan guru BK, terapis, dan orang tua.
  • Evaluasi berkelanjutan, baik melalui refleksi guru maupun feedback siswa dan orang tua.

*) Disclaimer: 

  • Contoh Tugas Refleksi pada Modul Pedagogik mulai dari topik 1-8 dalam artikel ini hanya sebagai referensi bagi guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang mengikuti PPG Kemenag 2025 batch 3 untuk mengerjakan di LMS Kemenag.
  • Beberapa contoh Tugas Refleksi pada Modul Pedagogik merupakan hasil olah AI, bapak/ibu guru PAI dapat memodifikasi.

(Sri Juliati)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.